Di ujung tiang itu
semangat yang membara
Harapan tanpa lelah
Telah mati oleh ilmu yang menjuara
Tapi amal yang melemah,
Tuhan engkau yang bertahta
Pada segala yang tumpah
Sebagai darah sejarah
Ijinkan aku menjadi rumah bagi almarhum
Harapan atau yang bakal mati saat mengaji semangat tanpa henti.
Aku yang hampir mati
Berkali kali meredam api sunyi
Sebab gila kini tlah menguasai kami,
Dengan ilmu yang angkuh nan tinggi
Tapi tiada amal sama sekali.
Di tepian surau
Di penghujung acara kemerdekaan
Di sebuah bangku panjang
Terlihat anak berbaju usang,
Berdiri tegap, menatap kain di ujung tiang
terhempas, perlahan ber ayun di terpa kelembutan angin.
Wajah berdebu tatapan yang penuh harapan mengarah pada kerumunan.
Tubuh kurus itu, menatap sang saka dan berkata, :
Semoga mereka yang sekolah, bisa mengukir kebanggan memeluk kemerdekaan!
Sebab tak lagi mereka bertaruh nyawa untuk melanjutkan kemerdekaan dan membuat kemaslahatan.
Suara itu merambat masuk perlahan ke telinga kerumunan,
Puluhan mata dan mulut menatapnya dan berbisik, "apa dia lapar" "sepertinya dia punya gangguan jiwa" "biarlah dia hanya orang bodoh" "awas jangan menatap matanya nnti dia akan marah"
Di salah satu kerumunan, seseorang yang berdasi dan berpakaian rapi, naik ke atas panggung dengan gaya membacakan pidato.