[caption id="attachment_195227" align="alignnone" width="540" caption="Taken from http://www.bi.go.id"][/caption]
DIDOWARDAH- Seiring perkembangan teknologi grafis dan digital printing yang semakin canggih, ditengarai memicu kejahatan di dunia cetak-mencetak dan membuatnya kian melaju maju, melesat pesat. Maraknya suguhan pemberitaan di koran-koran, portal berita maya, dan televisi lokal maupun nasional tentang beragam kejahatan bermodal kertas semakin membuat masyarakat resah, membuat aparat gundah. Dari yang paling menggiurkan para penjahat kambuhan dengan menerbitkan dan mengedarkan uang palsu, lalu sindikat intelektual tak bermoral dengan ijazah palsu, piagam palsu dan menyusul para calo bejat yang begitu bernafsu mendulang berlipat keuntungan dengan menjual karcis palsu. Melihat fenomena ini kita sebagai masyarakat awam dituntut semakin waspada dan berjaga-jaga sehingga bisa meminimalisir kemungkinan menjadi korban.
Dalam ranah kejahatan uang palsu, dengan hanya bermodal printer, kertas dan komputer, mereka dengan lihainya memproduksi ribuan uang palsu yang rerata bernominal Rp. 50.000 dan Rp. 100.000. Lalu dengan berbagai macam cara dilakukan oleh sindikat sehingga uang palsu cetakannya mampu melenggang bebas ditengah masyarakat. Dari sekedar membelanjakan uang palsu di pasar-pasar seperti yang diberitakanportal KOMPAS pagi ini. Hingga melakukan transaksi di toko ataupun rumah makan, seperti yang diberitakan oleh sumber yang sama. Dan yang teranyar mereka bersandiwara seolah sedang terdesak, meminta korban mentransferkan sejumlah uang lewat ATM dan mengakalinya dengan rayuan palsu lalu mengganti transaksi dengan uang tunai yang juga palsu. Sementara lagu lama yang kerap dipakai mereka adalah menjual uang palsu dengan harga setengah dari nilainya. Misalnya pecahanRp100.000 ditukar dengan nilai Rp50.000. Guna meyakinkan calon korban, biasanya uang palsu itu ditukar pada orang tidak dikenal dengan cara terburu-buru. Contoh nyata yang sering terjadi, penjahat uang palsu mengatakan kepada calon korban sedang terdesak membutuhkan uang tunai pecahan untuk membeli sesuatu.
Seperti pengalamanku saat menjelang lebaran tahun lalu. Ketika sedang menunggu jadwal pemberangkatan diperon kereta, nyaris saja aku menjadi korban kejahatan uang palsu. Kejadian berawal dari seorang wanita setengah baya yang menawarkan segepok uang sepuluh ribuan. “Buat angpao lebaran dikampung mbak!” Begitu ujarnya. Melihat tampilan uang yang licin, baru dan menggiurkan, aku jadi teringat ponakan dirumah dan sempat hendak menukar duapuluh lembar pecahan senilai Rp 200.000. Namun akhirnya ku urungkan karena sempat curiga dengan gelagatnya. Hatta, sebelum bertransaksi terlebih dulu kuteliti dengan teknik 3D yaitu cara sederhana untuk mendeteksi keaslian uang dengan dilihat, diterawang dan diraba. Benar saja, saat kulihat kurasakan ada keganjalan disana. Warna uang nampak lebih terang dan tanda air di uang tersebut dapat dilihat dengan jelas. Padahal kalau kita bandingkan dengan uang asli, tanda air baru akan nampak jika kita terawang. “Mbaknya dapat bonus 2 lembar deh kalo jadi menukar.” desak Ibu itu mencoba merayu. Bukannya tertarik dengan iming-imingya, aku malah kian curiga lalu menggeleng dengan tegas, membatalkan. Seketika kulihat wajahnya berubah masam dan dengan raut kesal meninggalkanku sendirian, membiarkanku kembali fokus menyesapi lembaran surat kabar.
Well, mengantisipasi kejahatan ini, kita memang dituntut ekstra hati-hati saat bertransaksi menggunakan uang. Apalagi para pedagang yang notabene berurusan dengan lembaran rupiah dalam keseharian mereka. Setidaknya jika tidak sempat menerapkan teknik 3D, pedagang hendaknya wajib memiliki pendeteksi uang palsu. Tidak harus mahal seperti money detector buatan Korea yang dibandrol ratusan ribu hingga jutaan. Karena dewasa ini, hanya dengan merogoh kocek senilai enam belas ribu, kita bisa mendapatkan pendetektor uang yang bekerja dengan akurat. Dan yang terbaru, gadget murah invisible pen bahkan dapat kita beli dengan nominal enam ribu rupiah. Dengan sinar UV-nya, alat ini bisa digunakan sebagai pendeteksi uang palsu yang bisa ditenteng ke mana-mana. Selain itu, pena ini juga berfungsi ganda karena bisa digunakan untuk menandai barang atau label sehingga tidak terbaca oleh orang lain. Dus, jika barang hilang atau tertukar, dengan segera kita bisa mengetahuinya. Unik bukan?
[caption id="attachment_195219" align="aligncenter" width="300" caption="Invisible pen, produk Cina pendeteksi upal paling murah"]
Bagaimanapun, pengetahuan mengenai uang palsu sudah seharusnya dimiliki oleh tiap individu. Sehingga ketika dihadapkan pada situasi rawan, dimana uang palsu bergentayangan dengan mudah kita bisa segera mengenalinya. Sehingga grafik korban penipuan uang palsu bisa ditekan. Untuk itu, disini penulis mencoba berbagi informasi tentang identitas uang palsu yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sekedar informasi bagaimana kita bisa membedakan uang palsu dengan mudah berikut ini ciri-ciri yang mudah dikenali pada uang palsu. Sebagai sampel kita gunakan pecahan Rp 50.000.
1.Lihat gambar diatas, jelas sekali bukan? Jika uang palsu nampak lebih kasar cetakannya, dan garis-garis lengkungnya pun kurang transparan.
2.Pada poin ke dua, gambar I Gusti Ngurah Rai yang tembus pandang terlihat kabur dan asal-asalan.
1.Sepintas terlihat sama. Tapi jika kita jeli, hasil cetak uang palsu terlihat tidak tajam, agak blur dan warnanya juga berbeda.
2.Begitu juga dengan tahun dan tanda tangan, tidak sama.
3.Yang paling menonjol adalah ukurannya yang ternyata juga berbeda.
1.Yang mudah dicermati pada gambar ini adalah warnanya yang terlihat lebih kontras dan kasar. Namun gampang pudar dan mudah luntur.
2.Lalu pita hologram tidak sama. Yang asli ada tulisan BI dan angka di pitanya. Begitu juga saat diremas atau dilipat, uang palsu cenderung susah untuk kembali ke posisi awal.
Setelah dilihat,membedakan uang yang asli dan yang palsu ternyata tida terlalu sulit. Hanya saja, seringkali kita terburu-buru dan kurang hati-hati, sehingga tidak sempat melihat apalagi meraba dan menerawang. Padahal dengan meraba, kita bisa mendeteksi cetakan timbul intaglio pada uang asli. Lebih lanjut, mengetes keaslian uang 5000 itu ternyata mudah. Caranya, kita cukup menyisir uang dengan menggesek permukaannya. Jika jenggot Imam Bonjol rontok berarti palsu. Apabila tambah panjang dan panjang lagi berarti palsu juga. Ops.. kalau ini sekedar guyonan. Well, semoga dengan paparan karakteristik uang palsu di atas, sedikit banyak membantu kita untuk mengidentifikasi uang palsu. Sehingga kemungkinan menjadi korban para pengedar uang palsu pun bisa diminimalisir.
Masih seputar kejahatan digital printing bermodal kertas. Pemalsuan piagam dan ijazah juga kian menggurita. Tahun lalu kita sempat dihebohkan dengan pemberitaan pemalsuan sertifikat TOEFL yang melibatkan 151 mahasiswa UNESA hingga mereka dibatalkan wisuda. Ternyata sanksi tersebut masih belum membuat jera, malah pelakunya makin unjuk gigi saja. Sehingga dengan tanpa takut mereka beriklan di situs-situs maya untuk menjaring mangsa. Kita bisa melihat buktinya disini. Dan kabar terbaru yang kutemukan di surat kabar lokal pada hari Sabtu kemarin, aparat kepolisian berhasil meringkus sindikat pemalsuan ijazah. Mirisnya, aksi bejat tersebut digawangi oleh mantan dosen bernama Sucipto. Dalam pemberitaan, ada sekitar 1.600 ijazah palsu baik untuk jenjang S1, S2 dan S3 yang berhasil di cetak dan dijual. Satuan ijazah berhasil dibandrol sekitar Rp. 12, 5 juta hingga Rp. 70 juta. Dan parahnya kiprah Sucipto dalam memalsukan ijazah sudah berjalan selama 5 tahun. Dus, sebagai ganjaran, Sucipto kini harus meringkuk ditahanan Mapolda Jatim. Beginilah potret Indonesia ketika moral dan kejujuran tandas tersapu. Sehingga lebih memilih jalan pintas untuk mendulang gelar, mengeruk rupiah.
Kejahatan digital printing lainnya adalah pemalsuan tiket. Baik tiket kereta yang terjadi di Depok Jawa Barat, lalu tiket pesawat yang pernah terjadi di DPRD kota Padang, juga tiket nonton bola pada pertandingan Persib pertama di putaran I Liga Super Indonesia dan kasus terakhir adalah tiket konser. Kasus tiket ini terendus saat pelaksanaan konser Maha Karya Ahmad Dani yang digelar Rabu (13/6) malam di JCC, Senayan Jakarta. Kabarnya, 70 persen tiket yang beredar ditengarai palsu. Padahal semua tahu, tiket konser Ahmad Dani dijual mahal untuk ukuran kantong orang kebanyakan. Tiket konser berjumlah lima ribu lembar itu dipatok harga kisaran 400 ribu hingga 3 juta. Dan nyatanya sudah ludes terjual sejak seminggu sebelum konser dimulai. Tentu saja situasi ini membawa berkah bagi para calo untuk memperdayai korban dengan tiket palsu.
Begitulah, seiring berkembangnya teknologi, kejahatan juga berkembang dengan berbagai macam modus dan motif. Untuk pemalsuan uang dan tiket yang harus kita lakukan adalah waspada dan lebih berhati-hati. Tetapi untuk kejahatan piagam maupun ijazah, kitalah yang memilih dan menentukan. Karena selama ini baik korban dan pelaku dalam kejahatan ini saling bekerjasama. Tahu sama tahu. Sehingga korban maupun pelaku sudah pasti sama-sama sebagai oknum yang melakukan kejahatan. So, jangan mudah terbujuk dan terperdaya dengan kemudahan mendapat ijazah atau sertifikat palsu. Bagaimanapun, setiap tindak kejahatan selalu membawa prahara. Suatu saat pasti kedoknya terbongkar juga. Ini dibuktikan oleh KASUS heboh residivis Gayus Tambunan yang juga gemar gonta-ganti RAMBUT PALSU. Nah lho... Remember it!
[caption id="attachment_195225" align="aligncenter" width="320" caption="Kalau uang palsu model ginian mah..buat koleksi aja ya? :D"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H