Beberapa media online sepertinya dengan sigap meliput aksi antre para peminat saham Krakatau Steel (KS). Yang paling intens "memprovokasi" antara lain VivaNews, dengan menggaungkan issue-issue tidak rasional seputar harga saham KS. Amien Rais-pun lebih sibuk koar-koar soal harga saham KS. Ketimbang bicara kesulitan pengungsi Merapi, yang notabene, adalah tetangga-tetangganya di Yogja. Pada akhirya,mereka yang termakan provokasi, (konon kabarnya) rela antri sejak pagi hanya untuk selembar saham KS.
Kondisi yang berkebalikan terjadi dibelahan pulau lainnya. Puluhan ribu pengungsi berbondong-bondong mengungsi setelah pengumuman status bahaya Gunung Merapi. Para pengungsi yang mungkin relatif rendah pengetahuannya dibanding para penganti saham KS sepertinya lebih sadar diri. Pengumuman status"AWAS" Merapi artinya harus siap kehilangan harta. Sementara para pengantri saham KS justru seperti tak sadar diri. Pengumuman status "WASPADA" Gunung Anak Krakatau diartikan siap bertambah kaya karena mimpi untung spekulasi saham perdana KS.
Kita seperti kehabisan nalar dan empati. Sulit diterima nalar rasanya, kalau ancaman bencana gelombang pasang akibat letusan gunung Anak Krakatau yang sewaktu-waktu bisa terjadi sehingga berakibat lumpuhnya produksi KS, justru disikapi dengan sikap optimis KS bakal meraih untung besar. Apa yang bisa dilakukan KS manakala pelabuhan Cigading rusak diterpa gelompang pasang, pembangkit listrik kesapu ombak, dan ribuan meter ban berjalan untuk pengangkut bahan bakunya porak poranda.
Seluruh infrastruktur tadi hanyaberjarak ratusan meter dari pinggir pantai. Maju sedikit dari daerah pantai, tak terlau jauh, adalah deretan mesin produksi. Bila terjangan ombak Selat Sunda turut pula menghantam pabrik KS, tak terbayangkan waktu yang diperlukan untuk merecovery semuanya. Kalau sudah begitu, apa yang mau diharapkan dari KS ? Apa mungkin sahamnya masih diperjualbelikan kalau pabriknya sendiri tidak berproduksi.
Pilihan sikap untuk berspekulasi dengan membeli saham KS adalah hak dari masing-masing individu yang berkantong lebih. Siapapun tidak berhak untuk menghalang-halangi hak asasi orang untuk berspekulasi. Namun dimana rasa empati kita, tatkala puluhan ribu pengungsi mengantri makan dan butuh uluran derma, di kehidupan yang lain ribuan orang mengantri untuk berspekulasi. Ironisnya, mereka berspekulasi untuk sesuatu yang sudah terbayang resiko terburuknya. Sementara para pengungsi mengantri untuk sesuatu yang lebih pasti demi kelangsungan hidupnya.
Ratusan orang yang mengantri saham KS seperti barisan zombie yang tak punya hati. Nafsu duniawi mereka telah terlanjur meliputi nalar sehatnnya. Berhambur harta di tengah derita para saudaranya yang lain, pastilah tak berujung berkah. Orang-orang yang tahu bagaimana sejatinya kondisi KS saat ini justru buru-buru menghindar dari resiko yang siap menghadang. Meneg BUMN pun tak lupa melarang petinggi KS ikut-ikutan memborong saham perusahaan mereka sendiri. Tapi, BUMN penghimpun dana masyarakat yang didorong ikut meramaikan.
Konyol,namanya kalau saat ini orang-orang di desa Mbah Maridjan saat ini membeli sapi, meski harganya murah, untuk dipelihara di kampungnya. Karena pakan rumput untuk ternak sapinya pun sudah tak ada. Belum lagi resiko diterkam awan panas wedhus gembel. Â Tapi herannya, banyak orang yang rela antri beli saham, padahal perusahaan yang dibeli sahamnya tadi, ada resiko kena terjang Tsunami. Â Tapi ya sudah mau diapain lagi..mereka maunya begitu.
Saya sama sekali tidak antipati dengan tindakan IPO-nya KS. Tapi rangsangan berspekulasi, dan niatan orang untuk meraih untung dari "kebodohan" Saudaranya yang lain, seperti merampas kesempatan saudara kita yang lebih membutuhkan untuk memperolehnya. Resiko rugi para spekulan itu, yang akhirnya mengalir menjadi untung bagi spekulan lain, semestinya lebih bermanfaat bila didermakan ke korban bencana. Pemerintah pun mestinya tidak lantas ikut-ikutan memberi angin segar bagi aksi spekulasi ini. Sebaliknya,justru mendorong masyarakat untuk sejenak mengesampingkan urusan cari untung pribadinya.
Apakah tidak bisa para maniak saham KS, termasuk KS selaku Emiten dan pihak-pihak lain menunda tontonan aksi spekulasinya, menunggu saudara-saudaranya yang lain lepas dari bencana ? Ataukah justru karena untung di depan mata bakal ikut kesapu Tsunami akibat letusan Krakatau,maka IPO KS malah seperti diakselerasi? Waktu lah yang nanti membuktikan .
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H