Mohon tunggu...
diyah
diyah Mohon Tunggu... Freelancer - Dee

lulusan antropologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Keanekaragaman Hayati di Munasain

17 Maret 2019   22:00 Diperbarui: 17 Maret 2019   22:54 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terpaku melihat satwa liar yang dibekukan di salah satu ruangan. Pembekuan satwa liar yang disebut dengan taksidermi. Taksidermi, hanyalah salah satu bagian yang kita bisa lihat ketika kita mengunjungi Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia atau sering disingkat dengan Munasain.

Munasain, dulunya bernama Museum Etnobotani, tempat benda-benda dari ilmu etnobotani atau hubungan antara manusia dengan tumbuhan di sekitarnya dipamerkan. Koleksi museum yang ditampilkan juga berada dalam penataan yang kurang menarik, dan suram, padahal memberikan pengetahuan yang luar biasa mengenai etnobotani nusantara. Salah satu display yang menurutku menarik yaitu pembuatan gula merah dengan cara tradisional, dengan menggunakan cetakan dari bahan batok kelapa. Selain itu, juga ada beraneka ragam topi atau penutup kepala dari berbagai bahan alami.

Awal pendirian museum ini bermula dari gagasan Prof Sarwono Prawirohardjo, yang menjabat sebagai ketua LIPI pada tahun 1962, bertepatan dengan pembangunan gedung baru Herbarium Bogoriense. Herbarium Bogoriense sendiri merupakan pusat penelitian tumbuh-tumbuhan di nusantara pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor. Pekerjaan utama pada Herbarium Bogoriense tersebut yaitu koleksi tumbuh-tumbuhan dari berbagai tempat di nusantara, yang dijadikan herbarium, dan spesimen.

Gedung baru Herbarium Bogoriense mulai difungsikan sebagai museum pada tahun 1982, dan diresmikan oleh Menristek saat itu, Prof Dr. Ing. B.J. Habibie, dengan konsep pemanfaatan tumbuhan Indonesia. Konsep tersebut diterjemahkan sebagai pengembangan koleksi sehingga tidak hanya menampilkan koleksi tumbuhan, dalam herbarium atau spesimen, melainkan juga pemanfaatannya dalam budaya Indonesia. Koleksi ini masih bisa dilihat sampai sekarang di ruangan bawah museum.

Pada perkembangannya koleksi museum ini tidak hanya menyangkut tumbuhan, melainkan juga benda-benda budaya, terutama yang terbuat dari kekayaan alam nusantara. Akhirnya dipikirkan untuk merevitalisasi bangunan dan koleksi museum menjadi lebih beragam, kekinian, dan informatif. Mulailah bangunan museum direvitalisasi, dan diganti namanya menjadi Munasain.

dokpri
dokpri
Selain hasil taksidemi, alat-alat untuk taksidemi juga diperlihatkan di Munasain ini. Begitu pula alat-alat herbarium, yang ternyata lebih rumit dari pengalaman saya selama ini. Saya sangat suka sekali dengan herbarium, karena dulu saya sering mengumpulkan tumbuhan di sekitar rumah saya untuk kemudian di keringkan dengan meletakkannya di dalam buku. Setelah mengering, dan gepeng, baru saya proses menjadi kartu, atau lainnya. Ternyata proses herbarium tidak semudah atau sesederhana itu. Daun atau tumbuhan yang akan dijadikan herbarium, harus digepengkan dengan alat penekan, dikeringkan, dan disimpan dalam tempat penyimpanan bersuhu tertentu selama jangka waktu tertentu. Belum lagi dikategorikan sesuai dengan genus, dan asal tanaman.

Di dalam museum ini, kita juga dapat melihat kronologi perjalanan rempah di nusantara, lengkap dengan bentuk-bentuk rempahnya. Ada cabe jawa, kluwak, dan lain-lainnya, dengan bau yang khas. Di dekat bermacam-macam jenis rempah, ada pula beberapa jenis kayu beraroma yang digunakan oleh masyarakat untuk keperluan tertentu seperti kayu cendana.

dokpri
dokpri
Salah satu daya tarik di Munasain ini, juga adanya ruang teater, dimana kita bisa menonton film dokumenter tentang museum, dan film ekspedisi keanekaragaman hayati ke Pulau Enggano. Petugas di museum ini juga ramah, dan selalu siap menerangkan apa yang ingin kita ketahui dari display atau koleksi museum.

Untuk mengunjungi museum yang terletak di Jalan Ir.Juanda Bogor ini, kita hanya perlu merogoh kocek 5000 rupiah, dan mengakses dengan angkutan kota Bogor, karena museum ini berada di pinggir jalan raya utama kota Bogor. Tunggu, apalagi, yuk belajar tentang kehidupan alam, dan keanekaragaman hayati Indonesia melalui museum (Diyah).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun