Mohon tunggu...
Didit Putra Kusuma
Didit Putra Kusuma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sangat bangga menjadi Geologist Indonesia. Dapat berbicara tentang apapun mulai energi, bencana, teknologi bangunan bahkan air bawah permukaan. Orang science juga bisa bicara tentang hukum, ekonomi dan kebijakan. Kita Tidak Pernah Mewarisi Bumi dari Nenek Moyang Kita, Melainkan Meminjamnya Dari Anak Cucu Kita.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jujurlah kalau Memang Miskin (Migas Indonesia)

6 Maret 2013   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:14 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu selesai makan siang bersama teman-teman junior geoscience dan juga dengan salah seorang dosen geologi yang mengajar secara spesifik di bidang petroleum geoscience melakukan diskusi ringan namun ternyata cukup menarik. Awalnya beliau menanyakan hasil dari seminar nasional subsidi BBM dimana kebetulan pada saat itu saya turut menjadi salah satu narasumber mewakili perspektif mahasiswa. Selanjutnya diskusi berlanjut dengan mengutarakan pendapat secara personal dalam keadaan yang santai setelah makan. Satu hal yang dibahas dan saya fikir cukup unik adalah ketika membahas tentang kesediaan pemerintah (pejabat-pejabat berwenang) untuk membuka fakta sesungguhnya mengenai jumlah cadangan dan kemampuan produksi (lifting). Sebagai seorang scientist yang dilatarbelakangi background akademis sudah semestinya kita dituntut berfikir secara realistis antara fakta, kemampuan dan hasil. Bukankah setiap kali menyusun skripsi, referat, tulisan ilmiah dsb-nya kita diharuskan membuat suatu kerangka permasalahan yang didasarkan atas dasar teori yang ada. Hingga kemudian dilakukan penelitian untuk membuktikan hipotesa yang telah ditulis sebelumnya. Jika hasil penelitian tersebut sama, mendekati ataupun berbeda maka harus dituliskan dan dipaparkan sesuai dengan keadaan yang ada yang kemudian disimpulkan. Hal ini tidak berbeda jauh dalam penerapan atau aplikasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari termasuk saat bekerja nanti. Hubunganya dengan keadaan energi fosil sekarang ? Seperti yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya (salah kaprah tentang persepsi cadangan migas Indonesia) disebutkan bahwa sebenarnya Indonesia hanya memiliki sekitar 4,2 milyar barel minyak (0,34% cadangan minyak dunia) dan 157 milyar kaki kubik (1,7 persen cadangan gas yang ada di dunia) (konvensional). Angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil migas yang lain. Sedangkan dari segi lifting minyak mentah sekarang ini hanya berkisar antara 830.000-870.000 barel oil per hari (target hingga tahun ini 900.000 barel oil per hari). Lifting tersebut masih jauh untuk memenuhi konsumsi nasional yang mencapai 1,4 juta barel oil per hari, hingga akhirnya negara diharuskan impor dari luar negri. Untuk gas sendiri lifting kita tahun ini diprediksi dapat mencapai 1,36 juta barel setara minyak (Badan Kebijakan Fiskal RI, 2013), namun yang disayangkan adalah penggunaan gas tersebut masih sangat terbatas dan belum bisa menggantikan peran minyak dalam kehidupan. Produksi gas hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik dan industri, sedangkan sisanya di ekspor untuk menambah pendapatan negara dari sektor migas. [caption id="attachment_247254" align="aligncenter" width="703" caption="Lifting minyak dan gas Indonesia pada lima tahun terkahir (Badan Kebijakan Fiskal RI, 2013)"][/caption] Jika dihitung dengan angka diatas maka minyak kita akan habis dalam kurun waktu kurang lebih 14 tahun mendatang (4,2 milyar/830.000/365) dengan asumsi kemungkinan lifting paling rendah dalam 3 tahun terakhir yaitu 830.000 barel oil per harinya. Sedangkan untuk gas sendiri akan habis dalam kurun waktu  56 tahun kedepan (157 milyar/7.6 juta kaki kubik/365) dengan asumsi liftinggas berada pada angka 1,36 juta barel setara minyak atau 7,6 juta kaki kubik perhari nya. Berilah penjelasan dan fakta yang ada Kedua kisaran waktu diatas dapat berlaku dengan catatan bahwa tidak ditemukan lagi lapangan-lapangan migas yang baru yang bisa mengcover lapangan-lapangan minyak tua yang sudah mulai menurun produksinya. Sekarang ini semua masyarakat terus  menerus dijejali mindset bahwa sesungguhnya negara kita sangat kaya akan cadangan migas. Itu semua tidak sepenuhnya benar, namun tidak sepenuhnya juga salah. Mengapa demikian? Sebenarnya kita masih memiliki cadangan migas dengan metode unconventional (CBM dan Shale Petroleum) yang diprediksi cukup besar, bahkan mungkin 10 terbesar yang ada didunia. Namun ingat, cadangan secara unconventional hydrocarbontersebut belum dapat dibuktikan secara proven reserve dan saat ini masih terus dalam tahap perkembangan (termasuk UU dan regulasi yang mengaturnya yang belum jelas). Setidaknya sekarang ini kita harus dapat berfikir secara realistis bahwa cadangan terbuktilah (proven reserve) yang menjadi acuan dalam melihat jumlah asli sebuah cadangan migas Indonesia. Pejabat-pejabat dan pemangku kepentingan merasa gengsi dan malu saat mengemukakan bahwa cadangan migas kita sudah tidak banyak lagi. Mereka akan bangga saat menyebut potensi besar, berlimpah dan akan dipuji sukses oleh atasan. Sayang seribu sayang jika potensi yang besar itu ada namun tidak dilakukan pengembangan menuju kenyataan karena berbagai alasan (pada intinya tidak mau susah). Si pemangku jabatan melambungkan hati para masyarakat dengan jumlah cadangan besar, masyarakat pun sendiri terbuai dan bersikap masa bodoh terhadap penghematan penggunaan BBM di kehidupan mereka (toh cadangan migas negara kita masih banyak). Kita memasuki fase eksplorasi, bukan pada fase produksi yang sedang tinggi (peak oil production) Grafik dibawah merupakan grafik yang menunjukan  jangka waktu penemuan lapangan migas hingga produksi pada production rate tertinggi dari lapangan-lapangan tersebut.  Dari jangka waktu penemuan hingga produksi satu lapangan dibutuhkan waktu hampir diatas 10 tahun (15-25 tahun bahkan lebih) (overlay grafik discovery dan grafik production dari lapangan yang sama). Sedangkan jangka waktu penemuan lapangan satu hingga berikutnya juga memerlukan waktu yang juga relatif lama sekitar 25-30 tahun, jangka waktu inilah yang dinamakan jangka waktu eksplorasi. [caption id="attachment_247256" align="aligncenter" width="500" caption="Grafik antara jangka waktu penemuan lapangan migas baru dan produksi tertinggi dari setiap lapangan (Rovicky, 2012)"]

1362568050982202059
1362568050982202059
[/caption] Posisi kita saat ini-pun juga masuk dalam jangka waktu eksplorasi. Yang seharusnya dilakukan saat ini seharusnya adalah memperluas ekplorasi dan mempermudah nya. Indonesia memiliki ahli-ahli petroleum geoscience yang luar biasa hebatnya. Kualitas mereka tidak kalah dengan ekspatriat asing, hanya saja kesempatan itu selalu saja tertutup dan dibatasi geraknya hanya karena urusan birokrasi dan keterbatasan dana. Jangan salahkan apabila SDM dari negeri kita lebih senang untuk pergi keluar negeri dan membantu negara lain dalam mencari sumber migas yang baru. Selain itu pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pengetahuan serta fakta menjadi salah satu kunci yang penting agar masyarakat tahu tentang keadaan industri migas kita sebenarnya. Salam, Didit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun