Mohon tunggu...
Wardatul 'Uyun
Wardatul 'Uyun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hijab Stylist at: http://www.youtube.com/TheHasanVideo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bahasa Cinta Jokowi dan Satpol PP Perempuan

4 Juli 2012   14:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17 4346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_198901" align="alignnone" width="617" caption="Kalo Satpol PP cantik begini mah.. Uhuy dah!!! :)"][/caption]

Seiring perkembangan IPTEK dan derasnya arus globalisasi yang telah membawa konsekuensi perubahan nilai di masyarakat mulai dari peningkatan gangguan KAMTIBMAS, degradasi moralitas, intrusi budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal dan sederet pergeseran teknik kejahatan yang didukung oleh teknologi itu sendiri. Dimana kejahatan sekarang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah dan semakin canggih aksinya, semakin sulit untuk diatasi. Eksistansi kejahatan masa kini tidak lagi sekedar bersifat nyata tetapi juga eksis di ranahmaya. Beberapa di antaranya penyebaran pornografi melalui Internet ataupun mobile phone, penipuan menggunakan sarana SMS maupun rekening dimana pihak kepolisian harus mampu berlaku responsif, adaptif, proaktif dalam menyikapi perkembangan lingkungan. Polisi dituntut untuk tidak bersikap apatis ataupun masa bodoh terhadap permasalahan sosial yang berkembang dilingkungan sekitarnya.

Melihat fenomena tersebut, mengerahkan Polisi pusat saja tidak cukup, sehingga pemerintah daerah memerlukan polisi khusus untuk mengamankan kebijakan Pemda, yang biasa kita sebutSatpol PP alias satuan polisi pamong praja. Hanya saja kebanyakan dari kita masih awam dengan peran Satpol PP itu sendiri. Hal ini bisa dibuktikan ketika membacawacana di situs KOMPAS yang disebutkan bahwa selama ini masyarakat lebih melihat Satpol PP sebagai petugas ketertiban umum, ketimbang sebagai penegak peraturan daerah atau keputusan kepala daerah. Dus, saat berada di lapangan, aparat Satpol PP seringkali dihindari dan dimusuhi masyarakat setempat. Terutama mereka pedagang liar kaki lima, para pengemis, pengamen dan anjal, hingga loper koran yang beroperasi di perempatan lampu merah.

Menelisik sejarah Satpol PP, berdasarkan sumber berita terpercaya diportal maya, keberadaan Polisi Pamong Praja sendiri dimulai pada era Kolonial sejak VOC menduduki Batavia di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both. Pada saat itu sebutannya masih bernama Bailluw, yaitu semacam Polisi yang merangkap Jaksa dan Hakim yang bertugas menangani perselisihan hukum serta menjaga Ketertiban dan Ketenteraman warga. Hingga pada kepemimpinan Raaffles, Bailluw dikembangkan lagi menjadi satuan Besturrs Politie atau Polisi Pamong Praja dimana tugasnya adalah membantu Pemerintah Tingkat Kawadanan untuk menjaga ketertiban, ketentraman, dan keamanan warga.

Namun menjelang berakhirnya era Kolonial khususnya pada masa pendudukan Jepang, Polisi Pamong Praja mengalami perubahan besar. Yang dalam prakteknya menjadi rancu dan tidak jelas, dimana secara struktural peran dan fungsi Satuan Kepolisian bercampur baur dengan Kemiliteran. Pada masa Kemerdekaan tepatnya pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Polisi Pamong Praja tetap menjadi bagian Organisasi dari Kepolisian karena belum ada Dasar Hukum yang mendukung Keberadaannya hingga diterbitkannya Peraturan Pemerintah  Nomor 1 Tahun  1948.

Tahun terus berlalu dan Satuan Polisi tersebut terus berganti nama dari Kepanewon, Detasemen Polisi Pamong Praja, Pagar Praja hingga Pamong Praja. Terakhir dengan diterbitkannya UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU tersebut lebih memperkuat Keberadaan Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban umum dan ketenteraman Masyarakat, kemudian ditetapkan namanya sebagai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Lepas dari itu, kembali ke main theme, kita semua sudah mafhum selama ini keberadaan Satpol PP di tengah masyarakat terlanjur lekat dengan kekerasan dan kekisruhan. Karena tugas mereka yang cukup berat di lapangan, dimana mereka harus mengambil bagian di baris terdepan sebagai penegak Perda dan penertib masyarakat. Pada prakteknya, tantangan penolakan dari masyarakat selalu menghadang langkah mereka. Dus, tidak mengherankan, saat dilakukan penertiban pedagang kaki lima misalnya, kerap sampai terjadi bentrokan. Begitu juga saat harus merazia para WTS dan pasangan mesum di penjuru kota.

Disamping itu, pemberitaan mengenai penggusuran, penindakan para penyandang masalah kesejahteraan Sosial (PMKS) dan pengemis, gelandangan serta orang terlantar (PGOT) yang dilakukan oleh Satpol PP selalu berakhir dengan pembentukan opini negatif ditengah masyarakat awam.Dan pada akhirnya membentuk stigma yang merugikan sepihak dan menggiring mereka pada opini “Efek Telenovela". Yakni sebuah opini yang selalu memihak kepada pihak lemah tanpa memperhatikan inti masalahnya.Belum lagi pengrusakan citra Satpol PP oleh oknum tertentu yang lebih sering berbuat semena-mena terhadap pihak sipil. Seperti kasus pemerkosaan yang dilakukan Satpol PP bejat di Kota Palu pada awal Juni lalu. Berkaca pada kenyataan tersebut, sudah selayaknya wacana citra positif Satpol PP terus digalakkan. Dan kondisi tersebut hendaknya segera di perbaiki dan di cermati secara seksama oleh pihak yang terkait. Sehingga Satpol PP di mata masyarakat menjadi di segani dan di hormati. Tidak lagi menjadi organisasi yang sarat kontroversi.

Melihat kondisi ini, banyak pihak yang mengusulkan agar pemerintah mengkaji ulang fungsi dan kemampuan Satpol PP. Sebagian rakyat mengharapkan pemerintah mengevaluasi total struktur dan organisasi Satpol PP. Yang lebih ekstrim bahkan menyarankan penghapusan Satpol PP di bumi Nusantara. Sementara menurut saya, sekedar membenahi fungsi dan tugas Satpol PP saja tidak cukup. Karena pada prinsipnya, masyarakat sudah bosan dijejali sederet evaluasi dan planning tertentu yang hanya mandek di ranah wacana. Karena pada prakteknya mereka masih berkiblat ke pola lama. Membubarkan Satpol PP juga bukan ide yang bijak, karena bagaimanapun Perda butuh pasukan khusus untuk menertibkan mereka yang melanggar hukum, meremehkan aturan. Dus, masih menurut versi saya, yang sangat dibutuhkan Satpol PP sekarang ini adalah nafas baru pada personelnya. Kita sepakat, sejauh ini jika mendengar Satpol PP selalu idetik degan orang galak dan sangar yang tak mengenal belas kasihan. Salah satu faktornya adalah karena mereka lelaki. Tanya kenapa? Eittts bagi pembaca yang lelaki jangan kebakaran jenggot dulu lho ya :)

Well, Satpol PP yang selama ini didominasi oleh kaum Adam telah mengukuhkan eksistansinya sebagai satuan polisi yang tidak ramah dan anti basa-basi. Padahal, untuk berdamai dan menyelesaikan masalah yang dibutuhkan masyarakat bukanlah kekerasan, bukan pula gertakan. Sementara pada struktur kepolisian pusat, Polwan ditengarai lebih humanis daripada Polki. Seorang Polwan dimata masyarakat lebih dikenal sebagai sosok tegas dan berwibawa namun bisa terlihat anggun dan ramah. Dan jika Satpol PP juga perempuan, tentunya mereka juga bisa menggunakan senjata kelembutannya untuk menaklukan kesemrawutan daerah dan mengambil simpati rakyat. Sehingga perilaku anarkis warga dalam menghadapi Satpol PP bisa diminimalisir. Karena itu, menurut saya pribadi jika saja kuota personel Satpol PP perempuan ditambah, untuk jangka panjangnya disinyalir mampu memperbaiki citra Satpol PP itu sendiri.

Harapan kedepannya, jika nanti terjadi kasus-kasus yang membutuhkan kesabaran ekstra, baik penggusuran lahan ataupun pedagang kaki lima, para personel Satpol PP dari kaum hawa bisa dikerahkan di lini terdepan. Dengan kelembutan hati seorang perempuan, sifat keibuan, sifat ngayomi, dan emosi yang lebih terkontrol, bisa dipastikan bentrokan fisik saat dilakukan penertiban PKL atau lainnya bisa dikurangi atau bahkan tidak akan pernah terjadi. Ini sudah dibuktikan oleh sang legendaris calon gubernur Jakarta, Joko Widodo, saat beliau masih menjadi orang nomor satu di Solo. Hampir semua orang tahu bagaimana Jokowi berani mengubah imej Satpol PP yang tinggi besar, berwajah seram dan berkumis lebat menjadi perempuan anggun, cantik berkebaya. Bahkan untuk menahkodai Satpol PP kota Solo, Jokowi malah lebih memilih perempuan daripada lelaki. Menurut beliau, itu semua demi pelayanan yang lebih baik bagi rakyatnya karena beliau berprinsip bahwa penggusuran PKL dengan menggunakan kekerasan fisik, bukanlah bentuk pelayanan pemerintah.

Masih seputar pemilihan perempuan sebagai Kepala Satpol PP kota Solo, menurut cerita yang beredar, awalnya suatu hari Jokowi didatangi Kepala Satpol PP yang saat itu masih dijabat oleh pria. Kepala Satpol tersebut meminta pistol karena ada perintah pemberian senjata dari Mendagri. Kontan saja Jokowi meradang dan menggebrak meja “Gila apa aku menembaki rakyatku sendiri, memukuli rakyatku sendiri…keluar kamu…!!” kepala Satpol PP itupun dipecat dan diganti dengan seorang perempuan. Hingga saat pelantikan, Jokowi berpesan kepada kepala Satpol PP perempuan tersebut “Kerjakan dengan bahasa cinta, karena itu yang diinginkan setiap orang terhadap dirinya, cinta akan membawa pertanggungjawaban, masyarakat akan disiplin sendiri jika ia sudah mengenal bagaimana ia mencintai dirinya, lingkungan dan Tuhan. Ini satu dari sekian banyak cara Jokowi membangun Solo dengan bahasa cinta. Bukan kekerasan. Super sekali bukan?

Tidak hanya di Solo, di sejumlah kota di Indonesia, Satpol PP perempuan sudah diberdayakan dalam setiap penertiban PKL, PSK, dan pedagang pasar. Hasilnya pun cukup efektif, sekalipun jumlah personelnya sangat minim. Seperti halnya Polwan, Satpol PP perempuan juga dirasa lebih humanis, lebih bisa bersinergi dan berkoordinasi dengan penegak hukum lain dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Karena itu, untuk pemerintah daerah, mulai sekarang dan seterusnya jangan ragu untuk menambah kuota perempuan sebagai personel Satpol PP. Bangun dan jagalah negerimu dengan bahasa cinta.

[caption id="attachment_198902" align="alignnone" width="469" caption="SIAPA mau DI AMANKAN saya?!! :)"]

1341456617660579526
1341456617660579526
[/caption]

IMAGE SOURCES

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun