Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar di Institut Kehidupan

Mengamati, merekam dan mengawetkan ingatan lewat catatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melacak Jejak Peradaban di Lereng Gunung Pulosari Pandeglang (3)

7 Januari 2025   12:23 Diperbarui: 7 Januari 2025   12:23 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalur pendakian Gunung Pulosari via Cihunjuran. Foto: Diella Dachlan

“Atap Pandeglang yaitu tiga gunung vulkanis terletak di barat daya Banten yaitu Aseupan (1.174 mdpl)—dulunya Lancar—, Pulosari (1.343 mdpl) dan Karang (1.778 mdpl). Di antara ketiganya, Gunung Pulosari dianggap paling keramat. Gunung ini memiliki banyak nama, antara lain “Poeloe-Sari“, “Pulasari“ dan Kaliasa. Setidaknya menurut naskah tua seperti Sajarah Banten. Pulosari memegang peran kunci pada akhir masa kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran (1357 - 1579) dan dimulainya penyebaran Islam di Banten sekitar tahun 1524.

Upaya Mencari Jejak Peradaban

Setelah gagal mendaki Gunung Pulosari pada April 2019 lalu akibat longsor, lalu pandemi, kami baru kembali lagi ke gunung ini pada September 2024. Kali ini kami ikut rombongan Backpacker Jakarta yang mengadakan open trip pendakian.

Rute pendakian kali ini adalah via Cihunjuran yang dibuka pada tahun 2022. Kita akan melewati bagian belakang Situs Cihunjuran dengan mata air dan kolam yang super jernih serta sebaran batuan monolit. Tujuan pendakian kami untuk melihat adanya jejak peradaban di lereng gunung ini.

Jejak literatur akan membawa kita berkenalan dengan Pucuk Umun Pulasari. Beliau juga dikenal sebagai Raga Mulya atau Prabu Surya Kencana (1567-1579). Beliau adalah raja terakhir Kerajaan Pakuan Pajajaran. (Lihat: Perebutan Sunda Kelapa: Pertarungan Dua Koalisi).

Menurut Sunan Gunung Jati, Gunung Kaliasa (nama lain Pulosari) merupakan wilayah Brahmana Kandali. Hal ini disebutkan Sajarah Banten XVII-4 (Guillot et al, 1996, hal 98-106). Dipercaya bahwa di atas gunung ini pernah hidup 800 (domas, angka "keramat" di daerah Sunda) kaum ajar-ajar alias pendeta/spiritual yang dipimpin oleh Pucuk Umun. Nantinya Hasanudin akan mencoba “menaklukkan” kaum ajar-ajar di Pulosari dalam upayanya untuk menyebarkan agama Islam di Banten. Pulosari juga akan membuat kita berkenalan dengan kerajaan Banten Girang di Kota Serang, lengkap dengan teka-tekinya.

Lukisan van de Velde (1846) tentang Kawah Pulosari. Sumber: Leiden University Libraries, KITLV 50R4
Lukisan van de Velde (1846) tentang Kawah Pulosari. Sumber: Leiden University Libraries, KITLV 50R4

Tahun 1840-an Belanda menemukan lima arca gaya Hindu di kawah Pulosari. Yang menarik adalah arca berbeda dengan gaya masa kerajaan Sunda, tetapi lebih mirip Jawa Tengah pada abad ke-10.  Arca ini tersimpan di Museum Nasional, Jakarta. Saya berusaha mencari keberadaan mereka tapi belum ketemu. Selain arca dan lapik, dipercaya Gunung Pulosari terdapat punden dan bentukan susunan batu lainnya.

Yang menarik tentang arca gaya Hindu ini adalah tentang sepotong jejak dalam naskah Tantu Panggelaran yang menyebutkan keberadaan Candi Siwa di Gunung Pulosari sekitar abad 10.

Temuan arca bergaya Hindu  seputar kawah Gunung Pulosari. Sumber: Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten Girang (1997)
Temuan arca bergaya Hindu  seputar kawah Gunung Pulosari. Sumber: Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten Girang (1997)
Temuan lapik di kawah Gunung Pulosari. Sumber: Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten Girang (1997)
Temuan lapik di kawah Gunung Pulosari. Sumber: Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten Girang (1997)

Apakah hal ini ada hubungannya dengan penemuan 5 arca bergaya Hindu di Pulosari? Para peneliti penyusun buku Banten Sebelum Zaman Islam, Kajian Arkeologi di Banten Girang 932?-1526 (1996-1997), tidak berhasil menemukan bekas candi Hindu di Gunung Pulosari, Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun