Bulan ini harga BBM bersubsidi dinaikkan. Penegasan itu sudah disampaikan Presiden Jokowi. Berapa besar kenaikan dan tanggal berapa persisnya, belum diputuskan. Banyak pihak yang menentang termasuk kalangan anggota Dewan dan PDIP, partai pendukungnya. Seperti biasa, para buruh dan mahasiswa sudah mulai berdemo menentang keputusan pemerintah itu. Dalam negara demokrasi, semua reaksi itu merupakan hal normal.
Kali ini rencana penaikan harga BBM dinilai cukup matang. Bantalan sosial dipersiapkan dengan benar agar penduduk miskin absolut dan hampir miskin tidak kian merana. Kompensasi paling penting adalah kemudahan bagi para petani dan nelayan memperoleh alat produksi. Bersama para industriawan dan pedagang kecil, mereka juga mendapatkan kemudahan memperoleh modal kerja. Untuk kaum jompo dan para penyandang cacat yang tidak bisa bekerja diberikan uang tunai yang ditransfer langsung ke rekening bank mereka.
Meski tidak terkait langsung dengan program kompensasi penaikan harga BBM, pemerintah mempercepat penerbitan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). KIS akan dibagikan kepada 26,4 juta orang, KIP akan diberikan kepada 1,9 juta anak, dan KKS akan diberikan kepada 15,5 juta rumah tangga. Meski jokowi memberikan nama KIP dan KIS, program ini sudah menjadi bagian dari program negara yang dikuatkan dengan undang-undang. Dana untuk kedua kartu ini pun berasal dari APBN. Kontribusi riil dari Jokowi adalah percepatan realisasi kartu-kartu ini dan perluasan cakupannya
Kita salut pada penegasan Presiden Jokowi. “Saya siap untuk tidak populer dengan keputusan menaikkan harga BBM,” tegas mantan walikota Solo itu. Keputusan menaikkan harga BBM memang membutuhkan keberanian pemimpin. Masyarakat yang tidak setuju dengan penaikan harga BBM akan membenci presidennya. Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh politisi yang menghendaki pergantian kepemimpinan. Pada masa lain, keputusan menaikkan harga BBM ikut menjadi faktor pendorong jatuhnya sebuah rezim.
Beda dengan periode sebelumnya, kali ini dukungan masyarakat terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga BBM jauh lebih luas. Jauh lebih banyak pihak yang mendukung dari pada yang menentang. Jika sosialisasi dilakukan dengan lebih baik, resistensi masyarakat akan semakin minim. Inilah tugas pemerintah. Media massa sudah memberikan dukungan. Tinggal semua menteri Kabinet Kerja mengikuti saran Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ia mengimbau setiap menteri bertanggung jawab terhadap aksi demo di bidangnya. Susi menegaskan, ia siap pasang badan menghadapi aksi demo para nelayan.
Setidaknya ada lima alasan yang mendukung penaikan harga BBM bersubsidi. Pertama, subsidi BBM selama ini adalah subsidi harga, bukan subsidi orang. Kondisi ini menyebabkan subsidi BBM tidak mengenai sasaran. Sekitar 80-90% subsidi BBM dinikmati oleh kaum menengah atas yang sama sekali bukan sasaran subsidi.
Kedua, sebagian subsidi BBM dinikmati oleh orang asing. Wiiayah Indonesia yang 70% lautan memudahkan penyelundupan di tengah laut. Perbedaan harga BBM subsidi dan harga BBM internasional yang sekitar Rp 4.500-Rp 5.500 per liter merangsang pemilik kapal besar untuk berjualan solar di laut. Susi menengarai, kapal kapal besar yang beroperasi di perairan Indonesia ikut berjualan BBM bersubsidi di tengah laut.
Ketiga, subsidi BBM merangsang, pola hidup konsumtif dan ujungnya memperbesar impor BBM. Setiap hari. Indonesia mengimpor 700.000 barel minyak mentah dan BBM setara minyak mentah, Untuk mengimpor minyak mentah dan BBM. Pertamina membutuhkan US$ 150 juta setiap hari. Kebutuhan dolar AS yang sangat besar ini menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan memperbesar defisit neraca perdagangan. Rakyat perlu dijelaskan kondisi riil bahwa Indonesia sudah menjadi net oil importer. Impor minyak mentah sudah lebih besar daripada produksi sendiri.
Keempat, subsidi BBM memperbesar defisit APBN dan untuk menutup defisit itu, pemerintah menjual surat utang negara (SUN), termasuk global bonds. Saat menawarkan global bonds, para investment bankers tak habis pikir melihat pengelolaan fiskal pemerintah Indonesia. Subsidi BBM dibiarkan membengkak dan terus dibiayai pemerintah. Namun, pada saat yang sama, pemerintah menerbitkan surat utang dengan bunga tinggi untuk membiayai pembangunan. Para investment bankers acap bertanya, “Kenapa pemerintah Indonesia melepaskan uang di tangan hingga ratusan triliun rupiah dan menggantinya dengan uang dan utang? Mengapa bukan dana subsidi itu yang digunakan untuk pembangunan?”
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 136 triliun. Selama Januari hingga Agustus 2014, posisi utang pemerintah mencapai Rp 2.531 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 1.232,31 triliun atau 94,82% dari posisi utang pada Desember
2004, yang saat itu sebesar Rp 1.299 triliun. Daripada membebani anak cucu dengan utang yang besar, lebih baik subsidi BBM dikurangi.
Kelima, subsidi BBM mengurangi kemampuan fiskal untuk menyejahterakan rakyat dan meningkatkan iklim investasi. Pada APBN-Perubahan 2014, subsidi energi sebesar Rp 350,3 triliun, diantaranya subsidi BBM Rp 246,5 triliun. Jika tidak ada kenaikan harga BBM, subsidi energi pada APBN 2015 sebesar Rp 344,7 triliun, terdiri atas subsidi BBM Rp 276,01 triliun dan subsidi listrik Rp 68,68 triliun