Kenapa saya berpendapat seperti itu? Argumen saya adalah: Pertama, DKI Jakarta sudah mengembangkan masterplan sistem pengelolaan limbah air domestik sejak 2012. Sistem ini akan memisahkan antara saluran air dengan aliran air limbah.Â
Apakah solusi yang dimiliki Pak Anies berkaitan dengan sistem yang pengembangannya sudah masuk tahun ke-6? Apabila sistem ini telah rampung, alangkah baiknya segera diimplementasikan. Kedua, kurang pantas apabila memberi sanksi dan denda kepada masyarakat.
Deterjen yang beredar di masyarakat adalah deterjen yang kurang ramah lingkungan. Khas deterjen ini adalah buihnya banyak dan harganya murah. Sementara itu, standar indutri kita masih memperbolehkan deterjen berbuih banyak.
Argumen ketiga adalah sistem sewerage di Jakarta yang belum komprehensif. Sistem drainase dan sewerage di Jakarta masih menyatu sehingga air deterjen tetap dibuang di saluran-saluran umum. Di negara maju, selokan dan sungai itu benar-benar hanya untuk saluran air hujan.
Jadi, masih banyak PR yah dalam pengelolaan limbah ini. Pihak pemerintah punya PR dalam mengelola perencanaan sistem pembuangan limbah dan memberi aturan terhadap standar deterjen yang beredar. Pihak industri sebaiknya mulai menaikkan standar industri deterjen mereka.
"What mankind must know is that human beings cannot live without Mother Earth, but the planet can live without humans" -- Evo Morales
Terakhir, masyarakat Jakarta, jagalah kebersihan dan ikuti regulasi yang berlaku tentang limbah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H