Dalam tulisan saya yang lalu : https://www.kompasiana.com/digul/65feded6de948f361268f4f2/teologi-islam-milenial-nun-tulisan-kelimapuluh
Kita dapat mengetahui bahwa ada ruang kosong yang tak terisi yang terkadang karena sebab tertentu, kekosongan ruang tersebut semakin lama semakin membesar sebab kaum mayoritas merindukan hal tersebut.
Hanya perlu sebuah tindakan dari seorang Gavrillo Princip yang membunuh PangeranFranz Ferdinand, maka pecahlah perang dunia pertama. Hal ini disebabkan adanya kekosongan wujud dari impian tentang sebuah kesatuan wilayah yang berbahasa Slavia.
Keberadaan Pa Jokowi merupakan perwujudan dari terisinya sebuah ruang kosong dari keinginan anak anak bangsa dari strata apapun untuk dapat lebih berkontribusi untuk negeri tercintanya. Sebab saat itu terduga bahwa tanpa mengikuti aturan dengan modal tertentu, kita takkan pernah bisa jadi pemimpin.
Butterfly effect adalah sebuah kerinduan terisinya sebuah ruang dari ketidakmampuan kita mengisi penuh sebuah ruang karena berbagai sebab.
Snouck Hurgronje adalah seorang jenius yang mampu menganalisa tentang akan terjadinya sebuah Butterfly effect. Beliau menyadari adanya kekosongan ruang dalam bidang teologi Islam dan memanfaatkan hal tersebut untuk kepentingan kolonial termasuk bagaimana menyalurkan rasa cinta kaum Muslimin yang mencintai Nabi nya dengan mendatangkan kaum Ba'alawi ke tanah air agar kaum pribumi tidak menyadari adanya kekosongan ruang dari pemahaman teologi mereka.
https://www.kompasiana.com/digul/66e974aec925c443b11f9073/snouck-hurgronje-tulisan-ke-119
Takdir Allah adalah sebuah ruang yang berisi perilangan garis yang saling berhubungan, membentuk ruang gerak bagi adanya kehidupan.
https://www.kompasiana.com/digul/65e19f7a1470936100495df4/teologi-islam-milenial-tulisan-kedua
Wallahu'alam