Mohon tunggu...
Dier Dzar Ghifari
Dier Dzar Ghifari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia bebas yang tengah berproses di tempat dan keadaan apapun, mencoba menyusun rangkaian-rangkaian pengetahuan yang tersebar di dunia ini entah di manapun atau dari siapapun. Mari berbagi dan ramaikan aspirasi dan gagasan kita sehingga mampu membisukan teriakan-teriakan kepalsuan para komparador.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berusaha Bukanlah Sebuah Pilihan Tapi Keniscayaan Sebagai Manusia

18 April 2010   16:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam realita yang sedang kita jalani kini, pendengaran kita terlalu sering disuguhi atau disajikan dengan kata; “manusia itu terbatas, jadi hanya begini adanya kemampuanku”, atau juga dengan bahasa berbeda “maafkan aku dengan segala keterbatasanku”.

Dari sedemikian banyak ungkapan yang mengemuka bahwa kata terbatas selalu menjadi sandaran seseorang dalam pembenaran atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga diharapkan munculnya toleransi dari objek bicara.

Hakikatnya manusia terbatas hanya oleh unsur materiil (ruang, waktu, dan raga), akan tetapi manusia juga memiliki unsur imateriil (rasa, empati, hasrat, dan sebagainya) yang tak terbatasi oleh unsur materiil. Karena kedua unsur ini hadir melalui kehendak-NYA yang merupakan perwujudan manifestasi Sang Pencipta, sebuah manifestasi yang memiliki sifat potensial yang bisa menghasilkan sebuah akibat aktual. Kedua unsur inipun tak bersifat saling kontradiktif sehingga kedua unsur ini mampu untuk menguatkan intensitas potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk membatasi diri atau mempersepsikan diri dalam keterbatasan hanyalah sebuah istilah lain dari kata “MENYERAH” atas sebuah keniscayaan dalam gerak substansial seorang manusia fitawi, maka sikap “MENYERAH” adalah sebuah pengkhianatan atas kefitrawian.

Jika memang manusia memiliki keterbatasan dalam potensi, apakah patut kita salahkan manusia yang membuat perjanjian dengan Tuhan, saat Tuhan mengembankan sebuah amanah menjadi khalifah di muka bumi? Apakah saat itu hanya kesombongan yang muncul saat makhluk Tuhan lainnya menolak untuk mengemban amanah tersebut? Lalu kenapa Tuhan menawarkan amanah tersebut kepada manusia padahal saat itu malaikat berusaha memberikan pertimbangan bahwa ciptaan Tuhan yang disebut dengan manusia akan merusak? Subhannallah, sungguh hanya Tuhan yang maha mengetahui dari yang tidak diketahui makhluk-NYA.

Makna implisit yang terkandung dalam perjanjian primodial yang dibangun antara Tuhan dan Manusia (Hamba-NYA), bahwa Tuhan telah menganugerahkan kemampuan terhadap manusia untuk terus berusaha dan berusaha sehingga mampu melampaui batas-batas kemanusiaan yang melekat.

Maka afirmasikanlah kepada akal yang dimiliki oleh tubuh, bahwa keterbatasan bisa dilampaui oleh kesadaran untuk terus melakukan gerak-gerak substansial dalam kerangka fitrah menuju Kesempurnaan-NYA.

JANGAN PERNAH MENYERAH KAWAN KARENA MENYERAH ADALAH SEBUAH PENGINGKARAN EKSISTENSI, SERAHKANLAH SEMUA PERKARA HANYA KEPADA ALLAH BUKAN KEPADA TUBUH YANG FANA INI, BIARKAN ALLAH YANG MENENTUKAN SEMUA PERKARA DALAM SETIAP REALITAS YANG KITA MILIKI.

Semoga kata-kata ini mampu menggugah kesadaran untuk terus berusaha dalam menggapai cinta-NYA. Amiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun