Bagi kita yang sering ke ibu kota dan melintas di depan gedung DPR tempat wakil rakyat kita berada dan melakukan kegiatan sehari-hari, kita pasti tahu dan tidak asing lagi dengan penjual cermin yang mangkal di depan gedung DPR tersebut. Bagi yang belum pernah, sekali-kali lewatlahkalau pas ke Jakarta.
Saya sempat berpikir mengapa mereka boleh mangkal dan berjualan di situ?Yang notabene adalah tempat terhormat dimana orang-orang terhormat ada di dalamnya. Biasanya juga yang berjualan di trotoar selalu jadi urusan Satpol PP.
Tapi ada bagusnya juga sih mereka berjualan cermin di sana. Yang bisa saja mengisyaratkan bahwasanya setiap anggota dewan yang terhormat harusnya selalu bercermin sebelum duduk di kursi kehormatannya. Bercermin diri apakah sudah pantas menjadi seorang “wakil” rakyat. Yang benar-benar mewakili kita yang katanya adalahkonstituennya. Mewakili aspirasi kita, mewakili keinginan kita. Meskipun wakil kita lebih “makmur” dari kita yang mereka wakili.
Bercermin melihat gambaran nasib rakyat ke depan. Apakah rakyat mampu bertahan hidup dalam segala kesulitan ekonomi yang kebijakannya mereka buat. Apakah rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya? Yang undang-undangnya mereka juga yang menyetujuinya.
Sayangnya karena kebanyakan wakil rakyat tersebut menggunakan mobil untuk datang ke gedung DPR, dan mobilnyapun berkaca gelap. Jadi mungkin sulituntuk melihat cermin-cermin yang dipajang di depan gedung. Sehingga mereka cuma bisa bercermin di rumah, memantaskan diri dengan baju dan jas serta pakaian kehormatannya. Jadi hanya diri mereka sendiri yang mereka lihat. Tak ada bayangan lain di cermin, tak ada pantulan nasib rakyat yang mereka wakili. Tak ada pula gambaran masa depan rakyat yang lagi-lagi adalah konstituen mereka. Yang ada dalam bayangan cermin itu cuma rencana masa depan mereka beserta masa depan partainya. Masa depan kehormatannya sebagai “Anggota Dewan Yang Terhormat !!!!!”
Jadi, barangkali kita juga sebagai rakyat yang memilih mereka juga mesti bercermin melihat diri kita. Masihkah kita harus memilih mereka (kembali) di pemilu kelak? Masihkah kita mempercayakan mereka jadi wakil kita (lagi) nanti? Masihkah ????
Semua kembali ke diri kita. Keputusan ada di tangan kita. Memilih atau tidak adalah keputusan masing-masing jangan karena orang lain. Kalaupun tidak mau memilih mendingan jadi yang dipilih biar bisa merasakan jadi “orang terhormat” seperti mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H