Perubahan iklim bukanlah sekedar isu biasa. Â Peristiwa ini merupakan musibah global yang oleh Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati pernah menyebutnya sebagai bencana yang kerusakannya akan jauh lebih katastropik atau sangat merusak bila dibandingkan dengan pandemi covid-19.Â
Bahkan Sekjen PBB, Antonio Guteres, dalam forum Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengungkapkan bahwa derajat kegentingan perubahan iklim yang terjadi hari ini sudah berada pada level yang sangat kritis dan telah menjadi kode merah bagi umat manusia.
Lalu, muncul sebuah pertanyaan " kapan hal itu akan terjadi? ", menurut peneliti IPCC kita tidak perlu lagi menunggu. Â Sebab, secara faktual, peristiwa tersebut sudah berlangsung hari ini. Â
Tepat di saat sebagian besar masyarakat dunia masih terlena dengan gaya hidup penuh emisi; atau sebuah gaya hidup yang cenderung eksploitatif dan berlebih-lebihan yang tanpa disadari telah meninggalkan jejak karbon yang tinggi dalam setiap aktivitasnya.
Sebagaimana diketahui, karbon adalah unsur dominan dalam gas rumah kaca (GRK). Â Meningkatnya unsur karbon di atmosfer justru memperkuat GRK dalam memerangkap panas matahari sehingga suhu bumi akan mengalami kenaikan tinggi di luar batas normalnya.Â
Suhu tinggi ini tentunya akan menyebabkan berbagai bencana ekologis di permukaan bumi, di antaranya adalah kekeringan dan kelangkaan air bersih, cuaca ekstrim dan bencana banjir, kenaikan permukaan air laut yang mengancam eksistensi kawasan pesisir, dan berbagai kerusakan alam lainnya.Â
Tanpa upaya kontrol yang tepat, jejak karbon yang tertinggal dari setiap akivitas masyarakat tersebut akan menjadi ancaman bagi keselamatan lingkungan di masa depan. Dan secara akumulatif, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dalam beberapa dekade ke depan.
Jejak karbon pada dasarnya merupakan emisi karbon yang kita hasilkan dari berbagai aktvitas sehari-hari. Menurut beberapa penelitian, jejak karbon berkontribusi terhadap naiknya gas rumah kaca yang merupakan penyebab utama perubahan iklim. Adapun jumlah karbon yang dihasilkan oleh manusia (para pekerja aktif) rata-rata berkisar 3-4 ton karbon/orang/tahun. Â
Bila dikalikan dengan jumlah penduduk dunia yang mencapai 7 miliar, maka emisi karbonnya adalah 28 miliar metrik ton karbon/tahun atau setara 55% dari total emisi karbon tahunan yang mencapai 51 miliar metrik ton/tahun.
Lalu, bagaimana sesungguhnya gaya hidup yang penuh emisi itu? dan bagaimana hal tersebut berkontribusi pada gagalnya pencapaian Net Zero Emisi atau Nol Bersih Emisi yang sedang dicanangkan pemerintah sebagai jalan keluar atas permasalahan perubahan iklim? Berikut uraiannya.