KESAN UNTUK BUKU "MENIKAM JEJAK" (Otobiografi Sofyan Tanjung)
"Bung Dien Makmur, bukunya telah dikirimkan paket Pos khusus, semoga diterima dengan baik. Mohon umpan balik yang edukatif untuk kebaikkan isi buku itu, catatan kakinya belum, karena dicetak hanya 50 eks saja butuh apresiasi teman-teman, diantaranya anda. Terima kasih respoinnya. Koreksilah sejujurnya katakanlah pada saya. Baru pertama kali aku menulis buku itu."
Demikian isi inbok Sofyan Tanjung, yang selanjutnya saya panggil dengan sebutan "Ayah Sofyan"-- tersebab begitu jauhnya selisih usia di antara saya dengan beliau maka kiranya pantas jika saya panggil dengan sebutan seperti itu. Ya, Ayah Sofyan. Lelaki turunan Minang yang saya kenal lewat media sosial Facebook, lantaran saking seringnya kita berinteraksi maka sewaktu beliau memiliki keinginan untuk menulis otobiografinya tak sungkan-sungkan saya menodong untuk minta dikirimi satu.
Tak lama berselang dalam hitungan beberapa hari setelah beliau inbok, paket POS berisi buku dengan judul "MENIKAM JEJAK" saya terima. Ternyata setelah saya buka dengan sekilas, buku tersebut memiliki tebal halaman 336 kemudian tebagi menjadi 63 sub judul. Selanjutya, tanpa buang waktu lama lagi--tentu tak lupa dengan terlebih dulu menyeduh secawan kopi hitam serta menyiapkan sebungkus rokok kretek--saya langsung berenang mengikuti alir tulisannya. "Kira-kira apa yang ingin disampaikan oleh Ayah Sofyan dalam buku ini?" Begitu kata hati saya waktu itu, ketika menimang-nimang buku dengan sampul gambar lelaki paruh baya dengan perawakan gagah berbatik dan bertopi merah yang tengah mengetik menggunakan mesin tik jadul (baca; jaman dulu).
Buku yang diawali dengan kata sambutan dari orang nomer wahid di Kepulauan Riau saat ini yakni Bapak Gubernur DR.Drs. H. Suhajar Diantoro, Msi kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari Walikota Tanjungpinang yakni Dra. Hj. Suryatati A. Manan, betapa menunjukkan bahwa Ayah Sofyan adalah bukan orang sembarangan umumnya di Kepulauan Riau dan khususnya di Tanjungpinang, karena tentu tak sembarang orang nasibnya semujur beliau mendapat kata sambutan dari kedua orang penting tersebut. Sampai di sini, rasa keingintahuan saya tentang sosok Ayah Sofyang kian bertambah. Kemudian saya lanjutkan dengan membaca sub judul pertama yakni "Menikam Jejak"
cinta tiada akhir di ranjang takdir ini, kita mengisi ruang dan waktu
menikmati madu cinta pengantin remaja kita, adinda
seakan-akan Tuhan tidak berguna lagi di mata hatimu
karena keangkuhan kita menantang dunia
inihistoria vitae magistra. sejarah membuat kita bijak
Selain sajak cantik ini sebagai mukadimah yang sempurna pada sub judul "Menikam Jejak", pada sub judul ini saya juga temukan kemahiran Ayah Sofyan dalam merangkai pengantar tujuan ditulisnya buku otobiografi kehidupannya. "Semua karena cinta" demikian Ayah sofyan menjelaskan. Cinta yang beliau dapatkan dari seorang Ibu yakni Bari Allah (perempuan pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan), cinta yang didapatkan dari sosok Ayah yakni Engku Safi'i, cinta pertama yang didapatkan dari sosok perempuan cantik Samsidar, cinta yang didapatkan dari mantan-mantan istrinya, cinta yang tidak pernah berkesudahan pada anak dan cucu-cucu beliau.
Lembar demi lembar buku ini saya baca dengan nikmat. Satu paket sejarah yang terangkum dalam otobiografi sarat dengan tauladan, tentang dunia percintaannya, tentang suka-dukanya di dunia niaga, tentang segala perjuangannya menggembala Banteng yang kemudian menjadi kendaraan politiknya ke kursi dewan, tentang sepak terjangnya di dunia jurnalis yang masih beliau jalani hingga saat ini, di usianya yang sudah mencapai 72 tahun. Semua diceritakan secara runtun dengan kemasan gaya bahasa yang mudah dimengerti.
Ayah Sofyan memang petarung sejati. Berkat kerja keras, ketekunan, dan kesabarannya patut jika diakui banyak orang memuji akan keberhasilannya. Dalam kehidupan memang harus ada yang diperjuangkan, tentu saja dalam hal yang positif. Setiap orang memiliki sejarah hidup yang berbeda-beda, dengan perjuangan yang panjang penuh rintangan, tantangan, bahkan cobaan yang bertubi-tubi. Tapi Tuhan sangat bijaksana dalam hal ini, ada pepatah bijak, "barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil, tapi barang siapa yang tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya, maka ia akan menyesal di akhirnya."
Kesimpulan saya, "barangkali bigini, cara bertuturnya orang yang memiliki ilmu padi". Apa yang akan saya koreksi dari tulisan "Sang Maestro"?
Salam santun
Anakmu