*
“Mah, itu siapa sih sering banget ada di tipi?”
“Itu artis nak”
“Ah, mamah bohong. Mamah gak tau, aku bisa baca ya. Itu, tulisannya ca...lon pe re siden mah” Si mamah ini hanya tersenyum, tetap tanpa melihat televisi yang ditunjuk – tunjuk anaknya.
“Ca..lon pe residen itu apa mah?”
“Yang bakal jadi presiden nak”
“Pe residen itu apa mah?” tanya anaknya lagi, dengan ejaan yang terbata – bata.
“Yah itu, yang kamu liat di tivi nak” jawab si mamah, kalem.
“Oh. Kayak artis ya mah” si mamah hanya tersenyum tidak membenarkan. Si anak mamah yang berusia lima tahun itu hanya manggut – manggut melihat sosok di televisi yang dilihatnya.
Esoknya, si anak mamah berkumpul dengan teman – temannya yang sama – sama berusia lima tahun.
“Tadi malam ibuku nanya, aku mau jadi apa kalo udah besar loh” ucap si anak yang berbadan tambun. Yang lain mendengarkan. “Emang kamu mau jadi apa?” tanya si anak perempuan berkepang.
“Aku mau jadi pilot dong. Biar bisa terbang” jawab si tambun
“Ah, kata siapa pilot bisa terbang. Kan, pilot gak punya sayap” celetuk si anak mamah. Si tambun manyun.
“Aku dong, aku mau jadi pe residen” ucap si anak kurus berjambul dengan bangga.
“Apaan tuh pe residen?” tanya yang lainnya dengan muka penasaran dan ejaan yang terbata – bata. Si kurus terdiam dengan muka bingungnya. “Enggak tahu. Kata papahku, pokoknya peresiden itu keren. Bisa bantu orang banyak. Katanya, peresiden itu pemimpin kita semua. Semuanya loohh” anak – anak lain mendegarkan dengan wajah takjub.
“Bukan tau” celetuk si anak mamah. Yang lain balik menatapnya. Kening si kurus berkerut dengan wajah tak mau kalah, “Terus, kalau bukan. Apa hayo?” tantangnya.
“Peresiden itu artis tau. Yang suka muncul di tipi – tipi. Itu doang. Gak keren – keren amat kok” jawab si anak mamah dengan wajah bangga, ia merasa paling pintar.
“Terus, pemimpin kita siapa dong?” tanya si anak perempuan berkepang.
“Aku aja deh. Aku kan paling keren” jawab si anak kurus berjambul dengan percaya diri.
“Dih, kan aku yang paling pinter. Pemimpinnya harus aku” sahut si anak mamah.
“Kan aku mau jadi pilot. Jadi aku pemimpinnya, biar kalian semua kuajak terbang” ucap si tambun tak mau kalah.
“Ah, kan kamu gak punya sayap” si anak perempuan mengibaskan tanganya pada si tambun.
Lima menit kemudian, hanya ada suara tangisan karena percakapan itu diakhir dengan perdebatan siapa pemimpinnya dan aksi berantem ala anak kecil/
*
Ini hanya khayalan semata. Tentang keingintahuan anak – anak dan ketidakpedulian keluarga. Tentang pendidikan membangun kesadaran anak bangsa yang seharusnya dimulai sejak dini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H