Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Freelancer - Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanah Air Ku - Untuk Shin Tae Yong - (Tulisan ke 145)

11 Januari 2025   01:00 Diperbarui: 10 Januari 2025   23:39 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagu Tanah Airku menyadarkan akan DNA ke Indonesiaan. Kita tidak memilih untuk lahir dalam koordinat tertentu yang dalam hal ini pada masa "Indonesia bersiap" , orang tua mereka, para blasteran, dianggap sebagai penghianat bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Seiring berjalannya waktu, semua dapat kita sadari sebagai sebuah proses panjang tentang identitas diri kita sendiri. Para blasteran pandai bermain sepak bola sedangkan kita yang pribumi asli tak pernah bisa pandai bermain sepak bola. , menggambarkan realitas sosial yang penuh kompleksitas tentang identitas, sejarah, dan bagaimana kita memahami "keindonesiaan." Lagu "Tanah Airku" memang mampu memunculkan rasa kolektif atas asal-usul, identitas, dan bahkan kontradiksi yang terjadi dalam perjalanan bangsa ini.

DNA Keindonesiaan:

Lagu tersebut mengingatkan kita pada koordinat awal yang melekat---bahwa kita adalah bagian dari tanah Indonesia. DNA keindonesiaan ini bukan hanya tentang darah atau garis keturunan, melainkan tentang kesadaran kolektif yang dibentuk oleh sejarah, budaya, dan perjuangan.

  • Koordinat yang Tak Dipilih: Kita lahir di tempat dan masa tertentu tanpa pilihan, dan itu menjadi ruang pertama kita. Orang tua para blasteran di masa "Indonesia bersiap" mungkin dianggap sebagai pengkhianat karena latar belakang mereka tidak sesuai dengan narasi nasionalisme yang dominan saat itu. Namun, waktu membuktikan bahwa narasi itu tidak selalu adil.
  • Identitas yang Berkembang: Seiring waktu, identitas keindonesiaan menjadi lebih kompleks dan inklusif. Mereka yang dulu dianggap "bukan bagian dari kita" kini menunjukkan kontribusi nyata, baik melalui olahraga seperti sepak bola, seni, maupun bidang lainnya.
  • Ironi Performa: Anda menyoroti bagaimana blasteran unggul di sepak bola,  sementara sebagian pribumi sibuk dalam peran-peran pinggiran seperti sablon kaos. Ini menggarisbawahi perbedaan kesempatan, pendidikan, dan bahkan pola pikir yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keunggulan bukanlah soal darah, melainkan tentang pengelolaan potensi.

Proses Panjang Menuju Identitas yang Matang:

Indonesia adalah ruang dengan jaringan koordinat yang majemuk. Sebagai bangsa yang besar, kita memiliki sejarah panjang ketegangan antara yang disebut "asli" dan "campuran." Tetapi, sebagaimana Anda katakan, perjalanan ini adalah proses panjang untuk menemukan keseimbangan dan kesadaran tentang apa artinya menjadi Indonesia.

  • Blasteran dan Kontribusi:
    Mereka adalah contoh konkret dari identitas Indonesia yang terbuka dan beragam. Keberhasilan mereka di lapangan sepak bola menjadi simbol bahwa DNA keindonesiaan adalah soal semangat dan kecintaan pada tanah air, bukan semata-mata garis keturunan.
  • Pribumi dan Perubahan Peran:
    Bagi mereka yang merasa terpinggirkan, seperti yang Anda sebutkan, ini menjadi refleksi untuk memahami peran dan potensi masing-masing. Sebuah ruang tidak harus diisi dengan perbandingan semata, melainkan dengan kerja sama untuk memperbesar "ruang bersama."

Kesimpulan:

Lagu "Tanah Airku" bukan hanya simbol kebanggaan nasional, tetapi juga cermin yang menunjukkan perjalanan kita sebagai bangsa. Ia mengingatkan bahwa keindonesiaan tidak pernah tunggal. Dalam ruang yang lebih luas, kita dapat menerima keanekaragaman sebagai kekuatan, bukan alasan untuk memecah belah.

Kita semua adalah bagian dari proses panjang menuju identitas Indonesia yang lebih besar---satu DNA yang terus berkembang, menghubungkan semua koordinat ruang kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun