[caption id="attachment_199114" align="alignleft" width="300" caption="http://media.photobucket.com"][/caption] “sulingnya suling bambu, gendangnya kulit lembu, dangdut suara dendang rasa ingin bergoyang” begitulah petikan salah satu lagu Rhoma Irama si Raja Dangdut. Oma menggambarkan irama musik dangdut yang ideal itu muncul dari suara suling dan gendang, kemudian setelah mendengarkan muncul hasrat untuk bergoyang. Dalam warna lagunya banyak menampilkan melodi berbau musik rock yang bertumpu pada gitar.
Bila kita menengok kebelakang ketika dangdut masih memiliki unsur melayu atau orang biasa menyebut Orkes Melayu, instrumen yang wajib ialah akordeon, rebana, gambus, dan suling, bahkan gong. Bunyi gendang sendiri yang menghasilkan onomotape ‘dangdut’ menjadikannya sebagai nama dari genre musik melayu ini.
Putu Wijaya awalnya menyebut dalam majalah Tempo edisi 27 Mei 1972 bahwa lagu Boneka dari India adalah campuran lagu Melayu, irama padang pasir, dan “dang-ding-dut” India.(Bahasa Tempo, Bahasa Kita, Tempo, edisi 7-13 Maret 2011. Dalam Wikipedia.com).
Dengan kebijakan Orla yang melarang masuknya musik-musik barat Irama membuat irama melayu ini tetap bertahan. Pada tahun 1950-an dan 1960-an banyak berkembang orkes-orkes Melayu di Jakarta yang memainkan lagu-lagu Melayu Deli dari Sumatera (sekitar Medan). Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik Melayu. (Wikipedia.com)
Namun tak ada seniman dangdut yang berani pada saat itu untuk memasukan unsur-unsur barat seperti gitar, drum, terompet atau yang lainnya ke dalam musik dangdut. Sebab jika memadukan instrumen baru apalagi yang berasal dari barat, berarti penentangan dengan pihak penguasa. itulah efek negativ yang timbul, musik dangdut tak mengalami inovasi.
Saat rezim anti barat itu tumbang munculah Orde baru. Maka terjadilah pergeseran kebijakan politik. Bila sebelumnya anti barat, kini berkiblat pada barat. Segala sesuatu yang dilarang pada saat Orla diperbolehkan di masa Orba. Musik barat pun mengalir deras masuk ke dalam Indonesia, dan para penggemar musik rock pun tersenyum lebar mendapatkan eksistensi.
Musik dangdut tetap bertahan, pada perkembangan selanjutnya dengan memanfaatkan keterbukaan penguasa, seniman dangdut mencoba berinovasi dengan memadukan unsur barat di dalamnya. Soneta yang dipunggawai Rhoma Irama berhasil melakukan hal itu. Memasukan unsur musik rock terutama dalam performa gitar menghasilkan irama dangdut yang baru.
Jadilah musik dangdut menjadi lebih atraktif dan lebih enerjik, orang bergoyang pun mulai lebih bersemangat. Artis-artis pada periode ini adalah Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, Mansur S, dll. Periode artis-artis tersebut berjaya pada tahun 1980-an, tahun 1990-an nama seperti Imam S. Arifin, Jamal Mirdad, Evi Tamala, Yus Yunus, A. Latief, dst. sempat berjaya. (promusik.wordpress.com).
Begitulah perjuangan musik dangdut dari rezim yang anti barat sampai pro barat. Tetap bertahan dengan kelebihannya dapat beradaptasi dengan musik lain. Bahkan sampai saat ini tetap bertahan namun wajahnya sudah berbeda dari sebelumnya. Warna musik bergaya disco kemudian goyaangan erotis menjadi ciri khas dangdut saat ini. Mungkin kini Dangdut sudah bercerai dengan budaya melayunya, inilah yang membuat Bang Haji, raja dangdut gusar ketika melihat Inul Daratista. Terima saja bang, ini sudah jadi resiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H