Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014-2019 akan segera berlangsung. Tetapi aroma persaingan antar elit politik, elit partai, pemuka agama bahkan calon Presiden dan Wakil Presiden sendiri semakin hari semakin memanas.
Pernyataan-pernyataan elit politik, elit partai, pemuka agama tentang kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tiap hari bahkan tiap jam muncul di media baik media cetak, online, radio, hingga televisi. Isinya beragam dari menyanjung, memuji, mengkritisi, bahkan menjelek-jelekan terus bermunculan.
Begitu juga di level bawah, antara tim sukses dan pendukung atau relawan pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa tidak kalah sengitnya. Lihat saja persaingan di media sosial dan media massa begitu terlihat, hampir tiap hari di media sosial tidak ada waktu terlewat untuk menjelekkan pasangan lainnya.
Pendukung pasangan Joko Widodo–Jusuf Kalla menjelekkan pasangan Prabowo – Hatta Rajasa dengan isu Hak Asasi Manusia seperti penculikan dan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh Prabowo sewaktu menjadi Danjen Kopasus, hingga permasalahan keluarga.
Begitu juga dengan pendukung pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa yang menjelekan pasangan Jokowi – JK dengan isu agama, monorel, mengingkari janji untuk membangun Jakarta hingga selesai masa jabatan, sampai permasalahan pengadaan bus Transjakarta.
Memang sangat disayangkan jika elit politik di Indonesia tidak bersikap dewasa, menjelang Pilpres 2014 ini. Menurut saya alangkah lebih bijak jika bukan black campign atau kampanye hitam yang diusung oleh kedua pasangan ini, tetapi lebih memilih kelebihan yang dimiliki jika mereka menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Ibarat perusahaan gadget ternama, mereka harusnya bersaing dengan perusahaan lain dengan menonjolkan kelebihan dari fitur-fitur terbaru yang dimiliki oleh perangkatnya tersebut. Begitu juga dengan Calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014-2019 seharusnya kedua pasangan tersebut memperkenalkan program-programnya bukan saling menjelekkan pasangan lain.
Masyarakatlah yang nanti akan menilai calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden mana yang sesuai dengan harapannya. Misalnya bagi petani mereka berharap Presiden dan Wakil Presiden yang peduli dengan nasibnya, mereka berharap hasil panennya dibeli dengan harga yang tinggi, selain itu mereka berharap pemerintahannya nanti masih memberikan subsidi pupuk kepada petani, dan penyuluhan kepada petani agar pengetahuan tentang pertaniannya semakin bertambah.
Bagi buruh, mereka berharap Presiden dan Wakil Presiden mendatang adalah Presiden yang mengerti keinginannya seperti menghapuskan sistem kerja outsourcing, gaji yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak dimana mereka bekerja dan ada lebih untuk menyekolahkan anak, rekreasi dan kebutuhan akan rumah, ada kesejahteraan saat mereka sakit atau pensiun kelak.
Bagi guru, mereka berharap Presiden dan Wakil Presiden mendatang adalah Presiden yang mengerti keinginannya dengan memperhatikan gajinya, tidak hanya untuk guru PNS tapi Non PNS. Guru berharap tunjangan sertifikasi dan tunjangan fungsional masih tetap diberlakukan bukan dihilangkan. Gaji yang layak untuk tenaga honorer sehingga bisa mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan lainnya termasuk menyekolahkan anak dan keluarganya.
Begitu juga dengan harapan pengusaha, mereka berharap siapapun Presidennya, stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia tetap terjaga sehingga iklim usaha tetap berjalan sebagaimana mestinya. Mereka berharap Indonesia tetap aman dan damai.