Sebagai civitas akademik, tentu kita dituntut untuk bisa mengukir prestasi yang setinggi-tingginya, karena sejatinya prestasi itu sendiri merupakan amanah, amanah dari orangtua yang telah membesarkan dan membiayai kita untuk mengenyam pendidikan, amanah dari negara dan agama untuk menjadi generasi penerus yang akan menerima estafet kepemimpinan di masa depan. Akan tetapi, sebagai makhluk sosial tentu kita tidak bisa lepas dari peran orang lain.
Lebih jauh dari itu, sebagai mahasiswa, kita tau dari pengalaman bahwa kehidupan pacsa kampus begitu kompleks dan penuh denga tantangan. Sebagai gambaran, ketika seorang lulusan sarjana melamar pekerjaan di perusahaan yang tersohor, prestasi akademik yang diwakili dengan IPK, hanya akan mengantarkan pada lolos tahap administrasi, seleksi tahap selanjutnya akan menuntut calon pekerja memiliki jiwa kepemimpinan, kemampuan public speaking, sebagai problem solver, memiliki integritas, dan softskill lain yang memang menjadi persyaratan utama. Adapun jika lulusan ini ingin merintis usaha sendiri, kemampuan-kemampuan sebagai seorang pengusaha yang mampu survive tidak banyak didapatkan di kelas. Oleh karena itu diperlukan suatu wadah untuk mengasah softskill yang dibutuhkan di atas sebagai nilai tambah seorang mahasiswa. Wadah itu bisa disebut sebagai suatu organisasi, suatu wadah yang di dalamnya terdapat suatu struktur yang terorganisir dan memiliki tujuan tertentu yang ingin diwujudkan.
Setelah kita mengetahui bahwa organisasi itu penting, sering kita mendengar isu bahwa ada seorang aktivis, seorang yang aktif dan berpengaruh dalam suatu organisasi atau event, memiliki softskill yang mumpuni, akan tetapi dalam hal akademik, rendah. Sehingga timbul istilah, "organisai atau prestasi" , seolah-olah antara organisasi dan prestasi sebagai dua hal yang sulit untuk disatukan.
Kebanyakan orang yang ikut organisasi, ketika ditanya apa tujuan atau motivasi mereka berorganisasi, mereka menjawab untuk mencari pengalaman, networking, dan softskill. Jika kita cermati, hal-hal seperti pengalaman, networking, dan softskill itu sebenarnya adalah resiko-resiko artinya hal-hal itu sudah satu paket atau included dalam suatu organisasi yang akan didapatkan oleh orang-orang yang berkecimpung dan aktif di dalamnya. Lebih jauh dari itu, jika kita bicara tentang kontribusi maka berorganisasi adalah untuk melatih bekerjasama/ teamwork, belajar memahami dan dipahami, suatu tanggung jawab moral, sarana menyampaikan kebenaran, dan ladang ibadah. Di sisi lain jika kita bertanya apa sih prestasi itu, jawaban normatif yang mungkin muncul, prestasi yaitu ketika kita mendapatkan nilai A, menang kompetisi-kompetisi ilmiah, dan lulus cepat. Lebih jauh dari itu, bahwa prestasi itu jika kita selesei dengan tanggung jawab kita kemudian kita bisa berbuat lebih dan merealisasikan mimpi-mimpi kita juga memberikan manfaat bagi orang lain.
Lalu, apa sebenarnya yang perlu kita rubah? Yang perlu kita rubah adalah paradigma bahwa organisasi atau prestasi itu terpisah menjadi suatu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan yaitu organisasi dan prestasi, atau singkatnya sebagai aktivis yang prestatif. Bagaimana caranya ? Tentu bukan semudah membalikkan telapak tangan. Untuk menjadi aktivis prestatif harus bisa berpindah dari zona nyaman menjadi zona tidak nyaman, artinya keduanya akan tercapai dengan azzam yang kuat, kerja keras, dan pengorbanan. Adapun langkah-langkah yang dapat membantu :
1. Pahami antara kuliah dan organisasi, dua hal yang tidak saling berbenturan, artinya kita dituntut untuk fokus dengan apa yang sedang dia hadapi saat itu. Ketika di kelas/kuliah, maka usahakan fokus dengan mata kuliah yang sedang kita pelajari, lupakan sejenak urusan organisasi. Begitu juga sebaliknya jika kita sedang mengurusi organisasi, maka curahkan perhatian untuk menyelesaikan masalah ataupun merumuskan suatu program yang ingin dicapai. Dengan demikian pikiran tidak akan terbagi disaat yang sama untuk dua hal yang berbeda sehingga memberikan hasil yang maksimum.
2. Kita juga harus membiasakan disipilin dengan waktu dan bisa menjadi pembelajar yang efektif.
3. Untuk lebih memperjelas apa-apa saja menjadi idealisme kita, maka buatlah target-target dan timeline untuk mewujudkannya.
4. Luruskan niat.
A little motivation :
- Dream what you wanna dream, go where you wanna go, be what you wanna be. Why? Because you have only one life and one chance to do the things what you wanna do.