Inilah sebuah kalimat yang akan terus menjadi misteri tentang sebuah kejadian yang masuk dalam kategori musibah atau bencana. Bagi sebagian kalangan musibah terjadi hanya atas kehendak Tuhan, kehendak yang tak mampu dijangkau oleh rasio inderawi. Kalangan lain berpendapat bahwa musibah terjadi karena faktor manusia tanpa adanya determinasi Tuhan.
Pandangan-pandangan yang mengemuka di atas tak bisa dipersalahkan karena keduanya muncul berdasarkan landasan argumentasi. kedua pandangan tersebut mewakili pemikiran determinisme dan materialisme yang hingga kini belum tuntas perdebatannya.
Maka jika kita kaji kedua pandangan tersebut maka kita akan bertemu pada satu titik elaborasi,
pertama : jika sebuah musibah terjadi dan murni hanya kehendak Allah SWT tanpa mengindahkan kaidah Causalitas maka Allah SWT telah mengingkari atau menganulir kesempurnaan tatanan sistem yang telah di ciptakan-NYA serta Tuhan bertindak di luar koridor sifat Rahiim-NYA, adapun sifat Irodah yang mutlak menjadi sifat Tuhan takkan pernah bersifat kontradiksi.
kedua : Jika sebuah musibah terjadi dan murni hanya disebabkan oleh manusia maka Tuhan dengan segala kekuasaan-NYA tak memiliki otoritas apapun dan tak memiliki tujuan apapun dalam menciptakan manusia, akhirnya yang hadir hanyalah kesia-siaan dalam penciptaan sebuah makhluk yang disebut manusia. Dengan demikian timbullah pertanyaan tentang apakah ada sesuatu di luar keberadaan manusia, tidak mungkin suatu keberadaan ada tanpa ada yang mengadakan yaitu sesuatu yang ada (causa prima). Lalu apakah hanya kebetulan terjadi.
Kata kebetulan tak mendapatkan tempat dalam sebuah relitas, semua peristiwa atau kejadian terikat hukum causalitas serta terikat oleh maksud dan tujuan sampai pada sebuah titik hakikat.
Prinsip-prinsip dalam sebuah realitas meniscayakan kehendak dan syarat-syarat yang mampu mengaktualkan kehendak tersebut menjadi sebuah realita, serta selalu teriring makna dan pesan yang berfungsi menjadi landasan nilai yang termanifestasikan dalam realitas.
Perpaduan dari kedua pandangan tersebut akan melahirkan titik elaborasi, bahwa sebuah musibah terjadi karena adanya syarat-syarat yang terpenuhi untuk terjadinya sebuah musibah, kemudian musibah tersebut teraktualkan hanya karena adanya kehendak Tuhan.
Adapun persoalan kategori dalam tatanan realitas berada dalam domain persepsi, sebuah peristiwa yang dipersepsikan baik sekarang tidaklah mustahil bisa dipersepsikan sebagai musibah oleh orang lain saat ini atau di masa yang akan datang. Begitupun dengan sebuah peristiwa yang saat ini masuk dalam kategori buruk (musibah) bukanlah hal yang mustahil pula bahwa ada orang yang mempersepsikan baik di masa ini atau di masa yang akan datang.
Kedua realitas yang dipersepsikan ini diharuskan untuk tetap berada dalam koridor Syukur karena makna dan tujuan Tuhan berkehendak atas sebuah realitas tak pernah lepas dari sifat Rahiim yang dimiliki-NYA. Hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk memberikan sebuah makna dengan cara-cara yang terkadang akal tak mampu menjangkaunya saat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H