Setiap orang Batak pasti memiliki Ulos, kain khas suku Batak. Entah pemberian keluarga ataupun warisan keluarga. Ya, karena bagi orang Batak, pemberian Ulos merupakan pemberian berkat (Pasu-pasu) untuk menghangatkan jiwa si penerima, yang diberikan pada saat-saat istimewa.
Ulos yang dipakai sehari-hari kelihatan motifnya sederhana, namun proses pembuatannya tidak sesederhana yang kita lihat. Ada doa di dalam motif sederhana tersebut. Doa-doa yang sudah diucapkan sejak masa lalu untuk pemakai Ulos, doa-doa dalam kepercayaan leluhur yang sering disebut dengan Parmalin. Namun sejarah juga mencatat pada masa agama Kristen memasuki tanah Batak Toba, kepercayaan leluhur Batak dianggap menodai agama, dan berusaha dihilangkan, termasuk dalam Ulos. Cerdiknya orang Batak, doa-doa tersebut tetap dipakaikan di dalam Ulos, yang disamarkan dalam motif nya sehingga tidak terlalu kelihatan, begitu menurut bang Torang Sitorus dalam acara diskusi tentang Ulos di Museum Tekstil pada Agustus lalu.
Saya jadi teringat ketika menghadiri pernikahan teman yang bersuku Batak, pada saat pernikahan, maka lebih dari satu Ulos disematkan pada pengantin, sebagai pemberian berkat dari keluarga besar untuk keluarga yang sedang berbahagia.
Ulos sendiri berarti selimut, pemberi kehangatan badan dari udara dingin. Dan Ulos yang ada saat ini sudah tidak sama dengan Ulos pada masa lalu, karena sudah semakin jarang orang yang menenun Ulos, apalagi menenun sendiri, bahan utama pembuat Ulos yaitu benang kapas sudha sulit ditemukan, karena sudah jarang ditanam oleh masyarakat Batak.
Pada diskusi Agustus lalu, bang Torang pun bercerita tentang Ulos peninggalan ibunda nya dan peran Ulos dalam siklus kehidupan. Bahwa disetiap siklus kehidupan seperti kelahiran, pernikahan, kematian, Ulos menjadi pemberian yang penting.
Ada Ulos Tondi, namanya, yaitu Ulos yang disematkan pada sang ibu yang mengandung tujuh bulan. Kemudian ketika sudah melahirkan, sang Opung (kakek dari anak yang dilahirkan) akan memberikan Ulos Parompa. Pada saat pernikahan terdapat Ulos Hela (Ulos yang diberikan mertua kepada menantu laki-laki) dan Ulos Pasamot (Ulos yang diberikan orangtua pengantin perempuan kepada orangtua pengantin laki-laki). Sedangkan pada saat kematian, ada yang namanya Ulos Saput.
Bukan hanya fungsi Ulos yang berbeda, motif Ulos pun berbeda-beda. Motif yang lebih sederhana biasanya digunakan untuk sehari-hari. Sedangkan motif yang lebih rumit, dipakai pada saat-saat istimewa.
Selain itu, kegiatan-kegiatan berbagi pengetahuan tentang kain nusantara, seperti yang dilakukan oleh Wastra Indonesia ini selama bulan Agustus, perlu dilakukan terus menerus, terutama pada generasi muda bangsa. Agar pengetahuan leluhur tidak punah dan tidak berada di tempat lain, yang jauh dari kampung halaman. (Diyah Wara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H