"ALL EYES ON PAPUA" Â BUKAN HANYA SLOGAN SEMATA
Â
Papua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian timur Indonesia, yang kaya akan keindahan alam dan juga budayanya. Papua memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, hutan hujan tropisnya merupakan salah satu yang terbesar di dunia yang menjadi rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna yang tidak ditemukan di tempat lain. Selain itu, Papua juga dikenal dengan keberagaman budayanya yang kaya. Terdapat berbagai  suku dengan Bahasa dan juga tradisi yang berbeda-beda. Tarian, musik, dan juga upacara adatnya menjadi sebuah bagian yang integral dari kehidupan masyarakat Papua, keberagaman inilah yang menjadi asset berharga yang perlu dijaga dan dilestarikan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Namun, kekayaan alam ini seringkali menjadi pedang bermata dua. Eksploitasi sumber daya alam tanpa pengelolaan yang bijak sering kali terjadi, sehingga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan juga beberapa dampak negatif, seperti deforestasi, pencemaran air, dan kehilangan habitat alam  dapat menjadi ancaman nyata bagi masyarakat setempat. Di samping itu, masyarakat Papua juga masih menghadapi berbagai tantangan sosial. Akses terhadap Pendidikan dan juga kesehatan masih terbilang terbatas, dan angka kemiskinan di beberapa daerah Papua juga masih tinggi. Masalah hak asasi manusia juga kerap mencuat, dengan adanya laporan tentang pelanggaran hak-hak masyarakat adat membuktikan bahwa perhatian kita harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat Papua, melalui peningkatan akses Pendidikan, layanan kesehatan, dan juga perlindungan hak-hak mereka.
Beberapa bulan terakhir, poster bertuliskan All Eyes On Papua sedang gencar beredar di media sosial. Poster tersebut bernada sama dengan upaya masyarakat global yang menyuarakan penderitaan warga Palestina yang tengah di bombardir serangan Israel di Rafah. Adapun arti dari slogan 'All Eyes On Papua' pada poster yang tengah viral tersebut dalam Bahasa Indonesia adalah 'semua mata tertuju pada Papua'. Hal tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat Indonesia peduli dengan apa yang tengah terjadi di Papua. Adapun latar belakang dari gerakan ini yaitu karena adanya isu soal hutan Papua yang akan di babat untuk dijadikan perkebunan sawit, yang disebut luasnya sekitar 36 ribu hectare yang dimana dapat disamakan luasnya seperti mencapai separuh Jakarta.
Tak hanya Gerakan di media sosial, masyarakat adat Papua, yaitu suku Awyu dan suku Moi pun sampai menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung di Jakarta pada hari Senin, 27 Mei 2024. Mereka menggelar aksi damai tersebut setelah gugatan mereka di pengadilan tingkat pertama dan kedua gagal. Gugatan kini masuk ke tahap Kasasi, sekaligus menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hutan adat mereka. Suku Awyu merupakan masyarakat yang bermukim di dekat sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, dan Sungai Digoel, serta daerah lahan gambut dan juga rawa. Rata-rata mata pencaharian masyarakat suku Awyu ini adalah peramu dan pemburu. Sedangkan Suku Moi banyak ditemui di sebagian daerah distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, dan mata pencaharian utama suku ini adalah berkebun dan juga mengelola hutan. Â
Masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan dikarenakan hutan adat tersebut adalah sumber penghidupan utama bagi masyarakat adat. Gerakan pun telah dilakukan melalui laman petisi change.org. Petisi tersebut menyerukan pencabutan izin sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL), dan jika pembabatan tersebut terjadi, maka dapat di prediksikan  hilangnya hutan Papua akan menghasilkan emisi 25 juta ton CO2 yang dapat memperparah dampak krisis iklim di tanah air. Selain itu, lonjakan deforestasi ini juga memiliki beberapa dampak yang dapat dikatakan cukup besar terhadap lingkungan dan juga komunitas lokal ataupun masyarakat sekitar misalnya seperti hilangnya keanekaragaman hayati, seperti yang kita ketahui hutan hujan Papua merupakan rumah bagi banyak spesies unik baik hewan maupun tanaman. Penghancuran hutan ini dapat mengancam keanekaragaman hayati, dengan banyaknya spesies yang beresiko akan punah. Tidak hanya itu, hutan juga berperan penting dalam menyerap karbondioksida, hilangnya tutupan hutan dapat mempercepat perubahan iklim global karena karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer. Dan Komunitas adat Papua juga sangat bergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari, termasuk sumber makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal. Deforestasi yang akan terjadi dapat mengancam cara hidup mereka dan menyebabkan konflik terkait hak atas tanah.
Berdasarkan data laju deforestasi dalam 20 tahun terakhir, tanah Papua merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi tertinggi di Indonesia. Deforestasi sendiri adalah proses penghilangan atau penggundulan hutan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia atau faktor alam. Aktivitas manusia yang berkontribusi pada deforestasi meliputi penebangan pohon untuk kayu, pembukaan lahan untuk pertanian atau peternakan, pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pemukiman, serta aktivitas pertambangan. Faktor alam seperti kebakaran hutan dan bencana alam lainnya juga dapat menyebabkan deforestasi. Bukan hanya di tanah tempat suku Awyu dan suku Moi tinggal, sejak tahun 2001 hingga 2020 total deforestasi di tanah Papua dapat mencapai angka 641,4 ribu hectare. Saat ini, 7,5 juta hectare hutan yang tersisa di papua juga masih terancam dibabat karena masuk dalam konsesi kelapa sawit, hutan tanaman industry, maupun pertambangan.
Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi deforestasi yang terjadi di Papua tentunya membutuhkan berbagai peran baik dari pemerintah, masyarakat Indonesia, dan juga keterlibatan dari komunitas lokal sendiri. Solusi yang pertama dapat dilakukan dengan diperlukan adanya penegakan hukum yang lebih ketat terhadap penebangan liar dan konversi lahan. Kebijakan penggunaan lahan yang jelas dan regulasi yang lebih ketat dapat membantu melindungi hutan yang tersisa. Yang kedua adalah mendorong praktik pertanian yang berkelanjutan dan tidak melibatkan deforestasi dapat membantu menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Selain itu, mengakui dan melindungi hak-hak komunitas adat sangat penting. Komunitas-komunitas ini telah lama menjadi penjaga hutan dan dapat memainkan peran penting dalam pelestariannya.
Dengan melalui kampanye "All Eyes On Papua" ini, masyarakat adat Papua berharap agar perjuangan dan juga hak mereka dapat lebih di perhatikan oleh masyarakat Indonesia. Slogan "All Eyes on Papua" mencerminkan kebutuhan mendesak untuk memberikan perhatian yang serius dan berkelanjutan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh Papua. Ini bukan sekadar slogan, tetapi sebuah panggilan untuk tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan, dan juga keberlanjutan di Papua. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, diharapkan Papua dapat berkembang menjadi wilayah yang sejahtera, adil, serta berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA