Machiavelli pernah menulis, bahwa pemimpin itu ada dua tipe. Pertama, pemimpin yang menata dengan ketakutan dan kekuasaan. Kedua, pemimpin yang membimbing dengan kasih sayang. Contoh yang pertama bisa kita lihat dari deretan wajah keras yang pernah menghiasi muka sejarah, seperti Hitler dan Steve Jobs. Tipe kedua muncul dari tokoh dengan nilai-nilai kharismatik yang lembut seperti Mahatma Ghandi dan Bunda Teresa. Tipe yang paling efektif menurut Machiavelli adalah pemimpin yang ditakuti daripada yang dicintai. Akan tetapi, pemimpin di era kekinian lebih memilih berada pada spektrum keduanya, perpaduan ketakutan dan kelembutan.
Efektif atau tidaknya perpaduan dari gaya kepemimpinan ini memang abstrak untuk dinilai. Semua kembali lagi ke opini rakyat. Penulis hanya akan memberikan contoh dari kabar yang penulis baca. Sebuah kabar dari balaikota Jakarta. Â Balai Kota Jakarta di masa kepemimpinan gubernur terdahulu Basuki Tjahaja Purnama (BTP) dibuka untuk umum setiap akhir pekan dan rombongan untuk hari biasa. Harapannya adalah untuk membangun partisipasi warga dalam membangun ibukota.
Gubernur terdahulu juga berharap warga dapat mengetahui bagaimana Pemprov DKI mengambil keputusan. Keputusan untuk membuka Balai Kota untuk umum disambut warga Jakarta dengan antusias. Pengunjung wisata Balai Kota membludak dan bersemangat untuk bertemu dengan gubernur selama mantan orang nomor 1 DKI itu menjabat. Â Padahal, BTP terkenal dengan karakternya yang keras dan temperamental (Kompas.com).
Kondisi Balai Kota Jakarta saat ini justru terjadi kebalikannya. Semenjak gubernur Anies Baswedan menjabat terjadi penurunan yang signifikan terhadap pengunjung wisata Balai Kota. bahkan wagub Sandiaga Uno mengakui adanya penurunan pengunjung ini. Pedagang kuliner yang sebelumnya dulu ramai pengunjung, kini mengeluhkan sepi pengunjung dan sepi penjualan. Dulunya yang sehari bisa pendapatannya hingga Rp. 2 juta, kini Rp. 300 ribu saja susah didapat. Padahal menurut gubernur Anies, wisata Balai Kota masih ada dan tidak ada perubahan (Kompas.com).
Kembali ke pemikiran Machiavelli, seseorang pemimpin mungkin menginginkan untuk ditakuti dan dicintai. Akan tetapi keseimbangan keduanya sulit dicapai. Oleh karena itu, menurutnya akan lebih aman untuk ditakuti daripada dicintai. Dalam konteks masyarakat modern, pemimpin itu harus keras dan tegas, tapi sedikit banyak juga memiliki sifat yang lembut. Gubernur terdahulu menggunakan konsep pemimpin yang keras, akan tetapi beliau juga memiliki sikap yang lembut dan kharismatik. Hal ini terbukti, meski sikapnya yang keras, banyak pengunjung yang datang ke Balai Kota.
Bagaimana dengan Gubernur sekarang? kita bisa melihat kalau gabungan  spektrum kharisma keras dan lembut Anies masih belum setara dengan Ahok. Hal ini terlihat dari Gaya Anies memimpin Jakarta dan antusias warga mengunjungi Balai Kota. Jargon Keberpihakan yang selama ini selalu didengungkan tidak terbukti ampuh menarik minat masyarakat agar merasa dekat dengan gubernurnya.
Padahal Anies berhaarap jargon tersebut bisa membuat Anies terlihat memiliki sifat lembut dan kharismatik sesuai dengan teori Machiavelli. Keambiguan dan ragu-ragu dalam bersikap menunjukkan bahwa karakter Anies Baswedan sejatinya tidak ditampilkan secara alami bahkan terkesan dibuat-buat agar selalu terlihat manis didepan media dengan kata-kata yang lembut dan retorika semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H