Mohon tunggu...
Dier Dzar Ghifari
Dier Dzar Ghifari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia bebas yang tengah berproses di tempat dan keadaan apapun, mencoba menyusun rangkaian-rangkaian pengetahuan yang tersebar di dunia ini entah di manapun atau dari siapapun. Mari berbagi dan ramaikan aspirasi dan gagasan kita sehingga mampu membisukan teriakan-teriakan kepalsuan para komparador.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Video Lipsync Yang Mengingatkan Tertawa Sebagai Manusia

7 April 2011   00:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dari kemaren kebelet banget pengen nulis (ngupdate) blog, tapi entah kenapa mata saya tak mampu menangkap persepsi menarik untuk saya pikir dan renungkan. Tidak bermaksud untuk melakukan justifikasi penting atau tidak penting pada setiap kasus yang terwartakan oleh Mass Media akhir-akhir ini, hanya saja akalyang saya miliki mengelompokkan kasus yang diwartakan atau terekam oleh raga inderawiakhir-akhir ini sebagai hal yang menjadi ruitinitas banal semata.

Manusia perampok uang nasabah, manusia penipu dengan modal skill komunikasi, pembangunan gedung wakil yang tak mewakili rakyat (pengisapan secara massal uang Negara) oleh para manusia elit jakarta, manusia penggila kekuasaan di sepakbola, manusia narsis yang selalu mencitrakan dirinya sebagai manusia santun, bersahaja, mewakili kepentingan bangsa dan seterusnya.

Dan yang terakhir adalah seorang manusia pelayan dan penjaga keamanan masyarakat yang melakukan tarian india sehingga mampu mengingatkan saya untuk tertawa sebagai manusia.

Begitulah potret-potret perilaku yang masuk dalam spesies manusia, spesies yang memiliki struktur paling komplit diantara spesies lainnya.

Dalam sebuah kajiannya Al-gahazali pernah mengungkapkan bahwa manusia memiliki mata sebagai indera yang berfungsi untuk menangkap bentuk realitas secara fisik di dalam ruang realitas dan mata bathin sebagai instrument penglihatan jiwa pada realitas yang merekam secara utuh hidup dan kehidupan.

Al-ghazali menyuguhkan sebuah menu pemikiran pada korelasi manusia yang hidup, mata indera selalu merekam realitas pada tatanan keingininan untuk menjadi. Melinda Dee (MD) adalah salah satu manusia yang mampu merepresentasikan bahwa Jenis Manusia yang disebut wanita haruslah berkulit putih, rambut yang selalu berubah warna, mengoleksi busana dari designer terkenal, memiliki kendaraan bermerek luar negeri dan sebagainya.

Sehingga untuk memenuhi keinginan untuk menjadinya ia akan melakukan apapun termasuk merampok uang nasabah dari satu rekening dan rekening lainnya walaupun pendapatan MD 50 juta perbulan. Oleh karena itu, gaji tinggi bukan jaminan kejujuran (Link).

Perihal merampok uang atau hak orang lain siapaun bisa melakukannya dengan tujuan untuk memenuhi keinginan untuk menjadi sesuai penglihatan mata indera, jika kita sudi untuk bercermin ulang perilaku merampok atau mengambil hak orang lain atau yang belum jelas haknya pun, menurut opini saya sama seperti kucing hitam di rumah saya yang selalu mengambil jatah ikan untuk saya makan.

Menariknya kucing akan selamanya menjadi kucing dengan ketetapan karakteristiknya, akan tetapi hal itu tidak berlaku untuk contoh manusia seperti MD, jika kali ini ia berperilaku seperti kucing maka ia pun bisa menjadi babi, anjing, kerbau, tikus dan sebagainya.

Yang paling celaka adalah saat mata bathin mulai berfungsi di hari akhir kelak, tentu kita akan merasakan takut pada diri kita sendiri sehingga kita tak berani untuk meliriknya sekalipun. Selain ketakutan rasa yang masih tersisa hanyalah penyesalan tentang cara menjalani hidup di kehidupannya.

Kemudian, saat saya menyaksikan Video Lipsync seorang Polisi bernama Briptu Norman saya pun teringat untuk tertawa sebagai manusia. Manusia yang tak dikendalikan oleh tuntutan atribut, manusia yang tak dikendalikan oleh keinginan untuk menjadi identitas yang diinginkannya. Hanya berperilaku sebagai manusia apa adanya.

Semoga saja kita selalu diingatkan untuk tetap menjadi manusia seutuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun