Mohon tunggu...
Dika Irawan
Dika Irawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hati-hati bisa berhenti mendadak. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Makan Dulu Baru Bayar

14 September 2012   06:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:29 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktifitas yang padat hari ini membuat saya lelah, lapar pun menghampiri.  Jika sudah begini, apalagi kalau bukan pergi cari makan, bisa warteg (warung tegal), warsun (warung sunda), warung nasi sederhana atau warung lainnya. Ngomong-ngomong warung yang baru disebut, saya jadi teringat ketika diajak sama teman makan di Hoka-Hoka Bento untuk pertama kalinya.
Begini ceritanya, dari kejauhan tampilannya terlihat rapih dan bersih dengan dominasi warna kuning di setiap sudutnya. Para pengunjung tak ada yang mengangkat salah satu kakinya ke bangku saat makan. Memang pelayanan di tempat makan itu sangat sistematis dan teratur. Namun saya tak tertarik lagi untuk makan disana, untung saja waktu itu ditraktir. Pasalnya, menu yang disajikan bukan menu khas Indonesia sehingga tak sesuai dengan lidah dan terkesan memaksakan. Kemudian, sistem pembayaran yakni bayar dulu baru makan, bukan sebaliknya makan dulu baru bayar seperti yang biasa dipraktikan di warung makan tradisional. Serta, tak ada yang gratis hampir semuanya diuangkan, untuk minum saja harus bayar.
Dari situlah saya mulai menyadari betapa indah dan nikmatnya makan di warung tradisional pinggir jalan. Ketika sampai, disambut mbak-mbak, dengan nada halus menanyakan ‘mau makan apa mas, laue karo opo’ ucapnya dengan nada-nada ke Jawaan yang masih medok. Tak ada kasir, dan mesin kasir serta pakaian seragam. Begitu mau minum sudah tersedia satu gelas air putih tanpa harga, begitulah warung radisional. Dan inilah yang membuat beda yaitu makan dulu baru bayar.
Barang kali sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia, bayar belakangan. Lihat saja kalau naik angkot, bayar ongkosnya belakangan. Sepertinya sudah menjadi budaya. Mungkin kita sering mendengar kata-kata bahwa Indonesia bangsa yang ramah tamah, orang-orangnya toleran. Dan ini tergambar dari kebiasaan ‘makan dulu baru bayar atau melakukan sesuatu baru bayar’. Dalam artian mereka menaruh kepercayaan kepada konsumen dengan terlebih dulu memberikan layanan kemudian setelah selesai bayar. Kalau tak terbangun rasa saling percaya hal tersebut tak akan terjadi.
Saat ini banyak pula warung makan ngakunya sih tradisional Indonesia tapi di dalamnya menerapkan bayar dulu baru makan. Saya khawatir lama kelamaan tradisi kita yang biasa bayar belakangan akan hilang tergerus oleh modernisasi, dan menganggap system yang lama sudah tak sesuai dan tidak professional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun