Mohon tunggu...
Dier Dzar Ghifari
Dier Dzar Ghifari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia bebas yang tengah berproses di tempat dan keadaan apapun, mencoba menyusun rangkaian-rangkaian pengetahuan yang tersebar di dunia ini entah di manapun atau dari siapapun. Mari berbagi dan ramaikan aspirasi dan gagasan kita sehingga mampu membisukan teriakan-teriakan kepalsuan para komparador.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

“Menduniakan Agama dan Melangitkan Manusia”

29 Januari 2010   22:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:11 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

kenapa anda beragama? Pada kondisi modernisme yang berkembang saat ini, makna agama telah jauh melampui makna yang pertama kali dibawa oleh Nabi Muhamad ataupun agama semit lainnya. Terlalu banyak kekacauan yang diakibatkan oleh orang beragama yang beralibikan berdasarkan agama. Maka dari situ Jalaludin rakhmat membedakan agama dalam 2 definisi : Pertama : Agama intrinsic, yaitu agama yang dijadikan dasar atas semua aspek kehidupan, dari kehidupan social maupun kehidupan rohaniah. Dalam hal ini tidak ada sekat pembatas dalam 2 dimensi kehidupan ini. Hal ini dikarenakan adanya jaringan relasional antara pemaknaan keduanya. Kedua : Agama ekstrinsik, yaitu agama yang hanya dijadikan sebagai institusi legalitas formal karena keadaan social yang mengharuskan beragama, dalam hal ini agama hanya berperan sebagai pedoman relasi makhuk dan Penciptanya tanpa menyentuh kehidupan social. Dari kedua definisi dapat dianalisa bahwa agama pada saat ini telah menjadi sumber legitimasi dalam mensuperiorkan kekuasaan ekonomi, kekuasaan politik, dominasi pemikiran, serta penindasaan terhadap orang lain hal ini tentu menjadi pertanyaan besar yang dialamatkan kepada Tuhan? Apakah memang agama diturunkan ke dunia materiil ini memiliki peran untuk saling mengintimidasi satu sama lain. Dari sini diperlukan adanya reinterpretasi dan revitalisasi dalam pemaknaan agama, dalam hal ini Islam yang memiliki sejarah sebagai sebuah agama yang pernah mewarnai dunia dengan kejayaan peradabannya. Maka apabila yang terjadi demikian Tuhan yang selama ini ada dalam dunia imajiner kita aadalah Tuhan ciptaan kita sendiri, karena Tuhan yang Esa takkan pernah meninggalkan hambanya dalam keadaan apapun, karena Rahmat Tuhan kepada hambanya akan terus ada. Bahkan yang terjadi hamba itu sendiri yang selalu berperilaku menjauhkan Rahmat Tuhan. Islam yang diturunkan sebagai agama Rakhmataan Lilalamiin (Rahmat seluruh Alam), tentu tak bisa diterjemahkan sebagai sebuah kebiasaan ritual simbolik yang tak mempunyai implikasi terhadap keadaan social, maka dari sini seorang individu takkan menjadi cultus privatus ( interioristik ) melainkan menjadi cultus publicus ( eksterioristik ) yang memaknai ritual spiritual melalui perilaku yang progressif seperti halnya yang terjadi pada Nabi Muhamad SAW beliau menjadi seorang eksterioristik. Padahal Nabi Muhamad SAW yang notabene telah terjamin kesuciannya dan kemuliaannya, kenapa beliau selalu mengajarkan dan mengajak hamba lainnya untuk menuju kesucian dan kemulian? Pada aspek filosofinya manifestasi Tuhan adalah ciptaanya, logikanya jika Tuhan tak memiliki manifestasi materiil dalam hal ini manusia dan alam semesta maka ia bukanlah Tuhan. Kemudian logika yang terbangun bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Esa maka ada sebuah keuniversalan sifat fitrawi yang dibawa manusia. Maka apabila seorang individu yang bernama Nabi Muhamad SAW tidak mempunyai sense of social maka takkan tercapailah tujuan fitrawi keuniversalan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Esa. Pada aspek Tauhid, lebih dulu kita maknai tentang definisi etimologi tauhid. Tauhid bukanlah sebuah ilmu tentang Tuhan karena Tuhan tidaklah tunduk pada pengetahuan justru Tuhanlah sumber pengetahuan itu. Maka dari itu Tauhid adalah sebuah ilmu yang berbicara tentang bagimana menuhan dan bertuhan. Pada saat ini banyak manusia yang mengaku memiliki Tuhan tapi sedikit yang mengaktulisasikan bagaimana cara menuhan itu. Makna keesaan yang mereka bawa hanya sebatas pada sebuah kalimat persaksian serta pada aspek karakter kejiwaan yang ada tidak dapat melepaskan diri dari sandaran tuhan (“t” huruf kecil) yang langsung memberikan kesejahteraan dalam hidup. Dari seorang Michael Foucault saya amat merasakan bagaimana sebuah penerimaan sebuah pemikiran tanpa dilandasi berangkat dari keinginan sendiri adalah sebagai pola penindasan yang amat lembut sehingga terkadang manusia tak merasakan bahwa ia sedang ditindas. Terlenanya manusia oleh waktu akan berakibat sebuah keterjerumusan yang amat dalam ke dalam kegelapan kejiwaan yang tak mampu berpikir siapa dirinya? Melainkan mau menjadi siapa saya besok? Hal itu dilakukan terus menerus sampai menemui bahwa akhirnya kita akan dijemput oleh Malaikat pencabut nyawa. Apakah anda beragama? Lalu, kenapa anda beragama? Pada kondisi modernisme yang berkembang saat ini, makna agama telah jauh melampui makna yang pertama kali dibawa oleh Nabi Muhamad ataupun agama semit lainnya. Terlalu banyak kekacauan yang diakibatkan oleh orang beragama yang beralibikan berdasarkan agama. Maka dari situ Jalaludin rakhmat membedakan agama dalam 2 definisi : Pertama : Agama intrinsic, yaitu agama yang dijadikan dasar atas semua aspek kehidupan, dari kehidupan social maupun kehidupan rohaniah. Dalam hal ini tidak ada sekat pembatas dalam 2 dimensi kehidupan ini. Hal ini dikarenakan adanya jaringan relasional antara pemaknaan keduanya. Kedua : Agama ekstrinsik, yaitu agama yang hanya dijadikan sebagai institusi legalitas formal karena keadaan social yang mengharuskan beragama, dalam hal ini agama hanya berperan sebagai pedoman relasi makhuk dan Penciptanya tanpa menyentuh kehidupan social. Dari kedua definisi dapat dianalisa bahwa agama pada saat ini telah menjadi sumber legitimasi dalam mensuperiorkan kekuasaan ekonomi, kekuasaan politik, dominasi pemikiran, serta penindasaan terhadap orang lain hal ini tentu menjadi pertanyaan besar yang dialamatkan kepada Tuhan? Apakah memang agama diturunkan ke dunia materiil ini memiliki peran untuk saling mengintimidasi satu sama lain. Dari sini diperlukan adanya reinterpretasi dan revitalisasi dalam pemaknaan agama, dalam hal ini Islam yang memiliki sejarah sebagai sebuah agama yang pernah mewarnai dunia dengan kejayaan peradabannya. Maka apabila yang terjadi demikian Tuhan yang selama ini ada dalam dunia imajiner kita aadalah Tuhan ciptaan kita sendiri, karena Tuhan yang Esa takkan pernah meninggalkan hambanya dalam keadaan apapun, karena Rahmat Tuhan kepada hambanya akan terus ada. Bahkan yang terjadi hamba itu sendiri yang selalu berperilaku menjauhkan Rahmat Tuhan. Islam yang diturunkan sebagai agama Rakhmataan Lilalamiin (Rahmat seluruh Alam), tentu tak bisa diterjemahkan sebagai sebuah kebiasaan ritual simbolik yang tak mempunyai implikasi terhadap keadaan social, maka dari sini seorang individu takkan menjadi cultus privatus ( interioristik ) melainkan menjadi cultus publicus ( eksterioristik ) yang memaknai ritual spiritual melalui perilaku yang progressif seperti halnya yang terjadi pada Nabi Muhamad SAW beliau menjadi seorang eksterioristik. Padahal Nabi Muhamad SAW yang notabene telah terjamin kesuciannya dan kemuliaannya, kenapa beliau selalu mengajarkan dan mengajak hamba lainnya untuk menuju kesucian dan kemulian? Pada aspek filosofinya manifestasi Tuhan adalah ciptaanya, logikanya jika Tuhan tak memiliki manifestasi materiil dalam hal ini manusia dan alam semesta maka ia bukanlah Tuhan. Kemudian logika yang terbangun bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Esa maka ada sebuah keuniversalan sifat fitrawi yang dibawa manusia. Maka apabila seorang individu yang bernama Nabi Muhamad SAW tidak mempunyai sense of social maka takkan tercapailah tujuan fitrawi keuniversalan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Esa. Pada aspek Tauhid, lebih dulu kita maknai tentang definisi etimologi tauhid. Tauhid bukanlah sebuah ilmu tentang Tuhan karena Tuhan tidaklah tunduk pada pengetahuan justru Tuhanlah sumber pengetahuan itu. Maka dari itu Tauhid adalah sebuah ilmu yang berbicara tentang bagimana menuhan dan bertuhan. Pada saat ini banyak manusia yang mengaku memiliki Tuhan tapi sedikit yang mengaktulisasikan bagaimana cara menuhan itu. Makna keesaan yang mereka bawa hanya sebatas pada sebuah kalimat persaksian serta pada aspek karakter kejiwaan yang ada tidak dapat melepaskan diri dari sandaran tuhan (“t” huruf kecil) yang langsung memberikan kesejahteraan dalam hidup. Dari seorang Michael Foucault saya amat merasakan bagaimana sebuah penerimaan sebuah pemikiran tanpa dilandasi berangkat dari keinginan sendiri adalah sebagai pola penindasan yang amat lembut sehingga terkadang manusia tak merasakan bahwa ia sedang ditindas. Terlenanya manusia oleh waktu akan berakibat sebuah keterjerumusan yang amat dalam ke dalam kegelapan kejiwaan yang tak mampu berpikir siapa dirinya? Melainkan mau menjadi siapa saya besok? Hal itu dilakukan terus menerus sampai menemui bahwa akhirnya kita akan dijemput oleh Malaikat pencabut nyawa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun