Dengan tubuh lunglai Ranti seolah enggan beranjak dari tempat tidurnya. Ranti segera mengambil handuk untuk segera mandi menjalani aktifitasnya setiap hari. Di depan kaca kamarnya, Ranti mematutkan wajahnya seraya berusaha mengeluarkan senyumannya meski terlihat gundah hatinya.Â
Ranti berjalan guntai ke sepeda motornya yang selama ini selalu menemaninya kemanapun dia pergi.Â
Ayo semangat.....
Teriak batin Ranti.
Sepeda motornya berjalan melewati jalanan yang biasa dia lalui. Ranti mengendarai sepeda motornya sambil sesekali mendendangkan lagu kesukaannya demi membuat hatinya gembira. Ranti dikenal sebagai sosok yang riang dan suka membantu siapapun yang membutuhkannya.Â
Ranti selalu berusaha suasana hatinya selalu gembira walau sebenarnya sedang bersedih. Bagi Ranti, hari ini adalah awal dari hari esok dan hari kemarin adalah masa lalu yang harus dapat diambil hikmahnya dan diperbaiki hari ini.
Hai..... Apa kabar?Â
Sapa Ranti pada semua orang yang ditemuinya.
Hai juga.... Kabar baik, terima kasih
Sapa mereka serentak.
Ranti selalu berusaha menyapa terlebih dahulu siapapun yang ditemuinya, baik yang Ranti kenal maupun tidak Ranti kenal sekalipun. Kadang mereka yang tidak mengenal Ranti selalu menyapa sambil bertanya,Â
Maaf tinggal dimana? siapa ya....
Saya Ranti.... Rumah saya di Jalan Kenangan
Saya Yani.... Kebetulan kita tetanggaan
Jawab Yani sambil tersenyum.
O iya..... Â
Jawab Ranti dengan nada gembira.
Akhirnya tanpa disangka Ranti dan Yani pun saling berbincang layaknya teman, meski baru kenalan saat itu juga. Tanpa disadari banyak mata memandang mereka dan sesembari mereka ikut nimbrung berkomentar. Ranti selalu membuat suasana menjadi akrab yang awalnya terlihat kaku.Â
Sehingga tanpa mereka sadari sudah lebih dari satu jam mengobrol dengan santainya berdiri di tengah taman kota. Â Ranti pun kemudian pamit kepada Yani dan masyarakat sekitar untuk segera pulang mengerjakan aktifitas lagi.
Bagi mereka yang belum mengenal Ranti pasti mengira Ranti adalah sosok yang jutek dan sinis. Namun begitu Ranti mengembangkan senyumannya seolah dapat merobohkan gunung es di kutub selatan. Ranti dalam pergaulannya sehari-hari selalu ringan tangan siap membantu siapa saja yang membutuhkannya. Seolah terlihat menunjukkan sosok yang tidak pernah dendam dan marah pada seseorang.Â
Walau kadang banyak yang mencoba membuat suasana hatinya buruk, namun Ranti selalu berusaha berpikiran positif dan mengambil hikmah dari setiap masalah. Dalam lingkungan tempat tinggalnya, Ranti terkenal suka membantu tetangga yang membutuhkan, walau kadang ada nada sinis mengomentari sikap Ranti.Â
Ada suatu ketika terdengar nada sumbang tentang Ranti, memang Ranti selalu bersikap apa adanya dan tidak suka berpura-pura. Begitu Ranti mendengar nada sumbang itu, Ranti tetap saja cuek mengomentari tanggapan mereka yang ingin tahu bagaimana sebenarnya yang terjadi dan siapa Ranti.Â
Ranti malah bersikap seolah nada sumbang dan sinis itu benar adanya dengan tanpa ada bantahan darinya. Seolah apa yang sudah tersebar di telinga mereka benar adanya. Ranti bersikap tidak peduli dan malah seolah membenarkan bahwa apa yang menjadi anggapan mereka seperti apa yang sudah tersebar.Â
Kadangkala Ranti tertawa sendiri, begitu mudahnya orang mengumbar hawa napsunya dengan menjelek-jelekkan orang lain tanpa mengoreksi diri sendiri.Â
Bagi Ranti apa yang terjadi pada dirinya hanyalah ujian dan cobaan dari Tuhan, karena api tanpa asap tidak akan mudah terbakar dan tersebar dengan mudahnya terbawa angin. Â Tadinya hanya api kecil, dengan adanya angin berhembus bisa membuat api itu semakin besar dan membakar tungku.Â
Bagi Ranti lebih berat menjaga lidah daripada menjaga anggota badan lainnya, karena lidah tidak akan keliatan bisa langsung menusuk kedalam relung hati, tidak seperti anggota badan lainnya yang kalau terluka bisa langsung diobati. Hati orang yang terluka akan sulit diobati bila bukan orang itu sendiri yang dapat memaafkan orang lain, namun kadang kata maaf pun tidak akan bisa melupakan apa yang telah terjadi.Â
Jadi sebagai manusia, lebih baik kita lebih banyak bersikap toleransi dan tepo saliro terhadap orang lain. Hal ini nampaknya dalam kehidupan sekarang ini sudah mulai terkikis dengan semakin rapuhnya iman dan tuanya bumi. Bumi yang tempat berpijak makhluk hidup sudah tidak mampu lagi menopang beratnya dosa manusia yang dikeluarkan dari lidah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H