Mohon tunggu...
Dier Dzar Ghifari
Dier Dzar Ghifari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia bebas yang tengah berproses di tempat dan keadaan apapun, mencoba menyusun rangkaian-rangkaian pengetahuan yang tersebar di dunia ini entah di manapun atau dari siapapun. Mari berbagi dan ramaikan aspirasi dan gagasan kita sehingga mampu membisukan teriakan-teriakan kepalsuan para komparador.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bom Buku Dan Kekerasan Lainnya Membungkam BIN

19 Maret 2011   00:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:39 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditemani secangkir kopi hitam, kali ini saya pusatkan perhatian pada semakin menurunnya kepercayaan masyarakat pada penjaminan keamanan dari pemerintah. Periode awal 2011 ini saja masyarakat sudah menyaksikan bagaimana tindak kekerasan yang dialami oleh pengikut Ahmadiyah, penyerangan dan pembakaran gereja yang terjadi di Magelang serta yang teraktual adalah aksi bom buku. Lalu dimana peran inteljen yang konon bertugas untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan di teritorial Negara Indonesia?

Dari serangkaian peristiwa kekerasan yang telah terpublikasikan oleh media, menunjukkan fakta unik bahwa alur peristiwa kekerasan yang terjadi sering kali dalam jeda waktu yang tidak terlalu lama. Tentu jika peristiwa kekerasan ini dilakukan by design maka seharusnya pihak inteljen mampu mendeteksi sejak dini sebuah rencana kekerasan yang sedang atau telah didesign. Oleh karena itu, langkah-langkah preventif dalam koridor penjaminan rasa aman dari pemerintah kepada warga negaranya bisa berjalan.

Sedikit menyoroti tentang institusi inteljen dalam hal ini BIN, secara definitif BIN adalah sebuah instrumen milik pemerintah yang statusnya sama dengan TNI dan POLRI. Ketiga instrument yang berjalan di ruang hukum dan keamanan ini diakui atau tidak, kurang memiliki sifat independen atau bebas intervensi penguasa, hal ini telah terekam oleh fakta sejarah bahwa keberadaan ketiga institusi ini sering kali digunakan oleh kepentingan penguasa secara sepihak.

Jika boleh saya analogikan, saya memiliki satu buah sapu. Sebagai pemilik sapu saya berhak menggunakannya untuk hal apapun walaupun terlepas dari fungsi mendasar sapu adalah sebagai pembersih sampah dan kotoran. Jika saya menggunakan sapu itu untuk memukul objek, maka tujuan yang dimiliki oleh fungsi dasar tersebut takkan tercapai.

Analogi di atas selaras dengan pemberitaan media Australia yang memuat berita tentang penggunaan kekuasaan oleh Presiden SBY, terlepas dari pemberitaan tersebut berdasarkan sebuah fakta atau wacana mentah. Akan tetapi mampu menunjukkan lemahnya pemerintah dalam mengelola informasi dan koordinasi bidang-bidang yang terkait di dalamnya.

Sekali lagi semakin jelas keraguan saya ditulisan sebelumnya terhadap komitmen SBY dalam melayani rakyat Indonesia, seyogyanya setiap instrumen yang dimiliki oleh pemerintah dipergunakan sebagaimana fungsi dasarnya agar tujuan yang dimiliki oleh instrumen tersebut tercapai

1300492997121461273
1300492997121461273

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun