Kepada siapa kita harus menaruh harapan mengenai masa depan negeri ini yang cerah, lantaran para pemegang kekuasaan atau pejabat yang sudah diberi kepercayaan untuk berkuasa malah menghianati kekuasaan tersebut. Dan yang muncul saat ini ialah rasa ketidak percayaan.
Apa yang dipertontonkan mereka selama ini dengan berbagai kasus yang membelitnya semakin membuat ketidakpercayaan itu semakin menguat. Meragukan segala ucapan dan tindakan mereka yang mengatasnamakan rakyat. Dan munculah pertanyaan-pertanyaan. Apakah benar program itu untuk rakyat, jangan-jangan untuk golongannya, atau jangan-jangan pula uangnya masuk saku mereka?
Bahkan para penegak hukum yang dipercaya untuk memerangi mereka yang terbukti menghianati rakyat. Tapi mereka tak mampu menanggulanginya dan terlihat mereka terlibat di dalamnya. Lembaga yang dipercaya membrantas korupsi yang di dalamnya berisi orang-orang yang terpercaya sedang diuji.
Kini yang terjadi krisis kepercayaan di tengah-tengah kita. Kepercayaan sudah menjadi barang langka bahkan mereka yang dianggap terpercaya malah menyia-nyiakannya. Hingga sulit menentukan apakah orang tersebut dipercaya atau tidak, sebab sudah terlalu banyak orang yang tidak dipercaya di negeri ini yang berkeliaran di sekitar kita. Dan itu semua terjadi akibat ketidakmampuan para pembesar di negeri ini dalam menjalankan jabatan yang diembannya.
Sejarah pun telah mencatat, banyak negeri besar yang mengalami keruntuhan setelah adanya pergolakan yang kuat dari rakyat agar para pejabat yang tak mampu mengendalikan Negara segera turun. Seperti yang menimpa kekhalifaan islam salah satunya Bani Abbasiyah (750–1258). Kekhalifaan yang begitu dikenal oleh kalangan umat islam karena kejayaan umat islam pernah diraihnya ketika Harun Ar-Rasyid (786-809 M), dan al-Ma’mun (813-833 M) berkuasa.
Namun ketika berada dikendali para pemimpinnya yang tak mampu mengatur Negara tersebut, serta ditambah tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah. Wilayahnya yang luas sementara kemudian tak ada komunikasi yang baik antara pusat dan daerah. Menyebabkan imperium ini menuju jurang perpecahan, dan kehancuran. Kemudian penderitaan menjadi semakin sempurna setelah adanya serangan dari bangsa Mongol (1258) yang dipimpin Hulagu Khan
Lalu bagaimana dengan Indonesia, negeri kepulauan ini? Bila melihat perkembangan akhir-akhir ini di media masa, hal yang sebenarnya memprihatinkan sedang terjadi. Berbagai kasus yang mendera para pejabat tak kunjung reda. Makin ke hari intensitas kasus yang muncul semakin banyak, berbagai pejabat baik di daerah maupun di pusat mengalami hal yang sama. Berita korupsi, aparat hokum yang disuap, kemiskinan di mana-mana sudah menjadi berita yang biasa, dan bahkan sudah rahasia umum. Dan tingkat kepercayaan masyarakat pun semakin rendah terhadap para pejabat di negeri ini.
Ada yang salah dalam kepemimpinan di negeri ini. Mereka tak mampu mengendalikan jabatannya sebagai seorang pemimpin atau kata lain jabatan itu dipegang bukan sama ahlinya. Jabatan yang diperolehnya dan sejatinya untuk memperjuangkan nasib rakyat serta membawa negeri ini ke masa depan yang lebih baik malah diputar balikan yakni diperjuangkan untuk memperkaya diri, dan partainya. Begitu pun nasib negeri ini semakin terpuruk.
Menunggu kehancurankah?
Bila sudah seperti ini nasib bangsa kita tengah diujung tanduk, dan hanya beberapa menit lagi akan jatuh. Betapa tidak sudah terlalu banyak hal yang perlu dibenahi, korupsi, hokum yang lemah, dan lain-lain. Semuanya sudah begitu sulit ibarat kertas putih yang terkena goresan tinta terlalu banyak. Terlalu sulit untuk menutupinya dengan tipe-x dan yang dilakukan ialah mengganti kertas tersebut.
Kehancuran negeri ini dapat terhindari ketika muncul seseorang yang memiliki kapasitas yang bagus dalam memegang kendali kepemimpinan atau jabatan. Yang tahu bagaimana harus bertindak untuk rakyatnya dan untuk kepentingan pribadi atau golongannya. serta tahu apa yang menjadi keinginan rakyatnya, mendengarkan keluh kesahnya. Dan memberikan kemudahan masyarakat dalam mengakses kebutuhannya.