Mohon tunggu...
Dihar Dakir
Dihar Dakir Mohon Tunggu... -

Lulusan S1 Sastra Inggris dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Pernah berkarir sebagai wartawan di salah media cetak nasional, pernah menjadi konsultan PR/media, dan saat ini bekerja sebagai manajer PR di perusahaan properti.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Blusukan Bagus, Tapi Itu Saja Tidak Cukup

12 Januari 2015   21:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:17 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengelola negara tak cukup dengan blusukan. Boleh saja para menteri meniru gaya Presiden Joko Widodo yang rajin blusukan. Boleh saja secara kasat mata para menteri mempertontonkan baju putih lengan panjang yang disingsingkan sebagal ekspresi kerja keras. Namun, tanpa kebijakan yang berkualitas dan kerja yang sistematis, blusukan dan gaya lengan baju yang disingsingkan tak banyak gunanya bagi rakyat yang sudah tak sabar melihat perubahan.

Setelah dua setengah bulan Kabinet Kerja terbentuk, nyaris tak ada kebijakan berkualitas yang dilahirkan. Yangterlihat adalah aksi individu para menteri yang ke sana kemari. Tugas pejabat publik selevel menteri adalah memberikan arahan dan kepastian kepada rakyat dan pelaku bisnis lewat kebijakan yang tepat. Kebijakan itu kemudian dituangkan dalam regulasi yang balk. Regulasi yang baik memungkinkan dunia usaha bergerak, bertumbuh dengan merata dan seimbang.

Kebijakan yang berkualitas itu belum terlihat hingga saat mi kecuali beberapa, di antaranya, penaikan dan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), moratorium kapal asing di Indonesia, dan penerapan batas bawah harga tiket pesawat kelas ekonomi. Sebagian besar menteri larut dalam aksi blusukan, bahkan ada yang terlihat galau. Publik lalu teringat kehadiran Tim Transisi yang dibentuk setelah Jokowi terpilih menjadi presiden. Tim itu dimaksudkan agar setelah dilantik, Kabinet Kerja bisa Iangsung bekerja.

Mencermati kiprah Kabinet Kerja kita bisa memahami mengapa mereka lebih sibuk bertemu rakyat daripada membuat kebijakan dan regulasi yang penting buat rakyat. Ada kekhawatiran masyarakat bahwa sebagian besar anggota Kabinet Kerja tidak memiki kapabilitas dan leadership. Kapabilitas memungkinkan seorang menteri memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai masalah bangsa, potensi dankekurangan yang dimiliki, dan menemukan solusi yang tepat. Sebagian Kabinet Kerja dikhawatirkan tidak memahami Trisakti dan Nawa Cita.

Seorang menteri tak perlu harus memiliki kompetensi di bidangnya, melainkan cukup punya kepabilitas dan leadership. Kalaupun ada menteri yang memiliki kompetensi di bidangnya, itu lebih bagus. Tapi, mengingat menteri adalah jabatan politik, yang dituntut dari mereka adalah kapabilitas. Kekurangan dalam kompetensi bisa disubstitusi oleh para ahli. Banyak ahli yang dapat didayagunakan untuk merumuskan program.

Selain kapabilitas, ada masalah leadership yang kurang menonjol dari Kabinet Kerja. Kepemimpinan sangat diperlukan karena para menteri berhadapan dengan birokrasi yang dikenal lamban dan sarat kepentingan. Para birokrat umumnya memegang prinsip ini: menteri datang dan pergi, sedang birokrasi akan tetap ada. Jika ada kebijakan yang tidak menguntungkan mereka, birokrat akan tiarap dan slow down. Sistem birokrasi di Indonesia mempersulit pemecatan PNS yang malas dan bandel, bahkan yang kriminal sekali pun.

Hanya menteri yang memiliki leadership yang mampu megerakkan organisasi besar bernama birokrasi. Tanpa leadership, birokrasi takkan mengikuti irama sang menteri. Mereka takkan mau mengubah kebiasaan buruk dan meningkatkan kontribusi. Tidak sedikit pejabat dan pegawai di kementerian yang memiliki kompetensi tinggi, bahkan juga dedikasi. Bila ada leadership yang baik, mereka akan bergerak.

Momentum untuk menggerakkan birokrasi diperoleh Ignatius Jonan, menteri perhubungan. Jatuhnya pesawat Air Asia nomor penerbangan QZ8501 menguak sejumlah kebobrokan di tubuh Kementerian Perhubungan. Pertama, banyak penerbangan yang tidak mendapatkan izin terbang dari Kemenhub. Kedua, ada pilot yang positif narkotika saat menerbangkan pesawat. Ketiga, buruknya radar bandara. Keempat, low cost carrier mengorbankan perawatan pesawat. Kelima, kuat dan dalamnya kongkalikong oknum Kemenhub dan otoritas bandara dalam berbagai pelanggaran di bisnis penerbangan berjadwal.

Kita mendukung langkah Jonan dalam menindak aparatnya yang terbukti bersalah dan meluncurkan sebuah kebijakan baru, yakni menaikkan batas bawah tarif pesawat. Tujuannya agar maskapai penerbangan LCC tidak mengorbankan mainteinance akibat pendapatan tiket yang terlampau rendah. Meski ditentang, kebijakan ini dinilai tepat. Margin laba bisnis penerbangan yang hanya mengandalkan pendapatan dari tiket sangat tipis. Bisa dibayangkan maskapai penerbangan di Indonesia yang 100% pendapatannya dari tiket masih mengandalkan tiket murah.

Menteri Kelautan dan Pejikanan Susi Pudjiastuti meluncurkan kebijakan yang melarang impor kapal ikan berkapasitas di atas 30 GT. Kebijakan ini bertujuan membasmi pencurian ikan diperairan Indonesia. Pemerintah memprioritaskan kapal ikan untuk nelayan kelas usahakecil dan menengah (UKM). Kapal ikan asing yang beroperasi di perairan Indonesia ditangkap dan ditenggelamkan. Sukses kebijakan ini sangat tergantung pada konsistensi dan dukungan TNI Angkatan Laut. Walau demikian, langkah Susi sudah mulai dirasakan rakyat. Harga ikan di level nelayan sudah sedikit terangkat dan nelayan gurem mulai mendapatkan alat tangkap.

Setelah dua setengah bulan bekerja, kinerja Kabinet Kerja belum memperlihatkan langkah konkret yang membangkitkan optimisme publik. Nawa Cita atau sembilan prioritas Presiden Jokowi belum dituangkan dalam kebijakan yang lebih konkret di setiap kementerian. Publik menunggu kebijakan dari setiap kementerian, juga kebijakan antar kementerian dan lembaga seperti one stop serviceuntuk perizinan investasi, harmonisasi tarif, dan pusat informasi harga yang menghimpun harga dan setiap pasar di setiap kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun