Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Belajar dari Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa

12 Juni 2011   05:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:35 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa , sebuah perjalanan mengelilingi nusantara Indonesia, yang dilakukan oleh dua jurnalis, Farid Gaban dan Ahmad Yusuf, sekitar 10 bulan pada bulan Juni 2009-2010, menggunakan sepeda motor.

“Kami menyebut perjalanan kami sebuah ekspedisi, Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa, dengan tujuan utama mengagumi dan menyelami Indonesia sebagai negeri kepulauan dan negeri bahari. Serta melaporkannya dalam bentuk buku dan video dokumenter. Sama sederhananya dengan peralatan dan metode perjalanan kami, gagasan berkeliling Indonesia ini juga berawal dari pikiran sederhana. Sebagian dipicu oleh rasa bersalah……...” Farid Gaban

Ekspedisi ini dilakukan dengan “modal dengkul”, yang modal utamanya adalah cita-cita, faith dan jauh dari gemerlap sponsor.

“Untuk menghemat biaya semurah mungkin, kami memilih sepeda motor sederhana, Honda Win 100 cc. Itupun kami beli bekas. Sepeda motor Yunus buatan 2005, sementara yang saya kendarai lima tahun lebih tua umurnya dari itu. Kami beli di Bandung, keduanya dimodifikasi menjadi trail untuk mengantisipasi medan yang mungkin kami hadapi.” Farid Gaban

Yang unik adalah, dengan dibantu oleh tim pendukung jarak jauh (alias rekan-rekan sesama jurnalis), ekspedisi ini menjadi interaktif karena menggunakan jejaring social seperti facebook untuk share foto, video, tulisan dan diskusi serta mendapatkan input-input dari para facebooker lain yang tersebar di Indonesia.

“Perjalanan ini seperti ditemani oleh beramai-ramai teman” kata Farid Gaban, dalam diskusi Sabtu sore (11/06/11) di Tobucil, Jl Aceh Bandung.Dalam diskusi yang dihadiri oleh sekitar 25 orang, Farid Gaban memutar dokumenter perjalanannya. “Masih banyak footages yang belum di-edit dari hasil perjalanan ini” Kata Farid, yang juga membawa dua buku coffee table yang berisi foto keindahan alam bawah laut Indonesia. Buku ini baru dummy dan belum diluncurkan secara resmi.

[caption id="attachment_116065" align="alignnone" width="584" caption="Rute Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa"][/caption]

Secara garis besar, rute perjalanan dimulai dari Jakarta, menyeberang ke Lampung, menyusuri pantai barat Sumatera, termasuk Pulau Mentawai, Nias, Simeulue hingga Banda Aceh dan Pulau Weh, lalu turun ke pesisir pantai timur pulau Sumatera, sebelum menyebrang ke Kalimantan, Sulawesi hingga pulau Miangas, pulau terluar yang berbatasan dengan Mindanau, Filipina, lalu Raja Ampat Papua hingga Merauke. Ekspedisi kembali dilanjutkan dengan menyeberang ke Timor, Flores, Lombok dan kembali ke Jawa, mengunjungi Sidoarjo sebelum kembali ke titik awal, Jakarta.

Perjalanan mengelilingi 80 pulau di nusantara ini menghasilkan 70 jam videofootages, ribuan foto dan puluhan tulisan. “Negeri kita sangat indah dan sangat kaya” Kata Farid. “Semakin kita kenal Indonesia, semakin banyak yang ternyata tidak kita ketahui tentang Indonesia”.

"Kalaupun tersesat kami beruntung bertemu orang-orang biasa yang luar biasa. Bertemu, bertukar cerita, dan mendengarkan celotehan mereka, kami merasa tersesat di jalan yang benar. Mereka adalah orang-orang yang terlupakan (atau dilupakan) yang justru mengisi dan memperkaya Nusantara. Inilah catatan cerita mereka itu. Cerita tentang mereka mengalir. Memperkuat. Saling menaut dan menjalin menjadi cerita tentang Indonesia. Ibarat sebuah kain tenun, dari seuntai serat alam menjadi benang. Dan kemudian berpilin menjadi kain. Memberikan kehangatan pada tubuh manusia yang telanjang." Ahmad Yunus

Poin-poin di bawah ini adalah hal-hal yang saya pelajari dari diskusi menarik tentang Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa.

1. Upaya Sebuah Niat

  • Kekuatan sebuah mimpi. Sebuah mimpi dapat menjadi bahan bakar yang efektif. Ungkapan “the sky is the limit” sepertinya cocok diungkapkan disini.Farid Gaban melakukan ekspedisi ini diawali dari sebuah niat dan “rasa bersalah”, karena 25 tahun bekerja sebagai wartawan, Farid merasa lebih banyak meliput berbagai hal, termasuk peristiwa-peristiwa penting di luar negeri, tetapi masih sedikit tentang negeri sendiri. “Saya merasa hanya tahu sedikit tentang Indonesia, negeri besar di halaman rumah sendiri. Terlalu sedikit.” Farid Gaban
  • Faith dan trust Hal umum yang ditanyakan oleh para pembaca atau peserta diskusi mengenai perjalanan adalah faktor keamanan. “Bagaimana menghindari perampok?” “Apa benar penduduk setempat bisa sangat tdak ramah”, “bagaimana kalau perahu tenggelam atau ketabrak mobil?” dan lain sebagainya. Memiliki faith dan trust adalah hal yang penting. Percaya akan hal-hal baik yang akan datang pada kita, percaya bahwa akan ada jalan dan kemudahan. Farid mengaku bahwa perjalanan dari Sabang hingga Merauke, orang-orang Indonesia yang ditemui sangat baik dan ramah. Tentu hal ini tidak lepas dari bagaimana kita membawa diri dan beradaptasi dengan penduduk di lokasi yang kita datangi. Kekhawatiran dan ketakutan kita seringkali menghalangi kita untuk melakukan dan menjalani impian kita. Persiapkan sebaik mungkin rencana dan kembangkan “faith dan trust” dalam diri kita.

2. Persiapan Ekspedisi

  • Membaca dan riset Riset, menggali informasi dan rajin membaca, adalah hal-hal penting untuk merancang sebuah ekspedisi. Informasi saat ini sangat mudah didapat, dan gratis. Internet, mailing-mailing list dan sumber literature yang ada adalah sumber pengetahuan yang sangat berharga untuk mengenali suatu tempat. Farid banyak membaca, jauh sebelum Farid Gaban dan Ahmad Yusuf memutuskan untuk melakukan ekspedisi dan benar-benar melakukannya. Termasuk membaca berbagai buku sejarah seperti catatan Bung Hatta, Sutan Sjahrir, dan lainnya. Hal ini juga untuk membantu memberikan pemahaman dan konteks pada sebuah tempat. Kalau tidak, sebuah tempat akan tetap menjadi sebuah tempat, tanpa kita mengerti mengapa tempat tersebut memiliki makna. “Karena membaca catatan Bung Hatta tentang Digul, hal ini menjadi motivasi saya untuk pergi ke sana”. Farid Gaban.

[caption id="attachment_116066" align="alignnone" width="500" caption="Motor yang digunakan Farid Gaban dan Ahmad Yunus"][/caption]

  • Menentukan rute Dari hasil riset, rute ekspedisi ditentukan. Dari titik mana ekspedisi akan dimulai, melewati apa saja, mengapa mesti melewati rute tersebut, prediksi jarak dan waktu, dan sebagainya ditentukan untuk membuat rute perjalanan.
  • Sumber daya Bagi perjalanan yang melibatkan banyak sponsor, sumber daya seperti dana dan logistik, tidaklah menjadi sebesar jika perjalanan ini dilakukan dengan “modal dengkul”. Berbekal dua motor tua, (untungnya sempat dijajal) dengan logistic seadanya yang diikatkan ke badan motor, sebenarnya tergolong dalam “ekspedisi modal dengkul yang nekat”. Meskipun demikian, Farid Gaban dan Ahmad Yusuf menyadari berbagai keterbatasan itu dan mencoba mengantisipasinya. Misalnya, menyadari kondisi motor bekas yang tidak se-fit motor besar yang biasa digunakan untuk perjalanan jauh, Farid dan Ahmad, memutuskan untuk tidak melakukan perjalanan di malam hari. Sumber daya apa yang diperlukan selain dana? Jika boleh disimpulkan, beberapa sumber daya ini adalah: 1)niat, motivasi, persiapan riset dan informasi 2) sumber dana, baik dari kantong pribadi, maupun dengan berbagai cara seperti menginap dirumah penduduk atau kenalan yang dapat menghemat biaya penginapan 3)antisipasi terhadap kemungkinan yang terjadi 4) tim pendukung yang baik. Dalam kasus ini, Farid dan Ahmad beruntung memiliki “tim pendukung” jarak jauh yang membantu perjalanan, terutama dalam mencarikan informasi, akses, berbagi info di media social. Tidak adanya sponsor dan tim logistik yang ikut mendampingi perjalanan, bukan dijadikan sebuah alasan utama untuk melakukan perjalanan. Asal, persiapan tetap dilakukan, dan bahkan dengan lebih rinci untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi.

4.3. Pack your curiosity and leave your expectations at home.

Sebuah perjalanan, meskipun yang sudah dirancang dan direncanakan sedemikian rapi, tetap mengandung resiko.Laptop dan kamera baru Farid tidak dapat digunakan, karena rusak masuk ke air laut pada saat di Mentawai. (untungnya tim pendukung di Jakarta membantu mencarikan kamera bekas yang meskipun kinerjanya tidak sebaik kamera lama, tapi tetap bisa digunakan) Teman perjalanan dapat menjadi “tulang punggung” atau “musuh dalam selimut” yang membuat perjalanan tidak lagi menjadi nyaman. Tidak peduli secocok apapun kita dengan rekan perjalanan kita, berbagai kondisi yang melelahkan di perjalanan dapat membuat sebuah hubungan menjadi tegang. Toleransi dan komunikasi menjadi hal yang amat penting bagi sesame rekan perjalanan.

Indonesia, negeri kita sangat kaya yang tidak kita kenali

  1. Karena sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, tidak jarang kita menggunakan kacamata “Jawa atau Jakarta” dalam memandang suatu permasalahan atau kondisi yang terjadi di luar jawa/Jakarta. Bagi para pengambil kebijakan yang membuat kebijakan, kebijakan ini menjadi tidak lagi “bijak” ketika penerapannya dilakukan di daerah yang jauh berbeda kondisinya dengan di Jawa.
  2. Sebagian besar (sekitar 100 juta) penduduk Indonesia tinggal di pesisir pantai. Karenanya, pembangunan, teknologi, riset dan kebijakan lokal yang dapat berdampingan dan dapat mendukung kehidupan pesisir ini sangat dibutuhkan.
  3. Dua pertiga bagian negeri kita adalah laut. Alangkah “memalukan” jika kita tidak bisa memanfaatkan kekayaan kita sendiri. Alangkah menyedihkan kita sebagai bangsa jika, nelayan penangkap ikan, yang seharusnya bisa lebih makmur dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lingkungan, malah miskin dan melarat, dan sebagian besar melarang anaknya untuk menjadi nelayan, agar tidak miskin seperti generasi pendahulunya.
  4. Indonesia sangat beragam. Tugas kita sebagai bangsa dan masing-masing individu dengan profesi masing-masing, adalah untuk menjaga keberagaman ini. Memakai kacamata “seragam” menjadi hal yang salah pada saat kita menjadi bangsa Bhineka (beranekaragam) yang kaya akan keberagaman, dan sudah menjadi satu rumah sebagai bangsa Indonesia.
  5. Tidak perlu membuat saudara kita di Maluku sana malu memakan sagu, hanya karena kita di Jawa sudah terbiasa memakan nasi. Malah, bagi saudara-saudara kita yang makanan pokoknya selain nasi seperti jagung, sagu, talas, ubi dan singkong, makanan pokok ini mengandung unsure gizi yang kaya. Sumber makanan itu sudah tersedia melimpah di daerah masing-masing, dan akan menghemat biaya serta produksi, daripada mengimpornya dari daerah-daerah penghasil beras di Indonesia.
  6. Melestarikan adat budaya di tengah kemajuan jaman. Meskipun kadang terbersit “romantisasi” untuk tetap “membiarkan” saudara-saudara kita di daerah dan pulau-pulau terpencil itu tetap pada nilai adat dan budaya yang ada untuk maksud agar menjaga tradisi, tetapi hal itu tidak sepenuhnya benar.
  7. Sebagai sesama saudara, kita bisa saling membantu. Mengembangkan teknologi tepat guna dengan bahan yang ada di daerah masing-masing, misalnya. Membantu mengenalkan dan mengembangkan prinsip-prinsip universal misalnya dalam sandang, papan, pangan, sanitasi, sumber air dan energi, misalnya.
  8. Membantu mendokumentasikan kearifan lokal, dan menerapkannya di dalam kehidupan kita, misalnya. Membantu mengembangkan dan membangun di daerah, sambil juga membantu mengenalkan keberagaman dan kekayaan setempat,. Hal ini diarapkan dapat membuat masing-masing dari kita bisa tetap maju dan berkembang, tapi juga menghargai kekayaan adat istiadat dan budaya daerah masing-masing sebagai bagian kekayaan dari bangsa ini.
  9. Kita memerlukan lebih banyak kebijakan, teknologi dan pembangunan ramah lingkungan, sederhana dan tepat guna, yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi di daerah.
  10. Kita perlu cara-cara belajar baik formal maupun informal, yang mampu membuat kita belajar tentang Indonesia dan bangga menjadi orang Indonesia sebagai bangsa yang kaya dan kaya akan keberagaman.
  11. Suatu pengharapan, agar dokumentasi ini dapat disebarluaskan. Hingga ke pelosok-pelosok tanah air, dan “dikembalikan” ke tempat-tempat dan orang-orang yang telah dikunjungi. Media jejaring social akan dapat membantu. Tapi juga bagi teman-teman dan rekan-rekan yang memiliki komunitas, guru atau rekan-rekan yang berada di daerah (Jawa dan Jakarta termasuk)

Tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Silahkan menambahkan dengan ide-ide Anda sendiri, untuk membantu kita dapat membantu negeri kita sendiri sebagai bangsa yang besar.

Terima kasih untuk pencerahannya setelah mendengar Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa.

Saya tetap bangga menjadi orang Indonesia, meskipun setelah dihadapkan dengan gambar keindahan yang berlimpahruah dan kondisi yang ada, yang juga sarat ironi dan menusuk hati.

http://zamrud-khatulistiwa.or.id/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun