Mohon tunggu...
Diki Damar
Diki Damar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

PPP Layu, PKB Cerdik, PKS Naik Rating, dan PAN 2 Kaki

4 April 2017   12:53 Diperbarui: 4 April 2017   13:04 3436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan sahnya dukungan 2 kepengurusan PPP kepada Ahok-Djarot, maka akan sangat berpengaruh sekali pada pemilu 2019 nantinya.  Salah satu indikasi bisa dilihat dari hasil pilkada serentak 2017 di 101 pemilihan, bahwasanya isu panas Ibukota begitu besar mempengaruhi tingkat emosional pemilih di berbagai daerah. Tidak mungkin jika PPP tak memahami situasi dan kondisi di akar rumputnya, apalagi sebagai salah satu partai tertua di Republik Indonesia.

Dukungan PPP kepada Ahok-Djarot diungkapkan beberapa pengamat politik, sebagai dukungan gerbong kosong. Dikarenakan suara mayoritas PPP akan berlabuh kepada pasangan Anies-Sandi. Apalagi H.Lulung yang merupakan ikon PPP DKI Jakarta dengan tegas dan lugas berani beda dengan DPP Partai tempatnya bernaung selama ini.

Namun yang paling perlu dicermati ialah bagaimana nasib PPP di pemilu 2019 nanti? Rasa-rasanya akan sulit mengatakan partai tersebut akan bertahan di posisi sekarang, apalagi berharap naik papan atas? Karena kemungkinan untuk turun kasta menjadi partai kecil begitu terlihat jelas. Bahkan bisa jadi kemungkinan yang tidak dikira akan terjadi di pemilu 2019. Karena para loyalis PPP pada umumnya bukanlah kalangan nasionalis, melainkan kalangan agamis yang kultural.

PKB dibawah komando Cak Imin begitu sangat cerdik mengambil peran di panggung politik, bermain aman namun akan mendapatkan hasil yang positif. BIsa jadi para pemilih PPP yang merasa kecewa atas sikap dualisme PPP yang tak kunjung berakhir, akan mengalihkan dukungan kepada PKB yang memiliki kemiripan visi-misi dan juga merupakan satu-satunya partai yang sepaham dan sepemikiran. Atau bisa disebut sebagai saudara kandung partai, Perbedaannya sedikit namun banyak sekali persamaan dalam basis pemilih.

PKB dalam pilkada DKI 2017 lebih memilih non-blok, karena itu pilihan terbaik bagi sebuah partai dalam menatap masa depan. Bukan tanpa alasan, apakah hanya karena satu pemilihan Gubernur tapi harus mengorbankan kepentingan yang lebih besar di tingkat nasional? 

PKB pun tidak akan diusik di kabinet Jokowi, karena peran vitalnya sebagai dukungan kalangan nahdliyin di pemerintahan. Apalagi Jokowi telah berniat untuk kembali di kursi RI 1 pada periode berikutnya. Siapa lagi yang bisa diandalkan oleh Jokowi untuk berkeliling kampanye jika tanpa PKB? Bahkan tidak menutup kemungkinan, jika peran tokoh Nahdiyin yang diwakili oleh Jusuf Kalla sekarang, akan berganti tongkat estafet kepada tokoh Nahdliyin berikutnya. Penulis memprediksi, Cak Imin menjadi salah satu opsi calon yang akan diajukan untuk mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.

PKS yang telah melakukan banyak perubahan di tubuh partainya selepas kepemimpinan Anis Matta CS. Maka akan memiliki trend positif di pemilu 2019. Apalagi seorang Sohibul Iman yang begitu minim kontroversi dan berani melepas Fahri Hamzah di dalam kepartaian. Maka sikap bersih-bersih dikalangan internal PKS tersebut, akan kembali membangkitkan ghirah (semangat) para kadernya yang sempat kendor, yang tak lain disebabkan beberapa kasus yang meilbatkan beberapa oknum partai,

Posisi PKS pun yang menempatkan diri sebagai partai oposisi, akan cukup mendulang suara siginifikan yaitu kenaikan rating dalam perolehan suara. Karena kantong-kantong suara sebagian umat Islam yang sebelumnya pasif, bisa jadi melimpahkan suaranya kepada partai PKS. Karena seperti aturan baku politik di dunia, bila pemerintah tidak cukup memuaskan dalam kinerjanya, maka opisisi akan menjadi alternatif dalam menggantikan rezim yang berkuasa sekarang pada pemilu di periode berikutnya.

Kelebihan PKS dalam kepartaian ialah tingkat soliditasnya yang kuat, dan terpenting tidak tersentralisasi pada salah satu tokoh. Sehingga apapun yang terjadi di kancah perpolitikan nasional, tidak akan berpengaruh besar pada kondisi internal. Karena sistem kepartaiannya yaitu, suara kader merupakan pemegang penuh kendali partai.

Yang terakhir ialah PAN, hingga penulis hanya bisa menuliskan sebagai partai yang bermain 2 kaki. Dan cukup membingungkan juga mengapa PAN diajak bergabung kepada pemerintahan oleh Jokowi dalam kabinetnya. Mungkin maksud dan tujuan Jokowi ialah ingin merangkul kalangan Muhammadiyah, akan tetapi sepertinya hal itu tidak sesuai dengan skenario yang diharapkan. Sebab bisa terlihat bahwa banyak tokoh Muhammadiyah yang bersebrangan dengan gaya kepemimpinan Jokowi dalam mengatur negara. 

PAN bergabung dengan kabinet Jokowi tentunya ada pertimbangan kuat yang melandasinya, bahkan bisa jadi di akhir kepemimpinan Jokowi, maka hubungan itu akan terpisah dengan sendirinya. Karena trend strategi politik yang mengambil momen-momen akhir (last minute), sudah dianggap sebagai cara jitu untuk mengubah dan mengarahkan sebuah persepsi publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun