Mohon tunggu...
Dier Dzar Ghifari
Dier Dzar Ghifari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia bebas yang tengah berproses di tempat dan keadaan apapun, mencoba menyusun rangkaian-rangkaian pengetahuan yang tersebar di dunia ini entah di manapun atau dari siapapun. Mari berbagi dan ramaikan aspirasi dan gagasan kita sehingga mampu membisukan teriakan-teriakan kepalsuan para komparador.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Ngonde Pak Beye, Jangan Dibonsai KPK Kami

2 April 2011   03:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Nusantara ini beberapa tahun silam mampu menjadi penghilang rasa haus dahaga masyarakat terhadap pemberantasan korupsi yang semakin menjadi dari tahun ke tahun. Modus yang digunakannya pun semakin beragam, seolah seperti perlombaan, para pejabat Negara yang memang menjadi objek pengawasan KPK terus menunjukkan sikap-sikap koruptif. Sikap-sikap ini tak terlepas dari budaya korupsi yang sudah mengakar rumput dan menjalar seperti penyakit kulit di Negeri ini.

Dalam perjalanannya KPK pun mendapatkan banyak rintangan, tentu masih ingat di benak kita bagaimana pertarungan cicak vs buaya yang berakhir pada penumbalan Ketua KPK saat itu yakni Antasari Azhar yang dipidanakan atas kasus pembunuhan seorang pengusaha. Selain itu, ingatan kita pun masih belum tergantikan dengan percobaan kriminalisasi pimpinan KPK yakni Bibit-Chandra dengan berbagai macam intrik yang dilakukan. Dan hal yang paling tidak wajar adalah masa tugas Ketua KPK yang hanya berdurasikan satu tahun, padahal terpilihnya Busyro Muqoddas sebagai pimpinan KPK melalui mekanisme independen dan terpercaya. Sehingga kemunculan Ketua KPK baru ini adalah melalui penjaringan terbaik yang pernah dilakukan oleh sistem pemilihan Negeri ini di lembaga apapun.

Dari sekian banyak kasus yang menerpa KPK rasanya cukup layak apabila kita menyimpulkan bahwa pemerintahan SBY tak memiliki integritas utuh dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Bukti ketidak integritasan pemerintahan SBY ini terlihat jelas dengan penyusunan RUU Tipikor yang berlarut-berlarut. Kali ini pemerintah terus mengulur-ulur pembahasan RUU Tipikor yang merupakan landasan gerak dari KPK. Poin utama yang menjadi masalah adalah penjatuhan hukuman mati bagi para koruptor yang sekali lagi menunjukkan sikap pemerintah yang ngonde. Pemerintah seolah tak berani menetapkan hukuman mati bagi para koruptor karena takut menimpa dirinya. Kali ini saya tak mau bersikap berprasangka baik, ketidak jelasan dan ketidak tegasan pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi membuat saya antipati. Serta yang menarik adalah ada pasal yang menyatakan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan Negara dibawah 25 juta akan bebas dari hukum pidana korupsi apabila kerugian tersebut dikembalikan ke kas Negara. Tentu hal ini kontradiktif dengan asas hukum yang tak mengacu pada besar kecilnya nominal kerugian layaknya dagang, tapi status dari tindakan yang dapat merugikan Negara seharusnya layak dikedepankan.

Mengingat ketidak tegasan pemerintah dalam pemberantasan korupsi sehingga menimbulkan pesimistis bagi masyarakat. Saatnya rakyat yang mengambil alih secara langsung penyusunan RUU Tipikor dari pemerintah, dengan melibatkan LSM seperti ICW dan berbagai lembaga akademis sehingga RUU Tipikor mampu melepaskan KPK dari pembonsaian pemerintah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun