Semakin besar dukungan di parlemen, semakin melanggengkan kebijakan yang diprogramkan pemerintah. Namun, bukan hanya itu, bisa saja ini adalah strategi Joko Widodo yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Penggantian menteri dari partai politik atau profesional, pertimbangannya haruslah sesuai indikator kecakapan dalam menjalankan fungsi sebagai menteri. Jika memang kinerjanya selama ini jelek dan tidak sesuai visi misi Joko Widodo-Jusuf Kalla, silakan diganti. Namun, menteri penggantinya jangan lebih buruk dari yang diganti hanya karena pertimbangan politik.
Saya pernah berandai-andai, bagaimana kalau pemilihan menteri yang akan mengisi kabinet pemerintahan itu ditentukan sebelum Pilpres. Jadi satu paket semacam 'The Dream Team' pasangan Capres dan Cawapres. Sehingga saat terpilih, Capres dan Cawapres sudah memiliki tim yang juga sudah diketahui publik.
Ilustrasinya begini; Capres dan Cawapres diberikan waktu membentuk the dream team tersebut sebelum masa kampanye. Kementerian apa saja yang ada dan siapa saja menteri yang mengisinya. Jika perlu, penentuan calon menteri dilakukan secara lelang terbuka.
Setelah diseleksi, the dream team akan disosialisasikan ke publik. Jadi sebelum memilih Capres dan Cawapres, publik sudah tahu pemerintahannya berisi kementerian apa saja dan siapa saja figur menterinya. Ini akan menjadi nilai tambah bagi Capres dan Cawapres pada saat pemilihan dilangsungkan.
Rakyat sebagai pemilih juga akan mempunyai penilaian tentang calon plus paket yang akan dipilih. Bukan hanya capres dan cawapresnya, tapi juga sosok para menterinya bisa dinilai para pemilih. Partai pengusung silakan berpartisipasi pada saat penggodokan penentuan the dream team sebelum pemungutan suara dilakukan.
Begitu Presiden dan Wakil Presiden dilantik, the dream team ini juga segera dilantik dan siap tancap gas sesuai dalam kontrak kerja pada saat proses lelang jabatan sebelumnya. Iya, pada saat lelang jabatan, dibuat target kerja sesuai dengan visi dan misi pasangan Capres dan Cawapres. Mereka tandatangan kontrak.
Dari target yang disanggupi para calon menteri dalam paket Capres dan Cawapres, sekali lagi, rakyat bisa memilih mana tim yang terbaik. Jika ada rakyat yang tidak setuju dengan keberadaan menteri dalam paket itu, ya silakan tidak dipilih. Pasalnya, jika Capres dan Cawapres dianggap mumpuni, namun setelah itu memiliki kabinet yang tidak sesuai harapan rakyat, maka akan mempengaruhi visi dan misi pemerintahan terpilih.
Tapi sekali lagi, itu hanya mimpi saya sebagai rakyat, yang kadang melihat riuh rendahnya soal isu reshuffle kabinet, ini menjadi gemas. Â Bertambah gemas jika mendengar komentar-komentar partai politik yang vulgar berharap berada di lingkar kekuasaan.
Kemudian saya dan kebanyakan rakyat berharap, jika memang ada reshuffle, itu dilakukan atas dasar kompetensi menteri, bukan semata politis. Jika memang menteri yang ada sekarang dianggap tak cakap, silakan diganti. Proses penggantian juga tak perlu ‘ribut’ sehingga mempengaruhi kinerja pemerintahan yang ada saat ini. Tidak membuat cemas menteri yang akan diganti. Juga tak membuat gaduh di parlemen.
Sebagai presiden, Joko Widodo sepenuhnya memegang kendali kabinetnya. Dia yang punya hak prerogatif menentukan pembantunya sendiri dalam menjalankan roda pemerintahan. Dia harus yakin, bahwa rakyat ada di belakangnya. Ini terbukti dia terpilih langsung. Dengan keyakinan itu pula diharapkan Joko Widodo tidak takut intervensi politik dari partai politik.