Mohon tunggu...
Windra Putranto
Windra Putranto Mohon Tunggu... profesional -

Speak Kindly Love Generously

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kritik Singkat Seminar Nasional, Menarik tapi...

13 April 2015   18:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:09 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminar Nasional Migas (dokpri)
Pagi tadi beberapa jam yang lalu, saya berkesempatan untuk menghadiri acara seminar nasional yang bertemakan “Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia”. Betapa begitu tertariknya saya karena acara ini mendatangkan  narasumber yang memiliki kapabilitas tinggi untuk berbicara sesuai bidangnya, antara lain; Menteri ESDM (Sudirman Said), Gubernur Kaltim (Awang Faroek Ishak), Dirut Pertamina (Dwi Soetjipto), Pakar Migas (Dr. Andang Bachtiar), Ketua DPD RI (Irman Gusman) dan Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementrian ESDM (Widyawan Prawiraatmadja) dengan moderator Helmi Yahya. Acara berlangsung kurang lebih memakan waktu selama 3 jam, bertempat di Balroom Betawi Hotel Santika Premiere, Slipi, Jakarta Barat.

Topik yang dibahas mengetengahkan perihal transisi blok mahakam. Sebagai orang awam, saya sangat sependapat dengan paparan dari Dr. Andang Bachtiar yang menyampaikan bahwa seharusnya kontrak itu
"business (Total & Inpex) to business (Pertamina), bukan to government (SKK Migas)". Government dalam hal ini hanya sebagai pengawas, bukan operator ataupun investor.

14289235881860613442
14289235881860613442
Gambaran singkat Blok Mahakam (Google)
Menurut saya, dalam proses pembuatan kontrak dan implementasinya dapat melibatkan pengusaha dan organisasi swadaya lokal dalam merancang Corporate Social Responsibility (CSR). Namun dalam hal ini sangat perlu memaksimalkan Perda Konten Lokal. Jujur, saat penugasan terbang ke daerah-daerah perbatasan, contoh Nunukan, Sangatta, dan Timika, dimana di daerah-daerah tersebut telah tereksplorasi sumber daya alamnya, namun seringkali saya temukan bahwasanya masyarakat lokal hanya mendapatkan “jatah” dari CSR bukan dari main project. Yang lebih memprihatinkan saat saya temukan beberapa kepala suku di sekitar penambangan Freeport Timika, setiap bulan mereka mendapatkan jatah tersebut, tetapi habis dalam satu malam hanya untuk mabuk-mabukan dan pagi harinya bergelatakan di sepanjang jalan raya. Hal ini lah yang perlu dijadikan pedoman pembelajaran, bahwa cost recovery bukan dalam bentuk dana melainkan harus berupa pengembangan fisik baik, pembangunan daerah maupun masyarakat lokalnya.

Dari sisi pemerintah, kontrak business to business pun bisa mendapatkan income yang maksimal dengan mengurangi adanya kebocoran maupun peluang korupsi. Sedangkan di sisi pemberdayaan masyarakat lokal, hal ini tentunya sangat berperan dalam memajukan ekonomi lokal.
14289235351853599093
14289235351853599093

Paparan singkat Dirut Pertamina (dokpri)
Kesimpulan yang dapat saya tarik dari acara seminar nasional ini adalah bahwa Pemda + DPD + Pertamina menghendaki transisi 100% ke Pertamina. Pertamina menyatakan siap, dan tidak perlu lagi negosiasi ke pihak ke-3 selaku investor/operator. Kendala yang timbul jika transisi 100% ke Pertamina, terutama dalam hal  produksi "biasanya" menurun (sesuai pengalaman di blok jawa) karena teknologi, SDM, dan modal jomplang. Solusi, seluruh karyawan Total yg kerja di blok mahakam akan dinetralisasi menjadi karyawan Pertamina (kaitan dengan teknologi dan SDM), dan persoalan modal, bank negara yang akan membiayai dengan estimasi 5 tahun sudah kembali modal, hal ini tentunya tidak setara dan jauh menguntungkan negara apabila dibandingkan eksplorasi pihak asing selama setengah abad.

Namun acara seminar nasional ini sedikit ternoda dengan oknum kompasianer yang tidak mengoptimalkan kesempatan emas ini, yang pertama, dalam pengamatan saya ada beberapa kompasianer yang sama sekali tidak masuk kedalam ruangan seminar, melainkan asik ngobrol di luar sambil makan snack dan ngopi, yang kedua, kaum opportunis (kuis hunter). Seandainya momen ini benar-benar dipergunakan sebaik mungkin, tidak hanya sekedar mengejar hadiah atau imbalan yang menjadikan faktor utama dalam memberikan sebuah pertanyaan, pasti akan lebih bermakna. Saya yakin banyak dari kompasianer yang datang adalah kaum profesional intelek yang meluangkan waktu kerja bahkan ijin terlambat untuk datang mendengar dan menyaksikan sebuah catatan sejarah perkembangan Indonesia. Bukan mendengar sebuah pertanyaan retorika yang mendrama apalagi dengan intonasi suara keras namun (maaf) tidak berbobot. Dengan alokasi waktu yang sangat terbatas, ditambah kesibukan para narasumber diatas, sangat amat disayangkan sekali momen tanya jawab tersebut tidak dapat tereksekusi secara optimal. Ya (karena) itu oknum opportunis kuis hunter, saya jadi teringat dan agak sependapat dengan tulisan seorang kompasianer beberapa waktu lalu soal SAMPAH dan NYAMPAH. Bukan bermaksud menyudutkan salah satu pihak, tidak, tapi saya mohon apabila ada event-event seminar nasional seperti ini untuk lebih meredam rasa ego, dan sepertinya sudah saatnya kompasiana menyeleksi terlebih dahulu para penanya dengan pertanyaan yang berbobot sebelum dilontarkan kepada para narasumber. Karena seperti yang saya saksikan tadi hanya satu orang penanya yang masuk dalam kategori berbobot, dan pertanyaannya dijawab oleh para narasumber, dan bukan berarti para narasumber tidak mau menjawab pertanyaan penanya yang lain, melainkan tidak ada esensinya disamping waktu yang amat sangat terbatas.

Jadi, untuk kedepannya, mohon untuk dimengerti dan dipahami dengan seksama, mari kita berikan sumbangan ide yang cemerlang untuk Indonesia yang lebih baik.

Salam.


[Live Streaming] Kompasiana Seminar Nasional : Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun