“....Lover, kadang cinta itu ada tanpa kita sadari. Saat dia pergi, kita baru menyadarinya karena cinta adalah menjaga hati. Baik lover, pada hari ini, Kamis 24 Februari 2015 mungkin ada yang sedang berbahagia, Ari ucapkan selamat berbahagia. Ari tunggu teleponnya atau SMS di 08125357xxxx. SMS yang dikirim nanti Ari bacakan. Sambil menunggu telepon masuk yang mau mengucapkan salam atau ucapan selamat ulang yang masuk ke HP Ari, saya bacakan dulu SMS yang sudah masuk...”
Suara penyiar radio itu membuat Elang kaget dan baru ingat jika hari ini adalah ulang tahun Livi. Dia pun memacu mobilnya. Dia bingung mencari Livi kemana. Hari sudah sore. “Aduuuhh ayo dong Livi angkat telponnya,” guman Elang yang mencoba menelepon Livi namun tidak diangkat.
Dia pun berinisiatif ke rumah Livi. Tak lama dia pun sampai di rumah besar bercat krem, dengan dua pohon mangga di samping kiri dan kanan pintu pagar. Rumah dengan arsitektur lama namun tampak kokoh dan asri. “Mbak, Livinya ada?” tanya Elang kepada pembantu Livi yang membukakan pintu.
“Ndak ada eh Mas, keluar dari siang. Itu HPnya ketinggalan di meja. Dari tadi HPnya bunyi terus saya tidak berani mengangkat Mas. Mbak Livi tadi naik taksi Mas, tapi ndak pamit,” kata pembantu Livi.
“Mbak tahu ndak kemana perginya?” Elang bertanya lagi. Pembantu Livi hanya geleng-geleng dan bingung melihat tingkah Elang yang tampak bingung tak seperti biasanya. Elang pun pamit dan buru-buru pergi.
Tujuan kedua adalah rumah Ardian. Pas sampai, Ardian kebetulan ada di depan rumah utak atik mobilnya. “Di, tahu ndak Livi kemana? Kutelepon ndak diangkat, aku ke rumahnya ndak ada. Ternyata HPnya ketinggalan,” kata Elang saat turun dari mobil.
Ardian membalikkan badan dan menatap Elang dengan penuh emosi. Elang sendiri bingung dengan tatapan Ardian yang tak seperti biasanya. “Eh, elu itu emang gak berubah yah. Sudahi kelakuan elu yang hanya menyakiti perasaan orang seperti itu. Jangan cari Livi. Apapun yang terjadi elu tanggungjawab,” ucapan Ardian keras.
Elang makin bingung dan terpancing emosi, “Loh, aku ini cari Livi. Nanya dia dimana. Kok kamu marah-marah?”
“Gue kasih tau ke elu ya. Ini hari ulang tahun Livi. Dan dari pagi kagak ada sama sekali lu coba telepon dia, ngucapin selamat atau apa kek. Elu asyik ama bokin lu. Hilang kagak jelas. Hei Elangbiru! gue kasih tau lagi satu hal ke elu, selama ini Livi suka sama elu dan gue juga tau elu pun suka sama Livi. Kalian sama-sama gengsi menyampaikan. Terus gara-gara si.. siapa itu namanya datang, elu berubah. Ini momen istimewa di saat Livi pingin sama elu, malah kacau,” jelas Ardian panjang lebar.
“Oke oke aku ngaku salah. Itu kita bahas nanti. Sekarang ikut aku cari Livi. Kemana pun aku akan cari Livi sampai ketemu. Aku janji akan minta maaf ke Livi,” Elang menyeret Ardian ke mobilnya. Meskipun Ardian hanya memakai celana pendek dan kaos oblong yang ada bercak oli, dia pun menuruti permintaan sahabatnya itu. Ardian tahu, meskipun sahabatnya itu sering bikin kesal, tapi Elang tipe orang yang konsisten dengan ucapannya.
“Kita kemana, kampusnya? Tidak mungkin dah mau senja dia ke sana. Ke rumah temannya kamu kenal ndak? Atau ke mall, kafe, atau kemana?” Elang memberondong perntanyaan karena mulai panik.