Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Freelancer - Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teologi Islam Milenial: Sabar (Tulisan Keenam Puluh Lima)

31 Maret 2024   20:20 Diperbarui: 31 Maret 2024   20:21 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sabar

Dalam konsep Teologi Islam Milenial (TIM) yang berpedoman pada pola geometri bangunan Ka'bah, maka kita coba memberi gambaran atas apa yang Islam ajarkan pada kita tentang berbagai hal, salah satunya adalah tentang sabar.

Sabar adalah bertahan pada sebuah koordinat atas segala dorongan yang diterima hingga tidak berpindah pada koordinat yang nilainya lebih rendah. Sabar hanya dimungkinkan untuk dilakukan jika kita memiliki tujuan untuk mencapai koordinat yang bernilai lebih tinggi hingga memiliki kemauan untuk bertahan.

Seorang pendidik harus memiliki kesabaran ketika sedang mengajarkan ilmu kepada muridnya dengan menghindari rasa marah sebab selain tidak ingin gagal dalam mendidik, dia juga memiliki cita cita untuk mengajarkan ilmu yang bermanfaat yang akan memberikan manfaat di dunia dan akhirat.

Seseorang yang mendapat perkataan buruk dari orang lain, hendaklah mempertahankan posisi koordinatnya dengan tidak membalas perkataan buruk tersebut, walaupun dia tahu perkataan buruk yang dilontarkan kepada dirinya adalah hal yang tidak benar dan kita diperintahkan untuk bersabar. 

Sabar bukanlah kepasrahan dan ketidakmampuan. Sabar adalah berusaha sekuat kemampuan mempertahankan nilai koordinat yang dimiliki supaya tidak jatuh ke koordinat yang lebih rendah nilainya dan sebab dari kesabaran tersebut Allah akan menempatkan orang yang sabar ke koordinat yang nilainya lebih tinggi dari koordinat yang dimilikinya sekarang.

Namun jika perkataan dusta tersebut dikemukakan kepada orang banyak dan dilakukan berulang untuk merusak harga diri kita yang berakibat pada ketidakpercayaan orang lain terhadap kita, hingga akhirnya membuat kita tetap tergeser pada nilai koordinat yang lebih rendah sebab kehilangan kepercayaan orang lain, maka kita wajib melawan hal tersebut dengan cara yang baik sesuai dengan ketentuan agama dan hukum yang berlaku. Ini bukan berarti bahwa sabar memiliki batas, namun sabar berubah menjadi sebuah perlawanan atas direndahkannya harga diri kita dan itu termasuk berjihad. Sikap sabar berubah posisi dari semula berada di depan kini menjadi dasar dari perlawanan.

Itulah sebabnya alat bantu bersikap dalam ajaran Islam dalam menghadapi berbagai situasi itu berbeda beda, tergantung posisi koordinat yang kita tempati dan seluruh alat bantu bersikap itu dapat dilakukan secara bersamaan namun harus menyesuaikan keadaan yang mana yang harus dikedepankan terlebih dahulu. Misalnya ketika melawan orang yang mendzalimi kita maka perlu bersabar mengikuti aturan yang ada, misalnya harus melaporkan kepada pihak Kepolisian atas suatu kedzaliman dari orang lain dan bersyukur kepada Allah bahwa dia diberikan keberanian untuk melawan kezholiman tersebut.

"Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, semua urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila dia tertimpa kesenangan maka bersyukur. Maka itu baik baginya. Dan apabila dia tertimpa kesulitan maka dia pun bersabar. Maka itu pun baik baginya." (HR. Muslim).

Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun