Mohon tunggu...
diego fawzi
diego fawzi Mohon Tunggu... -

its all good

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Anies di Pusaran Reklamasi

25 Februari 2018   16:14 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:43 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Nusantara.news

Penggugat dan tergugat. Itulah dua sisi dari pengadilan. Kasus kali ini penggugat adalah konsumen dan yang tergugat adalah produsen. Masuk akal, ketika konsumen merasa tidak dipenuhi haknya setelah melakukan kewajiban maka ia menuntut produsen. Hanya pihak produsen. Tapi kasus yang satu ini menggelitik saraf otak saya. Kenapa? Karena konsumen tidak hanya menggugat produsen, tapi juga pihak regulator, pembuat aturan.

Kasus itu adalah gugatan oleh konsumen PT Kapuk Naga Indah terhadap perusahaan pengembang properti tersebut. Perlu diketahui dulu, bahwa PT Kapuk Naga Indah adalah developer dari pulau reklamasi C dan D yang ada di Jakarta Utara. Konsumen menggugat developer karena masalah perizinan mega proyek pulau reklamasi tersebut belum juga rampung. Sedangkan konsumen telah membayarkan sejumlah uangnya untuk penggunaan properti pihak developer. Berapa sih nominalnya? Milyaran pak. Milyaran. (Tempo.co).

Wah, semena-mena. Cem macem. Tapi kenapa bisa begitu ya? Apakah mereka ga takut rugi? Karena kepercayaan konsumen itu nomor 1. Ternyata, sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) yang telah dimiliki pihak pengembang dicabut oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena terkait oleh janji kampanye beliau. 

HGB ini penting karena dengan sertifikat itu, pengembang berhak untuk memberdayakan lahan yang ada di pulau reklamasi. Sertifikat HGB ini kan bisa terbit jika sudah mendapat persetujuan dari pemilik sertifikat HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Di sini pemilik HPL itu adalah Pemprov DKI Jakarta. Ga bisa tiba-tiba dicabut begitu dong. Sudah sesuai prosedur. (Kompas.com).

Kembali lagi ke konsumen. Mereka sudah melakukan pembelian, melakukan investasi, habis bermilyar-milyar Rupiah, hasilnya? Nol. Zero. Nihil. Wajar lah mereka mengajukan gugatan ke pengadilan. Di pengadilan, mereka menggugat tergugat 1 yaitu pihak pengembang, dan tergugat 2 yaitu Pemprov DKI Jakarta, casu quo; secara lebih spesifik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Tapi, pihak Pemprov DKI meminta gugatan terhadap mereka dicabut karena salah alamat (Kompas.com).

Tidak salah alamat, kenapa? Karena yang namanya penggugat itu akan mengajukan gugatan ke pihak tergugat apabila merasa dirugikan. Masuk akal? Tidak masuk akal apabila pihak pengembang pada awalnya tidak sama sekali mengantongi izin. Kenyataannya, pihak pengembang awalnya telah memiliki izin. Tapi setelah berjalan, izin tersebut dicabut. Apabila pihak Pemprov DKI, casu quo Gubernur DKI Jakarta, mengatakan salah alamat, maka anda cuci tangan. Seakan-akan anda tidak punya tanggung jawab sama sekali. Di mana keadilan di sini? Apakah karena janji kampanye mereka menjadi tumbal? Anda sendiri mau ga jadi tumbal?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun