Hampir dua pekan ini, kita telah menikmati kreatifitas yang ditampilkan oleh seorang Briptu Norman, Seorang polisi Gorontalo yang terkenal melalui aksi lipsync lagu chaiya-chaiya.
Menjelang kepulangannya ke Gorontalo esok hari (menurut berita infotainmet tadi sore), saya hendak memberikan beberapa catatan selama Briptu Norman berada di Jakarta.
Yang pertama adalah aksi video lipsync briptu Norman amat kontras jika dibandingkan dengan penampilan di layar televisi (atau televisi saya yang bermasalah), kekontrasan performance ini mungkin bisa disebabkan beberapa faktor.
Faktor yang paling mungkin mempengaruhi performance adalah belum biasanya Briptu Norman menghadapi kamera (biasanya yang dihadapin hanya sebatas kamera handphone), faktor memungkinkan lainnya adalah perlakuan masyarakat terhadap Briptu Norman di berbagai kesempatan (maklum saja karena biasanya yang mengelu-elukan Briptu Norman hanya pacarnya) atau bisa disimpulkan kaget dengan popularitas yang didapatkannya.
Namun, hal yang patut di acungi jempol adalah sikap Briptu Norman yang tetap ingin menjadi polisi ketimbang jadiselebriti, bahkan secara tegas Briptu Norman menyatakan begitu kangen terhadap lingkungan pergaulannya di Gorontalo.
Bagi seorang Briptu Norman, popularitas dan kekayaan yang ditawarkan oleh Jakarta tak sebanding dengan kehidupan Briptu Norman di Gorontalo sebagai seorang polisi berpangkat Brigadir Satu, mungkin alasan itulah yang membuat Briptu Norman ingin berada di Gorontalo lagi secepat mungkin.
Keberadaan Briptu Norman di Jakarta berdasarkan misi yang diberikan oleh Kapolri untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap Polisi, banyak hal yang dikorbankan oleh Briptu Norman dalam menjalankan misi tersebut dan hasilnya pun Masyarakat Indonesia menyambut positif atas hiburan-hiburan yang dilakukan oleh Briptu Norman.
Namun sekali lagi, Briptu Norman adalah hanya seorang Polisi berpangkat Brigadir Satu yang mampu melampaui jalur-jalur konvensional untuk meraih apresiasi masyarakat(popularitas).
Karya otentik yang ditampilkan oleh Briptu Norman dalam Video Lipsync bertujuan untuk menghibur temannya yang sedang dirundung masalah keluarga, namun aksi tersebut malah mampu menghibur masyarakat Indonesia serta melupakan getirnya realita hidup yang sedang dijalani.
Keotentikan inilah yang menjadi variabel utama sehingga aksi Lipsync tersebut menghibur seluruh masyarakat Indonesia, tanpa rekayasa sedikitpun dan murni hanya berdasarkan untuk menghibur temannya yang sedang dirundung masalah, akan tetapi para pejabat teras Polri langsung memanfaatkan momen tersebut untuk merubah pandangan negatif masyarakat yang selama ini melekat kepada Kepolisian.
Masyarakat pun sejenak lupa terhadap rekening gendut jenderal Polisi dan skandal lainnya yang dilakukan oleh polisi kotor (mission complete).
Terkait keotentikan karya yang dikreasikan oleh Briptu Norman, menjadi nilai istimewa, mengingat pembuatan aksi Video Lipsync yang melejitkan namanya ke langit popularitas tersebut tak berdasarkan royalti atau popularitas, hanya sebatas membuat kreasi yang bermanfaat bagi orang lain dalam hal ini kawan sejawatnya di kepolisian yang sedang di rundung masalah keluarga.
Jika kita bersedia memperhatikan realita di sekeliling kita, banyak orang-orang biasa atau orang kecil (tidak berpangkat atau berkantor di gedung mewah) yang mampu memberikan karya untuk kemanfaatan orang lain, kita ambil contoh tukang sampah yang selalu setia setiap pagi mengangkut sampah-sampah di depan rumah kita, atau tukang becak yang setia mengantarkan kita dengan upah sekedarnya.
Dan tentu masih banyak contoh-contoh lainnya, dari orang kecil yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain yang jarang mendapatkan apresiasi .
Jika saya coba merelasikan dengan para penulis di dunia maya atau lebih kenal dengan Blogger dengan komunitasnya, mereka berlomba atau bersaing selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu untuk membuat karya-karya dalam bentuk tulisan yang bertujuan untuk bermanfaat bagi orang lain atau hanya sekedar berbagi pemahaman dan pandangan.
Mereka semua adalah para pendekar jari yang berusaha mewarnai dunia dengan prinsip dan idealisme yang di miliki.
Dalam hal ini, saya coba memberikan catatan bahwa karya besar selalu hadir melalui orang-orang kecil seperti Briptu Norman yang mampu memberikan dampak atau manfaat positif bagi masyarakat secara umum, mereka tak perlu memiliki fasilitas mewah berharga Rp 800 juta untuk menelurkan karya-karyanya.
Kepentingan mereka pun bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok, kepentingan yang mereka usung hanyalah kebermanfaatan untuk orang lain.
Dan yang terakhir saya akan mengutip sebuah kalimat dari seorang blogger senior yang menginspirasi saya di dunia blogging, kutipannya adalah “Tulis Saja, Jangan Ragu”.
.like_209 { background: none repeat scroll 0% 0% rgb(255, 255, 204); display: inline-block; border: 1px solid rgb(219, 205, 156); -moz-border-radius: 4px 4px 4px 4px; margin: 0pt 5px 0pt 0pt; padding-right: 5px; }.like_209:hover { background: none repeat scroll 0% 0% rgb(252, 252, 168); }.like_209 input { border: medium none ! important; vertical-align: middle; margin: 0pt 8px 0pt 0pt; }.like_209 img { border: medium none ! important; vertical-align: middle; margin: 0pt 8px 0pt 0pt; }.like_209 a:link, .like a:visited { color: rgb(51, 51, 51); font-size: 11px; text-decoration: none ! important; }.like_209 a:hover { color: rgb(51, 51, 51); text-decoration: none ! important; }.clear { clear: both; }
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H