Saat ini, sekolah masih menerapkan PTM Terbatas (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas). Karena kabupaten tempat kami mengajar masih level 3. Sehingga pelajar hanya diperbolehkan masuk sekolah maksimal 50% dari jumlah siswa.
Dampaknya tentu ada pembagian siswa yang masuk menjadi sesi 1 dan sesi 2. Untuk sesi satu masuk ke sekolah pada hari Senin, Rabu dan Jumat, sedangkan untuk sesi 2 masuk ke sekolahnya pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Selama kegiatan PTM Terbatas, pembelajaran menjadi hybrid, dimana bapak dan ibu guru mengajar secara langsung di sekolah karena jam terbatas, sedangkan tugas-tugasnya dikirim ke whatsapp kelas dan siswa mengerjakan tugas di rumahnya masing-masing. Â
Ada banyak kendala pembelajaran secara daring, diantaranya siswa yang tidak memiliki gadget atau smartphone, tidak ada kuota atau akses internet, smartphonenya rusak, siswa malas mengerjakan dan lain-lain.
Oleh karena itu, guru harus mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh siswa saat mereka tidak mengerjakan tugas daring. Guru tidak boleh menghakimi anak tersebut sebagai siswa yang "malas" apalagi mengecap sebagai siswa yang "bodoh".
Karena baru-baru ini saya mendapatkan pengalaman baru. Â Ada salah satu siswa yang mengirim pesan Whatsapp :
Assalamualaikum pak ...
Boleh gak pak soal yang bapak kirim link-nya itu di tulis di buku, Â nanti saya kirim ke bapak karena hpnya gak bisa ditarik atau diseret pa....
Setelah membaca pesan tersebut, jari jemari ini langsung reflek membalas "boleh"
Kemudian dia menjawab "terima kasih pa... telah mengizinkan saya mengerjakan tugas di buku"
Lalu saya jawab "iya sama-sama.."