Bagi orang priangan ada satu permainan yang nampaknya permainan itu khusus dimainkan saat bulan Ramadhan. Namanya lodong.Â
Umumnya, lodong dibuat dari bambu seukuran satu sampai dua meter. Dipangkal buku (sekat bambu) dibuat lubang tempat memasukan air dan karbit. Suara dentuman yang berasal dari lodong inilah yang membawa serunya permainan. Besar dentuman dan gelegar bunyi yang dihasilkan menjadi kebanggaan tersendiri bagi si pemilik lodong.Â
Untuk menghasilkan bunyi ledakan, mula-mula air dimasukan ke dalam lubang kecil, setelah itu menyusul karbit juga dimasukan kemudian ditutup kurang lebih  satu menit lalu dipicu dengan sulutan api, sejenak kemudian terdengarlah  suara dentuman, layaknya meriam.
Lodong biasanya dibunyikan agak jauh dari pemukiman penduduk. Biasanya di pinggiran kampung, di tengah pesawahan atau di pinggiran sungai.
Di tatar Priangan, lodong, dulu memang sangat identik dengan Ramadhan. Tak ada lodong kalau tak ada Ramadhan.
Lodong menjadi hiburan tersendiri bagi anak muda Priangan di waktu sore hari menunggu tibanya waktu berbuka. Biasanya seluruh aktifitas sore hari dalam rangka menunggu waktu berbuka di kalangan orang Sunda disebut dengan istilah ngabuburit. Membunyikan lodong adalah salah satu aktifitas ngabuburit.
Lodong memang sangat identik dengan kaum pria. Jarang sekali kaum wanita yang bermain lodong, sekalipun tidak dapat dikatakan haram. Namun tidak dapat disangkal kalau permainan lodong banyak memberikan andil menjodohkan sepasang kekasih.
Seberapa bagus dan seberapa keras dentuman sebuah lodong sangat tergantung kepada siapa yang membuat dan menyulut lodong itu. Â Barangkali dapat dikatakan, semakin besar dan membahana suara dentuman sebuah lodong, itu menunjukan ke-"macho"-an lelaki pembuatnya. Mengapa? Karena memang perlu kekuatan fisik, Â pengetahuan, pengalaman, kecerdikan dan ketangkasan untuk membuat lodong dengan dentuman paripurna.
Disinilah kekuatan magic lodong. Semakin dahsyat dentum lodong seorang pria muda, berarti semakin mudah mendapat simpati gadis gadis yang juga sedang ngabuburit dengan aktifitas berbeda.
Hari ini, sudah semakin jarang lodong dibunyikan karena mungkin banyak permainan yang lebih praktis dan lebih aman sekalipun mungkin tak dapat menggantikan indahnya saling melempar pandangan pertama antara seorang gadis dan jejaka di pematang sawah, di antara riuh rendahnya suara dentuman lodong, di arena ngabuburit, Â di sore hari yang akan menjadi kenangan sepanjang masa sepasang kekasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H