Mohon tunggu...
Dicky Rivaldi
Dicky Rivaldi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Anggota Resmi Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Diki Rifaldi, IDFAM5045U, Tangerang, Banten. Penulis Event Ter-Aktif 2018 FAM Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Prau 2565 Mdpl

28 Maret 2017   14:51 Diperbarui: 25 April 2017   02:00 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hembusan angin di siang itu seakan memaparkan lirih

Tajam dingin sejuknya menusuk pori-pori batin kegelisahan

Dengan harmoni cakrawala sedikit malu-malu mempersembahkan terang

Diselimuti tipis kabut kehidupan disekitarnya


Langkah-langkah kami begitu terasa kecil dan berat

Menyusuri hutan cemara menanjak dan berbatu

Genit gerimis sang empunya menyambut kami dalam lelah

Peluh menetes, nafas tersengal, kaki gontai tak kuasa


Dalam lelah dan letih kaki-kaki ini terus berpijak

Memerhati dan mengamati disekeliling yang ada

Rimbunnya hutan cemara

Riuhnya angin gunung tak terbatas; lepas

Jalan berkelok penuh batu dan mendaki


Kepedulian satu dengan yang lainnya menjadi cemara di hati

Silih berganti melepas lelah dalam pendakian mengenal diri


Deras gerimis meleleh menjadikannya hujan

Angin bertiup kencang mengoyak tubuh-tubuh ketiadaan

Dingin memagut pada tubuh-tubuh yang basah dan kuyup

Sebentar lagi puncak itu menyajikan malam di atas kelam


Berjalan kami mencari titik persinggahan

Hanya sebatang terang dari senter harapan menjadi penuntun jalan

Gemuruh angin menghantarkan ketakutan semakin dalam

Tenda-tenda pelindung diri seakan ingin berlari dipekatnya malam


Pagi lekaslah kembali!

Doa-doa beribu kali sudah diberi

Harapan kemanusiaan tinggi menanti menjadikan puisi

Di tengah tebalnya kabut tanpa hati masih menyimpan mimpi


Potret-potret kamera menjadi saksi ironi di waktu pagi

Prau 2565 mdpl tersimpan asa ada terang dipuncaknya

Satu wajah nampak murung kau matahari

Di puncak Prau kami mengerti; harapan itu sudah terjual-beli olehnya.


Prau, 14 Desember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun