Gimana mau cepet Tuhan kabulkan doanya kalau disuruh beribadah aja males-malesan" kata ibu sambil merapikan alat untuk beribadah, dengan menyebalkannya aku menjawab " Ah cepet ga cepet, tepat waktu ga tepat waktunya ibadah, sama aja.. coba dari kemaren-kemaren mana emang Tuhan ngabulin apa yang aku mau".Â
Dengan sedikit nada tinggi " Eh gaboleh gitu! Pamali ih!". Saking lelahnya aku harus terus berkutik di permasalahan seperti ini. Namun pada akhirnya ibu juga punya batas sabarnya, selalu bete ketika melihat bapak, cape ingin ini susah, ingin itu susah, selalu harus menunggu punya uang dahulu padahal hanya ingin membeli sepasang sepatu, tapi ibu tidak pernah lelah beribadah. Tapi kalian dapat merasakan juga kan? Jika ibu atau bapak kalian sudah mengeluh, dan curhat terhadap kalian namun kalian tidak dan belum bisa apa-apa. Sakit hati pasti berada dalam keadaan seperti itu.
Ternyata setelah ditelusuri lebih jauh kenapa bapakku tidak bisa berangkat kembali ke Sumatera, sebab semuanya dipersulit karena adanya covid-19 ini, bayangkan saja, harus tes swab yang membutuhkan biaya yang lumayan merogoh kocek kantong kami, juga ketika sampai sana bapak harus menjalankan isolasi mandiri beberapa hari, jika ternyata bapak amit-amitnya membawa virus, kasihan juga bapak di sana, kami yang berada di rumah juga pasti khawatir. Selain itu perusahaan jika ingin dijalankan kembali harus memiliki perizinan yang ketat, itulah salah satu hal yang membuat semuanya sulit seperti sekarang, namun apa boleh buat, gajih RP 3.000.000,- dengan ibu hanya seorang ibu rumah tangga dan kami tidak memiliki bisnis apa-apa tidak ada pemasukan lain, dan aku harus tetap bayar kuliah dan tidak mendapatkan bantuan apa-apa sebab persyaratannya yang rumit.Â
Apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan tagihan listrik, tagihan TV, pembelian kuota, walau wifi kami menumpang kepada saudara dengan membayar 100.000 per bulan, dengan sinyal yang hanya sampai di depan rumah dan kamar ibu saja. Juga cicilan gawai adikku sebab gawai lamanya diberikan kepada bapak karena gawai bapak rusak dalam keadaan genting seperti ini. Iya inilah hidup yang malang si anak penambang. Mau bagaimanapun kita harus tetap mensyukuri bukan apa yang sudah Tuhan takdirkan?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H