Pada umumnya para politisi itu adalah para aktivis dan kader-kader pilihan. Hal demikian juga berlaku bagi sistem dan pola rekrutmen kepartaian di negeri ini.
Para politisi Senayan dan para pejabat negara selama ini pada umumnya adalah dari para aktivis saat masih berstatus mahasiswa. Dengan demikian, para aktivis memiliki potensi besar untuk memperoleh akses di dunia politik dan pemerintahan.
Masalahnya sekarang, bagaimana pendidikan dan penempaan di kampus itu mampu mengantarkan mereka ke kancah politik dan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas korupsi, Â narkoba dan zat adiktif lainnya? Sebab bagaimana pun, praktik-praktik yang dialami di kampus saat mereka menjadi aktivis (BEM, DPM dan beberapa istilah jabatan fungsionaris lainnya di organisasi itu) akan terus terbawa sampai mereka menjadi tokoh dalam masyarakat.
Di sinilah maka pembelajaran segala hal tentang kehidupan di kampus menjadi sangat menentukan perilaku mereka ke depan. Kampus atau perguruan tinggi dengan demikian menjadi miniatur Indonesia.
Disinilah peran PMII menjadi pioner penting dalam melatih kepemimpinan dan kelembagaan. PMII memberikan warna tentang seperti apa rapat persidangan, Bagaimana membentuk AD/ART yang baik lalu seperti apa cara meredam konflik, juga seperti apa menganalisis gaya komunikasi tehadap lawan bicara kita.
Hal inilah yang menjadi alasan kenapa banyak kader PMII juga mempunyai posisi strategis di organisasi intra seperti BEM, DPM,UKM dan Hima dikampus masing masing.
Membangun IntelektualitasÂ
Intelektual merupakan kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Mahasiswa dituntut untuk menempa dirinya dengan berbagai ilmu yang didapat sebanyak banyaknya, dimana saja, dan dari siapa saja.
Karena masa menjadi mahasiswa bukan lah waktu yang lama. Kita terus dikejar waktu hingga layak untuk diwisuda.
Lalu ilmu seperti apa saja yang dibutuhkan? Tentunya yang mengarah kepada pemikiran bukan lagi kontekstual yang berujung pada nilai belaka.