Mohon tunggu...
Deirdra Sujono
Deirdra Sujono Mohon Tunggu... -

anak, istri dan ibu

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Cara Kerja Telkom: Tidak Etis, atau Sudah Menjurus ke Penjebakan dan Penipuan?

21 Desember 2013   05:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu yang lalu saya pergi ke Telkom plasa terdekat untuk menonaktifkan program more for less. Paket more for less ini adalah sebuah paket yang ditawarkan oleh Telkom kepada pelanggannya yang konon katanya lebih hemat sehingga menguntungkan pelanggan. Dengan paket ini, pelanggan membayarsejumlah tarif dan bebas menggunakan telepon. Tentu ini adalah pilihan yang bijak apabila pengguna telepon merupakan pengguna yang aktif , dan apabila penawaran ini dilakukan dengan cara yang etis. Masalahnya, telepon di rumah saya kebanyakan hanya dipergunakan untuk menerima saja, dan kami sekeluarga yang memang jarang dirumah lebih banyak menggunakan ponsel untuk berkomunikasi. Oleh sebab itu, biaya tagihan biasanya didominasi oleh pembayaran abodemen dan pajak saja. Inilah yang membuat apabila ada lonjakan dalam tagihan telepon, biasanya akan terlihat dan akan menjadi pertanyaan. Dan kemarin, adalah kesekian kalinya saya meminta rincian karena mendapati tagihan yang abnormal. Dan lagi-lagi jawabannya adalah dikarenakan terpasangnya paket more for less tersebut.

Yang menjadi permasalahan bagi saya adalah cara penawaran paket tersebut yang menurut saya tidak etis (kalau tidak mau disebut penjebakan) kepada pelanggan. Telkom merasa cukup hanya menelepon pelanggan dan menanyakan apakah ingin diikutkan kepada paket tersebut. Tarif langsung diberlakukan apabila pelanggan (yang menerima telepon) mengatakan “iya” tanpa ada bukti kerjasama lain yang seharusnya berupa pernyataan tertulis. Padahal bisa saja yang menerima telepon adalah bukan orang yang memiliki rumah, misalnyaorang yang bekerja di rumah tersebut dan tidak mengerti apa-apa. Berbeda dengan pemasangannya yang sangat mudah, proses pencabutannya sangat ribet.Saya harus datang langsung, menunjukkan identitas yang berlaku, menunjukkan hubungan dengan nama pemiik telepon dengan menjawab beberapa pertanyaan, dan mengisi formulir lengkap dengan materai dan nama jelas . Padahal, kalau pemasangannya saja bisa dengan mudahnya lewat telepon dengan penerima yang bisa siapa saja, bukankah seharusnya menonaktifkannya juga bisa seperti itu? Ini betul-betul tidak adil.

Dan kemarin, adalah yang kedua kalinya saya datang untuk menonaktifkan paket tersebut. Karena kesal, saya bertanya kepada petugas yang menerima keluhan saya mengenai bukti bahwa kami dirumah memang pernah menyetujui program tersebut. Tunjukkan buktinya dan sebutkan siapa namanya. Begitu saya bilang. Tapi jawaban yang saya dapat tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Dikatakan bahwa, sebenarnya program itu akan berakhir dengan sendirinya akhir desember ini, sehingga sebetulnya saya tidak perlu repot-repot untuk menonaktifkan. Lho, mau berakhir atau dilanjutkan, itu bukan urusan saya, yang jadi masalah adalah kami tidak pernah merasa mendapat telepon atau menyetujui programtersebut. Ketika saya sekali lagi minta bukti nama orang yang menyetujui, CS tersebut hanya memberikan nama dan nomer telepon yang bisa dihubngi seminggu setelahnya dikarenakan data tersebut harus dicari dulu. Setelah menunggu selama seminggu, saya menelepon nomer yang diberikan, tetapi lagi-lagi hanya diberi nomor lain dan dikatakan harus dicari dulu. Sampai detik ini saya masih belum menerima jawaban dan nomor-nomor tersebut jadi sulit dihubungi.

Bukan kali ini saja saya mendapat pengalaman tidak menyenangkan dengan Telkom. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah memasang Telkom Speedy dengan paket tertentu di rumah. Saya membayar rutin tanpa pernah terlambat, sampai akhirnya saya tahu bahwa paket yang saya bayar ditawarkan ke pelanggan baru dengan harga yang lebih murah. Tetapi, saya sebagai pelanggan lama tidak dikenakan tarif baru yang lebih murah tersebut. Ketika saya urus langsung ke Telkom plasa, barulah akhirnya tagihan saya bisa diturunkan ke tarif terbaru. Padahal kan seharusnya saya langsung dikenakan tarif baru. Entah berapa banyak pelanggan yang tidak ngeh dan tetap membayar dengan tarif lama. Tapi saya terlanjur kapok, dan akhirnya saya berganti ke versi mobile dan memakai provider swasta karena saya tidak mau kena tipu lagi.

Apakah begini cara kerja Telkom dalam mencari untung? Kalau iya, cara-cara yang digunakan sungguh tidak etis dan menjurus kepada penjebakan. Konsumen tidak mendapat informasi yang cukup, informasi barupun tidak diupdate (kasus Telkom speedy) sehingga Telkom terkesan memperoleh keuntungan dari ketidak tahuan pelanggan yang memang sengaja dipelihara. Kalau memang begini caranya, sebaiknya Telkom diberi pesaing supaya bisa bekerja professional, karena kalau dimonopoli, pelanggan tidak punya pilihan lain dan hanya bisa mengeluh dalam hati saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun