Mohon tunggu...
Dieffa Firstly
Dieffa Firstly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Jurusan Sosiologi

Hi, iam Difa! until now i love write some article, etc. Hope you can enjoy my article^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diadakan Pemberdayaan namun Tidak Berkelanjutan

9 Januari 2023   22:37 Diperbarui: 9 Januari 2023   22:38 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warna-warni bagaikan pelangi, menarik pandangan mata dengan aliran sungai di bawah bentangan jembatan, apa lagi jika bukan Kampung Warna-Warni Jodipan Malang. Terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.9 RT 9 RW 2, Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Kampung Warna-Warni merupakan salah satu kampung tematik yang berdiri sejak tahun 2016 oleh sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dari adanya kegiatan KKN. Kemudian pada tahun 2017, Kampung Warna-Warni diresmikan oleh Mochamad Anton sebagai Wali Kota Malang saat itu. 

Menawarkan pemandangan wisata dengan cat rumah yang warna-warni bagaikan pelangi serta beragamnya spot foto yang instagramable, hal inilah yang menjadi titik keindahan dan keunikan dari lokasi tersebut sehingga mampu menarik perhatian para pengunjung. Kampung Warna-Warni Jodipan menjadi bukti kesuksesan dalam aspek pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan cara merubah pola pikir serta perilaku masyarakat sekitar untuk mengembangkan serta mengelola objek wisata kampung tematik (Heryanto, 2020). Kesuksesan tersebut dibuktikan dengan dijadikannya Kampung Warna-Warni Jodipan Malang menjadi lokasi syuting film "Yowis Ben."

Berubahnya sebuah kampung kumuh yang berada di bantaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas menjadi objek wisata yang ramai akan pengunjung dan mampu meningkatkan perekonomian warga sekitar, mendatangkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh berbagai komunitas maupun universitas. 

Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Kampung Warna-Warni Jodipan tersebut beragam, seperti kegiatan pelatihan cara menyambut tamu atau pengunjung, pelatihan bahasa inggris, pelatihan membuat kue, pelatihan menanam sayur, dan lainnya. Namun, berbagai kegiatan pemberdayaan tersebut tidak membuahkan hasil, "Kendalanya adalah kegiatan keterampilan tidak sesuai dengan keinginan warga sehingga kegiatan pemberdayaan atau pelatihan tidak berkelanjutan, " ujar Soni Parin selaku Ketua RW 2 Kelurahan Jodipan.

Ketidaksesuaian pelatihan dengan minat masyarakat menjadi kendala utama mengapa kegiatan pemberdayaan masyarakat memperoleh hasil nihil. Padahal agar sebuah objek wisata dapat berkembang harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, berkualitas dalam hal ini adalah mampu berpikir inovatif dan kreatif. Pola pikir masyarakat yang tidak ingin diberikan sebuah pembaharuan sehingga, ketika dihadapkan oleh sesuatu yang tidak sesuai dengan kesukaannya atau keinginannya dia tidak akan mempraktikkannya. Bahkan, terdapat salah satu fasilitas ruang membaca di Kampung Warna-Warni Jodipan, yaitu Mojok Buku sebagai salah satu hasil dari kegiatan pemberdayaan, saat ini pun sudah tidak berjalan kembali, sebab rendahnya minat membaca masyarakat serta banyaknya buku-buku yang hilang dan tidak dikembalikan.

Lalu, bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut? Pertama adalah dengan mengubah pola pikir. Pola pikir tersebut dapat diubah melalui peran individu serta penyelenggara kegiatan pemberdayaan. Kedua pihak tersebut saling bersinergi untuk memberikan perubahan. Penyelenggara pemberdaya menciptakan sebuah program yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan serta permasalahan masyarakat, sedangkan individu atau masyarakat turut berpartisipasi serta mengimplementasikan program yang telah dilaksanakan.

Dalam membuat sebuah program, tentu harus melalui riset atau pendekatan dengan masyarakat untuk mengetahui kebiasaan yang dibangun serta minat masyarakat sehingga diperoleh sebuah permasalahan yang dapat diidentifikasi sebelum akhirnya tercipta sebuah program pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, agar program pemberdayaan dapat tepat sasaran dan berkelanjutan. Apabila program pemberdayaan tepat sasaran, tentu akan memberikan dampak positif dalam aspek sosial, ekonomi, dan lainnya terhadap masyarakat serta sebagai penyelenggara pemberdayaan, juga terbilang berhasil untuk menjadikan masyarakat lebih mandiri.

Namun, kini Kampung Warna-Warni Jodipan sedang mengalami penurunan pengunjung akibat telah maraknya kampung tematik di Kota Malang sehingga mereka harus bersaing dengan jenis wisata yang serupa. "Sebelum pandemi, pengunjung di hari kerja bisa mencapai 300-400 sedangkan di akhir pekan bisa mencapai 1.000 pengunjung, tetapi setelah pandemi pengunjung justru menurun kalau di hari kerja hanya 50-100 pengunjung, sedangkan ketika di akhir pekan 200-250 pengunjung saja. Itu karena di Kota Malang terdapat 23 titik kampung tematik. 

Selain itu, promosi juga hanya melalui mulut ke mulut saja," kata Soni Priadi. Melihat permasalahan tersebut, penyelenggara pemberdayaan dapat mengadakan sebuah pelatihan untuk mempromosikan objek wisata melalui media sosial atau yang disebut sebagai digital marketing. Tidak sampai di situ saja, ketika pemberdayaan telah usai, dapat dilakukan kegiatan pemantauan untuk mengetahui apakah masyarakat telah memahami serta menerapkan ilmu yang telah diberikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun