“Cewek lagi kayaknya ini. Nanti kalau putus baru ke sini. Curhat. Sedih, halaah kelakuan gak berubah,” ketus Livi.
Ardian hanya senyum dan membalas, “cieee cemburu ya? Tumben-tumbenan lu ketus gitu. Biasanya cuek bebek. Ada something kayaknya nih.” Muka Livi tampak merah digoda Ardian.
“Udah ah, pulang aja yuk,” ajak Livi. Mereka berdua pun pulang ke rumah masing-masing setelah membayar minuman di sebuah kafe, di dekat kampus Livi.
“Doorrrr!!!”
Livi kaget tiba-tiba Elang muncul di rumahnya. “Ihh apaan sih, mau copot jantungku. Ketuk pintu dulu kek, salam dulu kek, nyelonong aja,” kata Livi yang berdiri dari kursi tamu karena dikagetkan Elang.
“Hehehehehe. Kok sepi. Mana papa mamamu?” tanya Elang sambil celingak celinguk.
“Hmmmm gini nih kalau punya gebetan baru, lupa sama semuanya. Kan papa sama mama masih di Singapura sampai minggu depan. Tumben ke sini, hmmm jangan-jangan sudah putus yaaa? Masa baru dua hari sudah putus?” kata Livi dengan nada datar.
“Siapa bilang putus. Justru ini lagi hangat-hangatnya. Dan kamu tahu siapa dia, Rere, hahahahaha,” kata Elang tampak bahagia sore itu.
Livi kaget. Setahu dia Rere itu adalah mantannya Elang semasa di SMP dan pernah pacaran lagi sebentar saat kelas 2 SMA. Rere dan Elang beda sekolah di tingkat SMA. Sedikit banyak Livi tahu hubungan Elang dengan Rere.
Dan terakhir kali, Elang ketemu pas SMA kelas 2 itu. Setelah itu dia tak tahu kabarnya. Informasi yang didengar Livi, Rere pacaran dengan teman dekat Elang.
“Hah? Yanie. Pacarmu yang dulu itu? Kok bisa ketemu?” tanya Livi serius. Meski tahu siapa Rere, tapi selama berteman dengan Elang, Livi tak pernah dikenalkan dengan Rere.