Saat ini hampir mayoritas rakyat Indonesia bisa membaca dan menulis. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jumlah penduduk Indonesia yang masih buta aksara hingga akhir 2014 mencapai 5,97 juta jiwa. Jumlah ini hanya 3,7 persen dari total penduduk di Indonesia.
Sementara itu jumlah mayoritas penduduknya beragama Islam yakni sebesar 85% dari jumlah penduduk Indonesia. Data ini berdasarkan Aji Dedi Mulawarman Ketua Yayasan Rumah Peneleh dalam sebuah diskusi 'Refleksi Perjalanan Politik Kaum Muslimin di Indonesia' di Jakarta tanggal 9 Januari 2016 lalu.
Meski mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak semua orang bisa membaca dan menulis Al quran yang menjadi kitab sucinya. Dari hasil survei yang dilakukan Institut Ilmu Al quran Jakarta pada 2012 lalu, mengatakan bahwa 65 persen umat Islam masih buta aksara Al Quran.
Bahkan lebih miris lagi, dari jumlah tersebut hanya hanya 0,87 persen penduduk muslim di Indonesia yang bisa membaca, menulis dan menterjemahkan Al Qur’an. Ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi guru-guru di seluruh Indonesia yang mendidik para peserta didik di sekolah-sekolah yang mayoritas peserta didiknya beragama Islam.
Hal ini yang menjadi permintaan dari para tim penilai kinerja kepala sekolah yang ada di Indramayu. Tim Penilaian Kinerja Kepala Sekolah saat ini sedang disebar ke sekolah-sekolah yang ada di wilayah Indramayu.
Mereka berharap Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah tidak hanya bisa memanage dirinya sendiri, tetapi juga bisa mengatur bawahannya hingga peserta didik dan menjadi teladan di sekolah dan tempat tinggalnya.
Kepala sekolah tidak hanya rajin beribadah untuk dirinya sendiri tetapi bisa menggerakkan bawahannya untuk mengerjakan kebaikan baik di lingkungan sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya termasuk bisa memberantas buta huruf dan menulis Al Qur’an. Â
Di tingkat SMP saja masih banyak siswa yang masih belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an sehingga harus dimulai dari membaca buku Iqro 1 hingga 6. Setelah khatam membaca buku Iqro kemudian melanjutkan menulis Al Qur’an.
Oleh karena itu sekolah-sekolah yang ada di Indramayu diterapkan ekstrakurikuler BTQ (Baca Tulis Al Qur’an) yang berpedoman pada buku Iqro, selain itu ada pelajaran mulok (Muatan Lokal) Tamyiz, yakni metode pembelajaran membaca, menulis dan menterjemahkan Al Qur’an.
Program Tamyiz yang digadang oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu ini tidak lain untuk memberantas buta huruf Al Qur’an yang ada di Indramayu. Diharapkan nantinya seluruh pelajar yang ada di Indramayu bisa membaca, menulis bahkan hingga menterjemahkan Al Qur’an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H