Ibnu Maskawaih, memiliki nama lengkap sebagai Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya`kub ibnu Maskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, yang puing-puingnya terletak di dekat Teheran Modern. Iran pada tahun 320 H/932 M dan wafat di kota Asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/16 Februari 1030 M. Banyak yang menyebut bahwa nama tokoh ini “Maskawaih” saja, tanpa “Ibnu”, karena belum dapat dipastikan apakah Maskawaih adalah namanya sendiri atau nama putra (Ibnu) Maskawaih.
Ibnu Maskawaih terkenal sebagai ahli sejarah dan filsafat. Di sam-ping itu, ia juga seorang moralis, penyair, serta banyak mempelajari kimia. Ia belajar sejarah, terutama Tarikh al-Tabari (sejarah yang ditulis at-Tabari), pada Abu Bakar Ahmad bin Kamil al-Qadi pada tahun 350 H/960 M, sementara dibidang filsafat ia belajar melalui gurunya yang bernama Ibnu Khamar, seorang mufasir (juru tafsir) kenamaan karya-karya Aristoteles. Abu at-Tayyib ar-Razi adalah gurunya di bidang kimia.
Ibnu Maskawaih mempunyai hubungan yang baik dengan orang-orang penting dan penguasa di zamannya. la pernah mengabdi pada Abu Fadl al-Amid sebagai pustakawannya. Setelah Abu Fadlal-Amid meninggal, ia mengabdi pada putranya, Abu al-Fath Ali bin Muhammad al-Amid. Kedua tokoh yang disebut terakhir adalah menteri pada masa Dinasti Buwaihi (945-1055). Ia juga pernah mengabdi pada Adud ad-Daulah, salah seorang penguasa Buwaihi. Ibnu Maskawaih mempunyai pengaruh besar di daerah Rayy.
Ibnu Maskawaih terkenal sebagai pemikir muslim yang produktif, ia telah menghasilkan banyak karya tulis tetapi hanya sebagian kecil yang sekarang masih ada, antara lain:
- al-Fauz al-Akbar (Kemenangan Besar);
- al-Fauz al-Asgar (Kemenangan Kecil);
- Tajārib al-Umam (Pengalaman Bangsa-Bangsa; sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulis pada tahun 369 H/979 M);
- Uns al-Farid (Kesenangan Yang Tiada Taranya; kumpulan anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata mutiara);
- Tartib as-Sa'ādah (tentang akhlak dan politik);
- al-Mustafā (Yang Terpilih; syair-syair pilihan);
- Jawidan Khirad (Kumpulan Ungkapan Bijak);
- al-Jāmi` (tentang jemaah);
- as-Siyär (tentang aturan hidup);
- Kitāb al-Asyribah (tentang minuman); dan
- Tahżib al-Akhlāq (Pembinaan Akhlak).
Bagian terpenting dari pemikiran filosofis Ibnu Maskawaih ditujukan dibidang etika dan moral. Ia merupakan seorang moralis dalam arti sesungguhnya. Permasalahan moral amat ia soroti di dalam tiga bukunya: Tarib as-Sa'ādah, Tahżib al-Akhlāq, dan Jawidan Khirad. Di dalam bukunya, al-Fauz al-Asgar, Ibnu Maskawaih berbicara tentang pembuktian adanya Tuhan, tentang roh serta macam-macamnya, dan tentang kenabian.
Ketika berbicara mengenai Tuhan, Ibnu Maskawaih menggunakan istilah "Penggerak Pertama" (First Mover), dengan sifat dasar esa, abadi, dan nonmateriil. Ibnu Maskawaih juga membawa konsep "emanasi", yaitu bahwa wujud pertama yang memancar dari Tuhan adalah "inteligensi pertama", yang sama dengan akal aktif dan kekal. Emanasi lebih sempurna bila dibandingkan dengan yang lebih rendah daripadanya dan tidak sempurna bila dibandingkan dengan Tuhan.
Sebagai seorang pemikir religius, Ibnu Maskawaih sebagaimana terlihat dalam karyanya, mencoba membuktikan bahwa penciptaan bermula dari ketiadaan (al-Ijād min lā Syai`).
Konsep moral Ibnu Maskawaih sangat berhubungan erat dengan masalah roh. Ia mempersamakan pembawaan roh dengan kebajikan-kebajikan yang mempunyai tiga macam pembawaan: rasionalitas, keberanian, dan hasrat; di samping itu roh juga mempunyai kebajikan yang saling berkaitan yaitu: kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaan. Mengenai fitrah manusia Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa adanya manusia bergantung padakehendak Tuhan, tetapi persoalan baik-buruknya perlakuan manusia diserahkan kepada manusianya sendiri dan bergantung pada kemauannya sendiri. Manusia menurut Ibnu Maskawaih memiliki tiga macam pembawaan yaitu : akal (yang tertinggi), nafsu (yang terendaha), keberanian (diantara kedua lainnya). Dalam masalah etika, Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa kebaikan terletak pada segala yang menjadi tujuan, dan apa yang berguna untuk mencapai tujuan tersebut adalah baik juga. Kebaikan atau kebahagiaan adalah sesuatu yang relatif dan dapat juga dicapai di dunia.
Mengenai sejarah, pandangan dan analisis Ibnu Maskawaih yang dimuat dalam buku Tajarib al-Umam sangat filosofis, ilmiah, dan kritis. Ia berpendapat bahwa sejarah merupakan rekaman tentang turun-naiknya suatu peradaban, bangsa-bangsa, dan negara-negara. Maka ahli sejarah harus menghindarkan diri dari kecenderungan umum mencampuradukkan kenyataan dengan rekaan atau kejadian-kejadian palsu. Sejarah haruslah faktual, kritis dalam mengumpulkan data, menyertakan pandang-anpandangan filosofis, dan menafsirkannya dalam lingkup kepentingan manusia. Sejarah bukanlah kumpulan kenyataan terpisah dan statis, tetapi merupakan proses kreatif-dinamis dari harapan dan aspirasi manusia yang hidup dan berkembang. Strukturnya ditentukan oleh cita-cita dasar dan cita-cita kebangsaan serta negara. Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan masa lampau menjadi suatu kesatuan organik, melainkan juga menentukan bentuk sesuatu yang akan datang. Pandangan Ibnu Maskawaih mengenai sejarah yang dituang-kan dalam bukunya Tajarib al-Umam sangat dekat dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh ahli-ahli sejarah Barat dan ahli-ahli sejarah modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H