Aksi bom yang meresahkan masyarakat kembali menyeruak di tanah pertiwi ini, setelah kita dikejutkan dengan pengiriman paket bom ke berbagai tokoh yang menjadi tokoh simbolik di bidangnya masing-masing, kemudian kita dikejutkan dengan aksi bom bunuh diri yang menghantam Mesjid Polresta Cirebon saat dilangsungkannya shalat jumat.
Serta yang paling terkini adalah rencana peledakan jalur pipa gas negara di dekat sebuah katedral yang berlokasi di Tangerang. Rencana peledakkan ini diperkirakan oleh banyak kalangan adalah pada saat umat Kristiani merayakan Paskah Agung, namun pihak kepolisian lebih dulu mendeteksi rencana tersebut sehingga kemudian mampu menemukan dan menjinakkan bom berdaya ledak tinggi tersebut sehingga rencana aksi teror tersebut dapat digagalkan.
Dari serangkaian bom yang terjadi dan keseluruhan aksi teror yang melanda Indonesia bisa diibaratkan “mencukur bulu jenggot, saat ini di cukur esok harinya tumbuh lagi dengan lebih banyak”. Terus menerus seperti itu, pemerintah pun seolah tak memiliki solusi utuh atas persoalan aksi teroris yang dilakukan oleh jaringan ekstrimis tersebut walaupun sudah memiliki UU terorisme dan telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Pada tulisan ini saya lebih menggunakan istilah “jaringan ektrimis” karena menurut saya kelompok yang melakukan tindakan teror tersebut memiliki pemahaman yang fundamental serta memiliki karakter yang radikal kemudian secara aktual perwujudan dari pemahaman fundamental dan karakter radikal ini mewujud pada aksi-aksi ekstrim dalam hal ini penggunaan kekerasan sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem yang menindas.
Akan tetapi ada sebagian individu yang juga memiliki pemahaman fundamental serta memiliki karakter radikal namun tak mengaktualkan pemahaman dan karakternya secara ekstrim.
Penindasan dan kekecewaan, inilah dua kata kunci yang menjadi sebab utama bentuk-bentuk perlawanan atau protesrakyat terhadap negara (sejenak kita melepaskan diri pada konteks agama). Individu-individu yang sadar terhadap keadaan yang sedang dijalaninya atau disebut kesadaran naif merupakan sebuah fase transisi menuju fase kesadaran kritis dalam hal ini memiliki penjelasan bahwa individu yang telah sadar dirinya sedang ditindas maka akan berusaha merubah keadaan tersebut dengan berbagai cara, namun terdapat dua arus besar metode yang digunakan untuk merubah keadaan.
Yang pertama, secara vertikal ; metode ini memiliki kecenderungan pola perlawanan dengan memposisikan vis a vis terhadap negara. Perlawanan secara vis a vis terhadap negaramemiliki dua karakteristik yakni co-operatif dan non co-operratif.
Pada domain co-operatif; kelompok individu yang melakukan perlawanan atau segala bentuk protes terhadap negara cenderung bersifat mengikuti jalur-jalur prosedural yang tersistemkan oleh sebuah negara contohnya seperti Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masyarakat dan sebagainya kelompok individu yang berada pada domain ini hanya bertujuan untuk menstrukturisasi negara secara individual dan tak banyak bergerak pada penanaman sistem.
Sedangkan kelompok individu yang berada pada domain non co-operatif cenderung bersifat melakukan aksi-aksi anarkis temporal yang bertujuan untuk menggangu stabilitas politik, sosial, keamanan sebuah negara selain itu kelompok individu yang berada pada domain ini memiliki akar ideologis yang sangat kuat sehingga meskipun berjatuhan korban pada individu-individu yang berada pada kelompok tersebut namun akar ideologis terus berkembang dan mampu melampaui kuantitas individu yang menjadi korban.
Yang kedua, secara horizontal ; kelompok individu yang menggunakan metode ini memiliki karakteristik yang lebih sederhana. Mereka melakukan perlawanan atau bentuk protes terhadap negara dengan terus berusaha melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara, kelompok ini meyakini jika terus bergantung terhadap negara maka selama itu pula kita mengharapkan ditindas oleh negara.
Secara sederhana logika premis yang terbangun adalah jika seorang warga negara sadar bahwa dirinya tertindas oleh sistem (suprastruktur) yang digunakan oleh negara (infrastruktur) maka negara (infrastruktur yang menindas), kemudian jika seorang individu masih menggantungkan harapan terhadap sebuah infrastruktur penindas maka ia berharap ditindas oleh infrastruktur tersebut. Secara pola pun kelompok individu yang menggunakan metode horizontal ini bergerak secara linier yang bertujuan untuk menyusun sistematika ide yang berpihak pada tataran linier (rakyat), secara aktual metode ini melakukan pendidikan penyadaran terhadap masyarakat untuk melakukan inovasi-inovasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang mendasar seperti sandang, pangan dan papan.
Kemudian jika kita mencoba membangun opini terhadap aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini berdasarkan dua arus besar metode yang digunakan, maka akan mengerucut pada kesimpulan bahwa aksi teror yang terjadi bersumber pada sebuah keadaan ketertindasan serta bentuk kekecewaan individu terhadap negara. Aspek karakter radikal yang tertanam pada individu yang melakukan aksi teroris tersebut terjebak pada heroisme syahid yang di doktrinkan kepadanya. Sehingga jika memang tujuan bentuk perlawanan ini untuk melakukan re-sistematisasi negara maka tujuan tersebut adalah sebuah euforia belaka.
Oleh karena itu, aksi terorisme yang terjadi di Indonesia saat ini tak memiliki kaitan utuh terhadap ajaran Islam yang selama ini terkarakterkan sebagai agama yang mengajarkan kekerasan.
Islam mengajarkan pada setiap individu untuk berusaha merubah keadaannya sendiri secara jihad (bersunguh-sungguh) jika dalam proses jihad tersebut ia meninggal maka akan tergolongkan syahid (orang yang telah berjuang untuk merubah keadaannya). Jikapun kekerasan fisik yang boleh digunakan adalah pada saat umat Islam diperangi secara fisik dan di usir di sebuah wilayah, maka kekerasan berhak untuk digunakan. Secara garis besar Islam adalah agama Rahmattan Lil-Alamiin yang selalu menjunjung tinggi keadilan terhadap saudara seimannya atau saudara yang tidak seiman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H